25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:08 AM WIB

Terdakwa Mantan Teller BPR Surya Jaya Ungkap Kejanggalan Tuntutan JPU

GIANYAR – Terdakwa mantan teller bank BPR Surya Jaya Ubud, berinisial NWPLD, mengikuti sidang dengan agenda pledoi atau pembelaan, Selasa (5/5) kemarin.

Pledoi setebal 109 halaman berjudul Cui Bono dibacakan penasehat hukum terdakwa I Wayan “Gendo” Suardana, I Wayan Adi Sumiarta, dan I Made Juli Untung Pratama.

Dalam pledoinya, trio penasehat hukum itu membongkar kejanggalan dalam persidangan yang menuduh terdakwa menggelapkan dana BPR sebesar Rp 7 miliar.

Termasuk tuduhan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang jauh dari keadilan lantaran mengabaikan fakta-fakta persidangan.

 Pledoi didengarkan langsung oleh majelis hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi sebagai ketua, didampingi dua anggotanya, Wawan Edy Prastyo dan Ni Luh Putu Pratiwi.

Cui bono adalah adagium yang dipopulerkan oleh Cicero, seorang filsuf Romawi dan juga advokat. Gendo Suardana mengungkapkan bahwa dalam proses persidangan terdapat fakta yang janggal.

Mulai dari kesalahan penghitungan kerugian BPR Suryajaya Ubud dalam laporan audit Satuan Pengawas Internal (SPI).

Dinyatakan kerugian bank adalah sebesar Rp. 7.442.792.832 (tujuh milyar empat ratus empat puluh dua juta tujuh ratus Sembilan puluh dua ribu delapan ratus tiga puluh dua rupiah).

Namun dalam persidangan justru nilai kerugian yang diakui adalah temuan dari laporan OJK sebesar Rp. 5.002.628.000 (lima milyar dua juta enam ratus dua puluh delapan ribu rupiah). 

Lebih lanjut, Gendo menyampaikan dalam laporan OJK juga ditemukan seperti fakta-fakta penting, seperti: adanya transaksi back dated, adanya sharing password, adanya appropal oleh pimpinan Terdakwa atas transaksi yang didalilkan fiktif.

“Mengapa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum ngotot menggunakan nilai kerugian sesuai temuan SPI sebagai dasar penyidikan bahkan dijadikan dasar mendakwa terdakwa. Apa yang ditutupi” tanyanya.

Fakta lain yang disampaikan oleh Gendo, dalam persidangan terkuak bahwa barang bukti berupa screenshoot yang diajukan JPU

sebagai barang bukti yang digunakan untuk mendalilkan modus terdakwa melakukan kejahatannya adalah simulasi.

Selain itu saksi yang dihadirkan di persidangan I Gede Dwi Kusuma Negara, S.E. yang menjabat sebagai SPI merangkap IT Development dan Bisnis,

tidak mampu membuktikan bahwa terdakwa yang melakukan 5 (lima) modus sebagaimana yang didakwakan JPU. 

Lebih jauh, Gendo menyampaikan bahwa screenshoot yang diajukan JPU sebagai barang bukti yang digunakan untuk mendalilkan modus terdakwa melakukan kejahatannya adalah simulasi.

“Ternyata adalah simulasi,” terangnya. Selain itu, Gendo juga menyampaikan dalam surat tuntutan JPU bahwa user ID terdakwa diketahui akunting karena diberitahu oleh terdakwa.

Serta terdakwa dikatakan tidak meminta penggantian password user ID. Padahal, dalam fakta persidangan yang terungakap adalah terdakwa baru mengetahui user ID tersebut digunakan

oleh akunting saat terdakwa diperiksa bersama-sama atasannya di Kantor OJK, yakni Dewa Ngakan Catur Susana,S.E., selaku Direktur Operasional dan Bisnis BPR Suryajaya Ubud. 

Gendo juga menyampaikan di awal-awal terdakwa baru bekerja, terdakwa sudah berupaya terus-menerus melapor ke atasannya untuk permohonan penggantian password, namun permohonan tersebut tidak ditanggapi atasannya.

Berdasar hal tersebut, Gendo menyampaikan bahwa JPU telah melanggar Pasal 189 ayat (1) KUHP dan JPU melakukan manipulasi fakta persidangan.

“Penuntut Umum senyatanya telah memanipulasi keterangan terdakwa,” tegasnya. Dalam pledoi, Penasehat Hukum terdakwa juga membantah pembuktian semua unsur-unsur yang didalilkan JPU di dalam tuntutannya.

Secara tegas Penasehat Hukum menyampaikan unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi, sehingga seharusnya terdakwa dibebaskan. 

Pledoi kemudian diserahkan kepada majelis hakim. Selanjutnya, sidang pamungkas, yakni pembacaan putusan akan digelar pada Selasa, 12 Mei 2020. 

