MANGUPURA – Sejak diresmikan pada Februari 2018 oleh Jaksa Agung RI M. Prasetyo, Kejari Badung hingga kini masih minim produk penanganan kasus korupsi.
Kalaupun ada, kasus korupsi yang disidangkan merupakan hasil pengusutan Polres Badung. Bukan murni produk Kejari Badung.
Padahal, kantor Kejari Badung yang berdiri di atas lahan seluas satu hektare itu pembangunannya menelan dana Rp 29 miliar.
Sempat beredar kabar miring, bahwa seretnya penanganan korupsi oleh Kejari Badung karena berbau politis.
Banyaknya tekanan dari para politikus di Badung membuat Kejari Badung sering mentok dan membentur tembok saat hendak mengusut dugaan korupsi.
Melihat hal itu, Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali, I Made “Ariel” Suardana berharap Kejari Badung kembali pada awal tujuan didirikan.
Yakni meringankan beban pekerjaan yang selama ini dipikul berat Kejari Denpasar. Apalagi, Kabupaten Badung dengan APBD terbesar di Bali patut mendapat perhatian khusus dari Kejari Badung.
“Ingat, ada ratusan proyek lho, sejak tiga tahun ini di Kabupaten Badung. Proyek dana hibah berupa pengajuan propsal atau pelaksanaan APBD Badung,” sindir Suardana kemarin.
Pria yang akrab disapa “Ariel” itu menegaskan, hadirnya TP4D (Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah) yang lahir berdasar Instruksi Presiden Nomor 7/2015
jangan dimaknai pencegahan korupsi menjadi utuh, sedangkan penegakan hukum melalui upaya represif tidak terjadi atau tidak dilakukan.
Minimnya pendindakan pidana khusus ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan para pelaku korupsi untuk beraksi di Badung.
Karena itu, Ariel meminta Kejari Badung lebih awas dalam mengawasi potensi praktik korupsi di Gumi Keris.
Praktik culas saat ada yang ketahuan melanggar langsung mengembalikan uang sebelum penyidikan juga diminta diwaspadai. Pasalnya, pengembalian uang tidak menghilangkan pidana.
Ditegaskan, selama ini roh dan wibawa kejaksaan itu ketika menggunakan kewenangannya untuk menumpas kejahatan korupsi.
“Tapi, kalau hal itu tidak terjadi, maka siap-siap saja institusinnya dianggap tak bertaring lagi. Ibarat jimatnya sudah tidak bertuah lagi,” sentilnya.
Menurut Ariel, minimnya penindakan pidana khusus di Badung ini juga bisa dimaknai dua hal. Pertama, Kepala Daerah dan Kejari Badung sudah membangun kerjasama dengan baik, mesra, dan romantis.
“Sehingga semua dapat selesai secara sempurna melalui proses dialog,” cetusnya. Kedua, lanjut Ariel, memang di Badung tak ada korupsi sama sekali.
Jika benar ini terjadi, maka Kejari Badung patut mendapatkan penghargaan. Pria yang juga praktisi hukum ini meminta Kajari Badung serius dalam menindak segala potensi korupsi.
“Jangan sampai terjadi, semua masalah disederhanakan, sehingga menjadi tak ada kasus sama sekali. Yang layak dikasuskan, ya harus dikasuskan. Yang murni hanya soal pelanggaran administrasi juga jangan dikriminalisasi orangnya,” tukasnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Badung I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo seizin Kajari Badung Hari Wibowo mengatakan,
Kejari Badung selalu bersikap profesional dan senantiasa mengedepankan aturan hukum dan perundang-undangan dalam menjalankan tugas.
“Kalau memang ada laporan dan temuan, pasti kami tindaklanjuti. Kami tidak mungkin mengada-ada,” terang Bamaxs.
Ditambahkan, pihaknya juga terbuka kalau ada masyarakat mau melaporkan dugaan korupsi, tentu dilengkapi data yang bisa dipertanggungjawabkan.