Serangan virus corona tidak hanya merepotkan orang yang merdeka. Seribu orang lebih tahanan atau yang lazim disebut warga binaan
di dalam Lapas Kelas IIA Kerobokan pun ikut terdampak. Mereka memutuskan untuk “me-lockdown” diri agar aman dari paparan virus corona.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
DI hari biasa, Lapas Kelas IIA Kerobokan penuh sesak. Maklum, lapas yang semestinya dihuni 332 orang itu kini dijejali 1.672 orang.
Tak heran jika lapas terbesar di Bali itu sering ricuh dipicu gesekan antarpenghuni. Namun, di tengah mewabahnya virus corona, 1.672 orang tahanan itu bisa satu suara.
Mereka sepakat agar jam besuk ditiadakan. Mereka berinisiatif melakukan “lockdown” atau membatasi akses dan kontak dari dunia luar.
Hal itu dilakukan sebagai langkah antisipasi agar virus korona tidak menginfeksi warga binaan. Bisa dibayangkan jika satu saja warga binaan terpapar virus yang “berasal” dari Wuhan, Tiongkok, itu.
Kendati mereka sepakat meniadakan kunjugan, ternyata ada proses demokrasi yang dilalui sebelum mengambil putusan.
Kalapas Kelas IIA Kerobokan Yulius Sahruzah saat ditemui Jawa Pos Radar Bali kemarin (18/3) mengungkapkan, masing-masing blok diwakili lima orang untuk melakukan polling.
Dari perwakilan 12 blok di dalam, tiga blok mengusulkan sistem buka tutup, sembilan blok sepakat menyatakan menutup kunjungan.
“Setelah kami sosialisasikan tentang virus ini, akhirnya semua sepakat menutup kunjungan. Kami ambil suara terbanyak saat polling. Jadi, usulan menutup kunjungan ini bukan dari kami tapi dari warga binaan,” ungkap Yulius.
Meski jam kunjungan ditiadakan, para warga binaan tidak dikarantina. Mereka masih leluasa berkativitas do dalam blok seperti biasa.
Warga binaan juga masih bisa menerima barang-barang dari keluarga. Barang tersbut dititip ke tempat penitipan.
“Yang dibatasi adalah kontak dengan orang dari luar, kalau untuk barang titipan dari luar seperti makanan masih kami izinkan,” terangnya.
Di lain sisi, penutupan kunjungan ini ternyata membawa pekerjaan baru bagi Yulius dan jajarannya. Yulius mengaku harus memutar otak untuk mengalihkan perhatian warga binaan agar tidak cepat bosan.
Kegiatan olahraga sampai sore pun dijalankan. Mulai main pingpong, tenis, futsal, hingga voli. Selain olahraga, para warga binaan juga diberi asupan siraman rohani.
Meski tidak seintens saat ada virus korona, kegiatan rohani tetap digelar. “Olahraga untuk menjaga kesehatan badan. Sedangkan kegiatan ibadah untuk menenagkan jiwa,” jelas pria asal Palembang, itu.
Yulius sendiri tak memungkiri jika kondisi Lapas Kelas IIA Kerobokan yang overkapasitas menimbulkan kesulitan sendiri dalam pengelolaannya.
“Kesulitannya harus memberikan pemahaman seribua orang lebih dengan ruang sangat kecil seperti itu. Untuk sekadar tidur susah, pasti tidak nyaman,” imbuhnya.
Langkah antisipasi lain yang disiapkan yaitu terus mengaktifkan layanan kesehatan klinik di dalam lapas.
Mereka yang merasa tidak sehat dihimbau segera memeriksakan diri di klinik. Kalau ada yang panas tinggi segera dibawa ke rumah sakit.
Lapas yang penuh sesak memang membutuhkan pendekatan sendiri. Salah satu jurus yang diterapkan yaitu pendekatan personal. Dengan langkah persuasif, warga binaan bisa lebih dikontrol.
“Alhamdulilah, mereka sekarang sudah mengerti kalau dikirim ke daerah lain sudah paham. Itu untuk kebaikan bersama agar terhindar dari penyakit,” jelas mantan Kalapas Kelas IIA Pekanbaru, itu.
Karena itu, Yulius mengaku sangat mendukung percepatan jadwal sidang di PN Denpasar. Sidang pidana yang biasanya digelar sore hari agar dimulai pagi hari.
Percepatan sidang itu sangat diharapkan karena bisa meringankan warga binaan. Karena jadwal sidang yang tidak tentu, kadang-kadang warga binaan baru sampai di lapas pukul 22.00.
“Kalau mereka pulang cepat kan bisa cepat membersihkan diri sebelum masuk blok,” tukasnya. Pihaknya juga tengah mengagendakan penyemprotan disinfektan.
Tapi, hingga saat ini pihaknya belum mendapat cairan pembunuh mikroorganisme itu. Pihaknya juga sudah meminta disinfektan ke dinas kesehatan.
Hanya saja menurut informasi sedang kosong. “Langkah pencegahan lainnya kami terus melaksanakan kebersihan di setiap blok. Kami bergotong royong dengan warga binaan,” jelas Yulius.
Selain belum mendapatkan disinfektan, pihaknya juga belum memiliki alat pengukur suhu tubuh atau thermo scanner. Menurut dia, alat itu sekarang susah didapat dan langka.
Sebagai gantinya, sekarang yang bisa dilakukan yaitu mencuci tangan dengan sabun, dan menyediakan hand sanitizer atau penyanitasi tangan di setiap blok dan di ruang kunjungan.(*)