25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:51 AM WIB

Pihak Luar Menangi Tender Toga Wisuda Unud, Penjahit Lokal “Pakrimik”

DENPASAR – Meski memiliki segudang penjahit profesional yang hasil kerjanya dipasarkan hingga ke mancanegara,

ternyata Bali masih membutuhkan uluran tangan pihak luar untuk sekadar membuat toga wisuda para mahasiswa Universitas Udayana (Unud).

Menurut informasi yang dihimpun Radarbali.id, Jumat (17/4), tender toga atau pakaian resmi yang dipakai dalam seremoni atau

upacara wisuda waktu kelulusan mahasiswa Unud sudah empat tahun berturut-turut tak singgah di Bali, yakni 2017, 2018, 2019, dan 2020.

Ironisnya, di masa pandemi Covid-19, ribuan penjahit Bali yang kehilangan pekerjaan harus rela melihat proyek senilai Rp 858.000.000 juta pembuatan toga wisuda Unud lari ke Kota Bekasi, Jawa Barat.

Tender dimenangkan oleh CV Christopher Putra Mandiri, Jalan Mawar 7 No. 5 lantai 1 RT 004/ RW002 Bekasi (Kota) Jawa Barat.

Menariknya, dari harga pagu Rp 900.000.000, CV Christopher Putra Mandiri memenangkan tender dengan penawaran mencolok Rp 574.200.000.

Di tahun sebelumnya, biaya pembuatan toga wisuda Universitas Udayana yang sebenarnya bisa memberi tambahan bagi para penjahit di Pulau Dewata dikerjakan oleh CV Amarta Wisesa,

Jalan Mayjend Panjaitan 62 Malang, Malang Kota Jawa Timur pada 2019 dan 2018 (Rp 666.600 juta/2019 dan Rp 725.230.000);

CV Karya Nusantara, DK. Wonosari Kidul, RT/RW 01/05, Kelurahan Wonosobo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada 2017 (Rp 826.650.000).

Melihat kondisi miris tersebut, seorang penjahit yang tak ingin namanya disebut yakin Pemerintah Provinsi Bali pasti “berpihak” pada rakyat kecil, khususnya para penjahit lokal Bali.

“Kenapa tidak manfaatin UMKM Bali. Memangnya kualitas dan harga kami tidak bisa bersaing ya? Di masa paceklik Covid-19, apapun itu alangkah “tidak etis” di saat penjahit Bali kelaparan

yang dapat kerja malah pihak luar Bali. Ampura (maaf) merk Ripcurl dan Bilabong yang go internasional saja dikerjakan di Bali,” keluh seorang penjahit.

Penjahit lokal lain mengaku selama vaksin virus corona belum ditemukan, UMKM lokal wajib mendapat prioritas.

“Kami pelaku usaha siap tidak mengemis bantuan sembako pemerintah. Kami siap berjuang untuk survive di masa pandemi, tapi beri kami ruang untuk cari makan agar kami tak mati perlahan.

Memang dalam satu kegiatan pengadaan barang dan jasa tidak boleh dipecah di atas 200 juta. Harus lewat tender. Tapi tentu Bapak Gubernur Bali punya kebijakan khusus di masa pandemi ini.

Misalnya dengan mengumpulkan para penjahit dan dinas terkait menjadi perpanjangan tangan pelaku UMKM agar pengadaan toga wisuda Universitas Udayana dan universitas lainnya bisa diperuntukkan untuk para penjahit lokal,” tegasnya.

Diketahui dalam setahun Unud melaksanakan 4 hingga 5 kali wisuda. Seluruh pengadaan toga wisuda hanya dikerjakan oleh satu perusahaan.

Dikonfirmasi terpisah, Rektor Universitas Udayana, Prof. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) menyebut pengadaan barang dan jasa merupakan hal yang sangat sensitif dan penuh risiko.

Oleh sebab itu, harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian sesuai aturan yang berlaku agar tidak menjadi masalah di kemudian hari saat diperiksa oleh pihak berwenang atau BPK.

“Kebijaksanaan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku. Aturan, aturan, dan aturan,” ucap Prof Raka Sudewi.

Disinggung apakah seorang kepala daerah dalam hal ini Gubernur Bali berpeluang membuat kebijakan yang “berpihak” kepada para penjahit di Bali terkait pengadaan barang dan jasa

tersebut mengingat saat ini pengangguran sangat banyak karena pariwisata anjlok total, Prof. Raka Sudewi berkata hal

tersebut bukan kewenangannya. “Maaf itu di luar kewenangan saya untuk memberikan komentar. Salam,” tegasnya. 

