Lika-liku kehidupan yang dijalani Ni Kadek Rustiani cukup berat. Di usianya yang masih remaja ia harus berjuang menghidupi adik dan bibinya seorang diri pasca ditinggal kedua orang tuanya.
ZULFIKA RAHMAN, Tabanan
Ni Kadek Rustiani, 17, tampak terdiam sambil duduk di teras ruamahnya di Banjar Basa, Desa Marga, Kecamatan Marga, Tabanan.
Mengenakan kaus berwarna putih, dengan terusan kamben berwarna kuning, masih melayani beberapa tamu yang datang. Pasca viral di media sosial yang mengunggah kehidupannya itu, ada banyak yang mendatangi rumahnya sekadar membawakan bingkisan sembako.
Ditemani adiknya, I Komang Triana Putra, 9, yang kini duduk di bangku kelas 2 SD mempersilahkan wartawan Jawa Pos Radar Bali duduk ketika berkunjung kerumahnya Kamis kemarin (26/12).
Rumah yang dipdominasi cat berwarna orange itu tampak tidak terawat. Saat itu juga, kakak sulungnya yakni Agus Rustiawan juga mendampingi yang kini sudah menikah dan tinggal di luar Marga karena nyentana.
“Sehari-hari saya bekerja di pasar Marga. Bantu jualan bubur. Dari pagi sampai siang,” ujarnya.
Dari pekerjaanya itu, ia hanya mendapatkan upah Rp 20 ribu per hari.
Upah inilah yang dipakai untuk menghidupi adiknya. Bahkan, beban Rustiani pun makin bertambah karena harus merawat bibinya yang lumpuh terkena stroke.
Setiap harinya ia terkadang dijenguk dan dibawakan makanan oleh kerabatnya yang berada di banjar tersebut. “Kakak saya, sudah menikahdan tinggal bersama istrinya. Jadi tidak bisa tiap hari di rumah,” kata Rustiani.
Ia pun haru merelakan untuk tidak bersekolah lantaran memilih untuk bekerja. Pendidikan Rustiani sendiri hanya sampai Sekolah Dasar saja. Sementara keinginan untuk melanjutkan sekolah sangat tinggi.
“Saya ingin sekali bisa melanjutkan sekolah agar bisa membiayai adik sekolah serta mempunyai pekerjaan yang layak,” ungkapnya.
Rustiani harus berjuang ekstra untuk bisa bertahan hidup. Di usianya yang masih remaja itu, beban hidup yang penuh cobaan harus ia tanggung pasca orang kedua orang tuanya meninggal. Mendiang ibunya yakni Waan Darmini meninggal akibat sakit sejak sembilan bulan lalu, sementara ayahnya I Wayan Sana menyusul enam bulan lalu yang juga akibat sakit. “meninggalanya karena sakit sesak,” kata Rustiani.
Tidak hanya itu saja, Rustiani pun terancam diusir dari rumahnya. Pasalnya, sertifikat rumah yang di tinggalkannya tersebut telah di anggunkan ke salah satu bank oleh ayahnya.
Dengan pinjaman uang senilai Rp200 juta dengan cicilan senilai Rp1,8 juta per bulan.
Hal ini dibenarkan oleh sulungya, Agus Rustiawan. Saat melakukan peminjaman itu menggunakan nama istri Agus sendiri.
Sementara untuk jaminannya yakni rumah yang saat ini ditempati Rustiani bersama adik dan bibinya itu.
Dari uang Rp200 juta itu, Agus juga menggunakan Rp50 juta untuk kebutuhan usaha. Namun sialnya usahanya bangkrut sehingga cicilan yang dibayarkan berdua antara mendiang ayahnya dengan Agus pun tersendat. “Sudah sempat dikasi plang dilelang.
Tapi diberikan keringanan oleh bisa membayar bunganya saja. Saya juga sekarang berusaha untuk mencicil pinjaman di bank semampu saya. Agar rumah ini tidak diambil bank,” ucap Agus.
Dia berharap, ke depan nasib kedua adiknya itu bisa lebih baik lagi. Bisa melanjutkan sekolah ke jejang lebih tinggi. “Saya pun akan berjuang sebisa saya untuk kedua adik saya ini,” tandasnya.