GIANYAR – Terdakwa mantan teller bank BPR Surya Jaya Ubud, berinisial NWPLD, mengikuti sidang dengan agenda pledoi atau pembelaan, Selasa (5/5) kemarin.

Pledoi setebal 109 halaman berjudul Cui Bono dibacakan penasehat hukum terdakwa I Wayan “Gendo” Suardana, I Wayan Adi Sumiarta, dan I Made Juli Untung Pratama.

Dalam pledoinya, trio penasehat hukum itu membongkar kejanggalan dalam persidangan yang menuduh terdakwa menggelapkan dana BPR sebesar Rp 7 miliar.

Termasuk tuduhan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang jauh dari keadilan lantaran mengabaikan fakta-fakta persidangan.

 Pledoi didengarkan langsung oleh majelis hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi sebagai ketua, didampingi dua anggotanya, Wawan Edy Prastyo dan Ni Luh Putu Pratiwi.

Cui bono adalah adagium yang dipopulerkan oleh Cicero, seorang filsuf Romawi dan juga advokat. Gendo Suardana mengungkapkan bahwa dalam proses persidangan terdapat fakta yang janggal.

Mulai dari kesalahan penghitungan kerugian BPR Suryajaya Ubud dalam laporan audit Satuan Pengawas Internal (SPI).

Dinyatakan kerugian bank adalah sebesar Rp. 7.442.792.832 (tujuh milyar empat ratus empat puluh dua juta tujuh ratus Sembilan puluh dua ribu delapan ratus tiga puluh dua rupiah).

Namun dalam persidangan justru nilai kerugian yang diakui adalah temuan dari laporan OJK sebesar Rp. 5.002.628.000 (lima milyar dua juta enam ratus dua puluh delapan ribu rupiah). 

Lebih lanjut, Gendo menyampaikan dalam laporan OJK juga ditemukan seperti fakta-fakta penting, seperti: adanya transaksi back dated, adanya sharing password, adanya appropal oleh pimpinan Terdakwa atas transaksi yang didalilkan fiktif.

“Mengapa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum ngotot menggunakan nilai kerugian sesuai temuan SPI sebagai dasar penyidikan bahkan dijadikan dasar mendakwa terdakwa. Apa yang ditutupi” tanyanya.

Fakta lain yang disampaikan oleh Gendo, dalam persidangan terkuak bahwa barang bukti berupa screenshoot yang diajukan JPU

sebagai barang bukti yang digunakan untuk mendalilkan modus terdakwa melakukan kejahatannya adalah simulasi.

Selain itu saksi yang dihadirkan di persidangan I Gede Dwi Kusuma Negara, S.E. yang menjabat sebagai SPI merangkap IT Development dan Bisnis,

tidak mampu membuktikan bahwa terdakwa yang melakukan 5 (lima) modus sebagaimana yang didakwakan JPU. 

Lebih jauh, Gendo menyampaikan bahwa screenshoot yang diajukan JPU sebagai barang bukti yang digunakan untuk mendalilkan modus terdakwa melakukan kejahatannya adalah simulasi.

“Ternyata adalah simulasi,” terangnya. Selain itu, Gendo juga menyampaikan dalam surat tuntutan JPU bahwa user ID terdakwa diketahui akunting karena diberitahu oleh terdakwa.

Serta terdakwa dikatakan tidak meminta penggantian password user ID. Padahal, dalam fakta persidangan yang terungakap adalah terdakwa baru mengetahui user ID tersebut digunakan

oleh akunting saat terdakwa diperiksa bersama-sama atasannya di Kantor OJK, yakni Dewa Ngakan Catur Susana,S.E., selaku Direktur Operasional dan Bisnis BPR Suryajaya Ubud. 

Gendo juga menyampaikan di awal-awal terdakwa baru bekerja, terdakwa sudah berupaya terus-menerus melapor ke atasannya untuk permohonan penggantian password, namun permohonan tersebut tidak ditanggapi atasannya.

Berdasar hal tersebut, Gendo menyampaikan bahwa JPU telah melanggar Pasal 189 ayat (1) KUHP dan JPU melakukan manipulasi fakta persidangan.

“Penuntut Umum senyatanya telah memanipulasi keterangan terdakwa,” tegasnya. Dalam pledoi, Penasehat Hukum terdakwa juga membantah pembuktian semua unsur-unsur yang didalilkan JPU di dalam tuntutannya.

Secara tegas Penasehat Hukum menyampaikan unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi, sehingga seharusnya terdakwa dibebaskan. 

Pledoi kemudian diserahkan kepada majelis hakim. Selanjutnya, sidang pamungkas, yakni pembacaan putusan akan digelar pada Selasa, 12 Mei 2020. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/