DENPASAR – Meski memiliki segudang penjahit profesional yang hasil kerjanya dipasarkan hingga ke mancanegara,

ternyata Bali masih membutuhkan uluran tangan pihak luar untuk sekadar membuat toga wisuda para mahasiswa Universitas Udayana (Unud).

Menurut informasi yang dihimpun Radarbali.id, Jumat (17/4), tender toga atau pakaian resmi yang dipakai dalam seremoni atau

upacara wisuda waktu kelulusan mahasiswa Unud sudah empat tahun berturut-turut tak singgah di Bali, yakni 2017, 2018, 2019, dan 2020.

Ironisnya, di masa pandemi Covid-19, ribuan penjahit Bali yang kehilangan pekerjaan harus rela melihat proyek senilai Rp 858.000.000 juta pembuatan toga wisuda Unud lari ke Kota Bekasi, Jawa Barat.

Tender dimenangkan oleh CV Christopher Putra Mandiri, Jalan Mawar 7 No. 5 lantai 1 RT 004/ RW002 Bekasi (Kota) Jawa Barat.

Menariknya, dari harga pagu Rp 900.000.000, CV Christopher Putra Mandiri memenangkan tender dengan penawaran mencolok Rp 574.200.000.

Di tahun sebelumnya, biaya pembuatan toga wisuda Universitas Udayana yang sebenarnya bisa memberi tambahan bagi para penjahit di Pulau Dewata dikerjakan oleh CV Amarta Wisesa,

Jalan Mayjend Panjaitan 62 Malang, Malang Kota Jawa Timur pada 2019 dan 2018 (Rp 666.600 juta/2019 dan Rp 725.230.000);

CV Karya Nusantara, DK. Wonosari Kidul, RT/RW 01/05, Kelurahan Wonosobo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada 2017 (Rp 826.650.000).

Melihat kondisi miris tersebut, seorang penjahit yang tak ingin namanya disebut yakin Pemerintah Provinsi Bali pasti “berpihak” pada rakyat kecil, khususnya para penjahit lokal Bali.

“Kenapa tidak manfaatin UMKM Bali. Memangnya kualitas dan harga kami tidak bisa bersaing ya? Di masa paceklik Covid-19, apapun itu alangkah “tidak etis” di saat penjahit Bali kelaparan

yang dapat kerja malah pihak luar Bali. Ampura (maaf) merk Ripcurl dan Bilabong yang go internasional saja dikerjakan di Bali,” keluh seorang penjahit.

Penjahit lokal lain mengaku selama vaksin virus corona belum ditemukan, UMKM lokal wajib mendapat prioritas.

“Kami pelaku usaha siap tidak mengemis bantuan sembako pemerintah. Kami siap berjuang untuk survive di masa pandemi, tapi beri kami ruang untuk cari makan agar kami tak mati perlahan.

Memang dalam satu kegiatan pengadaan barang dan jasa tidak boleh dipecah di atas 200 juta. Harus lewat tender. Tapi tentu Bapak Gubernur Bali punya kebijakan khusus di masa pandemi ini.

Misalnya dengan mengumpulkan para penjahit dan dinas terkait menjadi perpanjangan tangan pelaku UMKM agar pengadaan toga wisuda Universitas Udayana dan universitas lainnya bisa diperuntukkan untuk para penjahit lokal,” tegasnya.

Diketahui dalam setahun Unud melaksanakan 4 hingga 5 kali wisuda. Seluruh pengadaan toga wisuda hanya dikerjakan oleh satu perusahaan.

Dikonfirmasi terpisah, Rektor Universitas Udayana, Prof. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) menyebut pengadaan barang dan jasa merupakan hal yang sangat sensitif dan penuh risiko.

Oleh sebab itu, harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian sesuai aturan yang berlaku agar tidak menjadi masalah di kemudian hari saat diperiksa oleh pihak berwenang atau BPK.

“Kebijaksanaan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku. Aturan, aturan, dan aturan,” ucap Prof Raka Sudewi.

Disinggung apakah seorang kepala daerah dalam hal ini Gubernur Bali berpeluang membuat kebijakan yang “berpihak” kepada para penjahit di Bali terkait pengadaan barang dan jasa

tersebut mengingat saat ini pengangguran sangat banyak karena pariwisata anjlok total, Prof. Raka Sudewi berkata hal

tersebut bukan kewenangannya. “Maaf itu di luar kewenangan saya untuk memberikan komentar. Salam,” tegasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/