DENPASAR – Protes keras muncul dalam konsultasi publik terkait penyusunan RZ KSN (Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional) yang digelar di Balai Karantina Ikan pengendalian mutu, dan keamanan hasil perikanan Denpasar pada Selasa (25/2).
Konsultasi publik ini merupakan lanjutan dari konsultasi yang sebelumnya diadakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di Dinas Kelautan Provinsi Bali pada Rabu 20 November 2019 lalu.
Dalam forum diskusi, ini hadir Tini Martini, SH, M.Soc . Sci selaku Sekretaris Jendral Biro Hukum dan Organisasi yang membuka acara.
Selain itu, ada tiga narasumber pada Konsultasi publik kali ini yakni hadir juga Moh. Husni Mubarak, SH.
Selaku Kepala Bagian Biro Perundang-undangan II, Ir. Suharyanto, M.sc selaku Direktur Perencanaan Ruang Laut, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP dan I Made Sudarsana Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali.
Dalam pertemuan ini, pada bangku paling depan tampak hadir Wayan Gendo Suardana Selaku Koordinator ForBALI dan Dewan Nasional WALHI serta Made Juli Untung Pratama Direktur WALHI Bali.
Pada sesi diskusi Gendo Protes dan mempertanyakan mengapa WALHI Bali tidak diundang pada pertemuan hari ini.
“Hari ini kami ke sini sebagai tamu yang tidak diundang, padahal keesokan harinya juga ada pertemuan yang dilakukan oleh lembaga yang sama dan WALHI Bali diundang, namun karena kami berkepentingan terkait dengan kawasan konervasi maritim Teluk Benoa, maka dari itu kami hadir disini” ujarnya.
Selanjutnya Gendo protes keras perihal pasal pada draft Ranperres yang baru yang disinyalir bisa meloloskan reklamasi Teluk Benoa.
Dalam draft sebelumnya kawasan Teluk Benoa masuk dalam kawasan G5 yang berarti konservasi, namun dalam draft yang baru pada Pasal 33 ayat (1) Ranperpres RZ KSN Sarbagita Kedua menyatakan bahwa G4 merupakan kawasan yang berfungsi sebagai penyangga pesisir serta pemanfaatan lainnya.
“Itu artinya apa? Memang benar KKM itu terbentuk karena ditetapkan oleh keputusan menteri namun secara hirarki ddia akan kalah denga perpres, apabila perpres ini jadi dan disahkan dan di dalamnya Teluk Benoa sebagai KKM ada di Zona Penyangga maka yang ilindungi hanya kawasan sucinya saja yang radiusnya hanya 50 cm dan ada 15 titik di Teluk Benoa selebihnya dapat diurug atau di reklamasi. Kan begitu logikanya?” tanyanya.
Lebih lanjut Gendo juga mengomentari bahwasannya draft Ranperpres ini sangat buruk.
“Berbeda dengan draft yang sebelumnya yang dengan tegas menempatkan kawasan Teluk Benoa pada kawasan G5 dengan kode C2 atau konservasi namun pada draft kali ini G5 dihilangkan dan dimasukan ke G4 atau kawasan Penyangga” tegasnya.
Gendo juga menjelaskan dalam PP 33 terkait RTRL tidak ada frasa kawasan penyangga. Frasa Kawasan penyangga hanya ada di Perpres 51 tahun 2014 dimana Perpres tersebut adalah Perpres yang mengakomodir reklamasi Teluk Benoa.
Direktur WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama juga angkat bicara pada acara konsultasi publik kali ini.
Ia kembali mempertanyakan mengapa dalam Ranperpres ini masih mengakomodir proyek-proyek yang bisa menghancurkan alam Bali seperti tambang pasir laut yang akan dilakukan di sepanjang pantai Kuta hingga Canggu.
Untung Pratama menjelaskan tambang pasir laut yang akan dilakukan di sepanjang pantai Kuta hingga Canggu dapat merusak pantai dan mempercepat terjadinya abrasi di seputaran wilayah tersebut.
Disamping itu draft Ranperpres RZ KSN ini masih mengakomodir reklamasi Bandara Ngurah Rai yang melabrak kawasan konservasi dan dalam draft ini juga mengakomodir perluasan pelabuhan seluas 1300 ha.
“Padahal perluasan yang sekarang dilakukan oleh Pelindo saat ini sudah menyebabkan 17 ha Mangrove mati, apa mau mangrove yang mati jadi bertambah?,” tnya Untung.
Pada pertemuan sebelumnya pihak Pelindo diminta menjelaskan terkait tujuan dilakukannya perluasan pelabuhan untuk kepentingan apa, namun pihak Pelindo tidak bisa menjawab.
“Tidak ada kejelasan dalam hal aktivitas reklamasi yang dilakukan Pelindo untuk perluasan pelabuhan selain menyebabkan mangrove mati” tegasnya.
Alhasil atas protes yang dilakukan Koordinator ForBALI Wayan Gendo Suardana, Suhartoyo mengakui kesalahan Ranperpres tersebut dan mengembalikan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi, yang sebelumnya dialokasikan ke pemanfaatan.
Selanjutnya Suhartoyo memindahkan KKM Teluk Benoa yang semula berada di Pasal 33 Ranperpres sebagai bagian dari Pemanfaatan Umum dipindahkan ke pasal 34 untuk ditetapkan alokasi ruang sebagai Kawasan Konservasi.
Diakhir acara untung Pratama menyerahkan Surat Protes yang ditunjukan kepada Tini Martini, SH, M.Soc . Sci selaku Sekretaris Jendral Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan diterima oleh Moh. Husni Mubarak, SH. Selaku Kepala Bagian Biro Perundang-undangan II.
“Semua masukan tadi akan dijadikan bahan untuk menyenpurnakan draft Ranperpes ini lalu kemudian akan dikirimkan ke Kemenkumham,” singkat Husni.