GIANYAR – Polemik pensertifikatan tanah pekarangan desa (PKD) di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring berbuntut panjang.
Setelah melaporkan Klian dan meluruk Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN), dua warga yang keberatan mendapat Kanorayang atau sanksi adat.
Mereka yang mendapat kanorayang adalah Made Wisna dan Ketut Suteja. Dua orang itu bersama warga yang keberatan, Selasa kemarin (4/8) mengadu ke Bupati Gianyar.
Salah satu warga, I Made Wisna mengaku dikenakan kanorayang karena sebagai pelapor kepada pihak berwajib. Dia pun mempertanyakan hal tersebut.
“Sesuai Perda Gubernur Bali, kami lihat tidak ada namanya dikenakan kanorayang,” kata I Made Wisna.
Dia mengakui, sanksi adat sudah dikenakan terhadap dia dan keluarganya. “Sanksi itu langsung diterapkan pada saya dan diterapkan
sejak tanggal 1 Agustus. Pas anak gotong royong ngayah ke pura langsung dipulangkan oleh prajuru desa,” jelasnya.
Wisna menyatakan, karena di kanorayang, dirinya tidak mendapatkan pelayanan dari adat. Misalnya ketika mendapatkan bahaya atau yang disebut ala ayunan.
Wisna mencontohkan, ketika terjadi kebakaran di rumahnya, tidak diikutkan dalam pelaksanaan upacara adat di pura dan hal yang lainnya terkait hak sebagai warga adat.
“Hak-hak yang semestinya kami dapat, semasih kanorayang itu tidak didapatkan. Kalau kewajiban itu belum ada pembahasan, dan sampai kapan dikenakan sanksi ini juga belum ada dibahas,” imbuh Wisna.
Selain Wisna sendiri, Ketut Suteja yang sama-sama pelapor juga dikenakan sanksi adat yang sama. “Untuk dicabut itu kapan, belum ada kejelasan. Pokoknya dibilang kena kenoroyang,” ungkapnya.
Lantaran hal itu, dua warga itu bersama warga lainnya menghadap bupati Gianyar di Kantor Bupati, kemarin. Pertemuan berlangsung tertutup bersama Bupati Gianyar.
“Kami ke sini (menghadap bupati, red) agar bisa dibantu memediasi terkait hak milik terkait tanah pekarangan desa adat dan terkait kanorayang ini,” pintanya.