DENPASAR – Kepolisian kini tengah menyelidiki lebih dalam terkait jenis senjata api yang digunakan Tri Nugraha untuk menembak dadanya sendiri hingga tewas di toilet Kejaksaan Tinggi Bali, Senin (31/8) malam. Dari hasil penyelidikan sementara, polisi menemukan bahwa ternyata pistol yang dipakainya tidak terdaftar.
Hal ini dijelaskan oleh Kapolresta Denpasar Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan, Selasa (1/9). Dijelaskannya bahwa saat itu Polresta Denpasar membantu Polda Bali melakukan pendalaman terkait kasus ini termasuk untuk mengetahui asal-usul senjata api yang digunakan Tri Nugraha.
“Polresta membantu dalam melakukan pendalaman termasuk senpi didalami asal-usulnya kenapa bisa dipegang yang bersangkutan. Karena dari hasil pengecekan, senpi tidak terdaftar dengan kata lain senpi itu ilegal,” terangnya.
Terkait kenapa Tri Nugraha bisa memiliki senjata api ilegal tersebut, Kombes Jansen menerangkan bahwa pihaknya masih melakukan pendalaman. Termasuk menyelidiki apakah ada unsur kelalaian, dan sejauh mana kelalaian tersebut.
“Sedang didalami unsur kelalaian didalami sejauh mana. Akan didalami tim Polda kenapa senpi ada di tangan (Tri Nugraha),” jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, dari olah TKP di lokasi kejadian, pihak polisi juga sudah mengamankan sepucuk pistol berisi 5 butir peluru utuh. Selain itu juga diamankan satu proyektil di TKP. Terkait jenis senjata, nantinya juga akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Senjata api sementara kita identifikasi dulu senjata itu rakitan atau bukan. Saya belum bisa menyampaikan jenisnya di mana ditemukan dengan proyektil yang masih bersarang ada lima dan yang sudah digunakan satu,” kata Direskrimum Polda Bali, Kombes Pol Dodi Rahmawan Senin (31/8/2020).
Senin (31/8/2020) adalah kali kesekian Tri menjalani pemeriksaan di Kejati Bali setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tri Nugraha datang ke Kantor Kejaksaan Tinggi Bali sekitar pukul 10.00 Wita dan sesuai prosedur seluruh barang-barang tamu harus diletakkan dalam loker. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka.
Setelah diperiksa beberapa jam, siang harinya dia izin pamit. Alasannya untuk salat dan makan siang. Saat itu, Tri memang belum berstatus tahanan. Ia masih bebas.
Ternyata, sampai Pukul 15.00, Tri tak kunjung kembali ke Kantor Kejati Bali, di Jalan Tantular, Denpasar. Maka, penyidik Kejati Bali pun mencari keberadaannya. Dan didapat informasi bahwa Tri Nugraha berada di rumahnya, di Jalan Gunung Talang, Padangsambian, Denpasar Barat.
Kemudian tim penyidik datang ke sana bersama dua pejabat Kejaksaan Tinggi Bali. Dan benar saja, Tri ada di rumahnya. Ia dibawa ke Kantor Kejaksaan Tinggi Bali. Ia juga membawa tas kecil, yang kemudian diketahui berisi senjata api. Senjata ini ditembakkan ke dadanya sendiri di toilet Kantor Kejati Bali Senin malam.
Tri Nugraha memang disangka menerima gratifikasi (hadiah) selama menjadi pejabat publik. Ia sempat menjadi kepala BPN Denpasar dan badung. Sebagai pejabat publik, harga kekayaannya juga dianggap tidak wajar, dia memiliki tanah 250 hektare di Lubuk Linggau, Sumsel, kemudian 12 kendaraan mewah, sepeda motor Harley dan Ducati dan aset berupa rumah dan lainnya di beberapa daerah.
Itu diketahui setelah ia menjadi saksi dalam perkara penipuan dan TPPU yang dilakukan mantan gubernur Bali Ketut Sudikerta. Dalam perkara Sudikerta yang menipu bos Maspion itu, peran Tri adalah membuatkan sertifikat tanah yang ternyata milik orang lain. Imbalan atas “jasanya” itu Tri mendapat uang miliaran rupiah. Itu pula yang membuka jalan Tri dibidik Kejati Bali dalam kasus gratifikasi dan TPPU lainnya.
Namun, sebelum kasus ini bergulir ke pengadilan, Tri Nugraha menembak dada kirinya di toilet Kejati Bali. Hingga tewas. Itu sesaat sebelum ia dibawa ke Lapas Kerobokan untuk menjadi tahanan kejaksaan.