NEGARA– Kasus kematian ternak babi milik warga berlanjut. Terbaru ada tiga ekor babi milik warga Lingkungan Biluk Poh Kangin, Kelurahan Tegalcangkring, Mendoyo, dalam watu hampir bersamaan pada Rabu (5/2) sore lalu.
Gede Eka Putra Suardana, 34, pemilik ternak babi resah dengan matinya babi karena saat ini bereda isu mengenai wabah virus Africa Swine Fever (ASF).
Babi yang mati dalam waktu hampir bersamaan tersebut terjadi pada Rabu sore.
Sebelum tiga ekor babi mati, sempat disuntik karena tiba-tiba mengalami kelumpuhan pada kaki depan dan tidak mau makan. Padahal sehari sebelum mati, babi masih sehat.
“Tapi malamnya mati ketiganya,” ujar Gede Eka Putra Suardana, Kamis (6/2).
Meski sempat melihat bulu pada bagian telinga berdiri, tidak curiga akan sakit dan mati mendadak hampir bersamaan.
Padahal dua ekor babi lainnya yang kandangnya bersampingan justru tidak mati. Tiga ekor babi tersebut langsung dikubur.
Babi berumur sekitar 6 bulan itu sudah siap panen dan sudah ada pembeli sehingga membuatnya merugi. Padahal sudah siap panen dan ada yang beli,” ungkapnya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Widarsa mengatakan, pihaknya sudah mendengar informasi adanya tiga ekor babi yang mati mendadak.
Karena itu, petugas dari kecamatan Mendoyo melakukan pengecekan. “Kami sudah melakukan pengecekan, belum tahu hasilnya,” ujarnya, usai sosialisasi mengenai virus ASF di Desa Ekasari, Melaya.
Menurutnya, sebelum isu virus ASF merebak di Bali, sudah melakukan langkah antisipasi dengan sosialisasi pada peternak dan pedagang babi pada 9 Desember lalu. Mereka diberi pemahaman mengenai penyakit babi yang baru dan cara pencegahannya. Kemudian dilakukan sosialisasi pada peternak rakyat seluruh kabupaten sejak Jumat lalu.
Setiap kecamatan sudah ada tiga orang dokter hewan yang bertugas melakukan pendataan jumlah peternakan, mendata babi yang sakit dan mati. Serta melakukan pencegahan dengan desinfektan serta bio security yang ketat.
Setiap pedagang, pemotong dan peternak, diminta komitmennya untuk tidak mencari bibit di luar Jembrana.
Langkah tersebut selain untuk mencegah masuknya virus ke wilayah Jembrana, juga menjaga kestabilan harga babi. Karena kalau harga babi di luar Jembrana lebih murah bisa menjatuhkan harga di Jembrana.
“Kalau sampai masuk, yang rugi mereka (pedagang, peternak) dan kami,” ujarnya.
Pihaknya memastikan, sampai kemarin belum ada babi yang mati karena ASF di wilayah Jembrana.
Karena itu pihaknya mengimbau pada peternak dan pedagang untuk menjaga kebersihan kandang babi untuk mencegah penyakit.