DENPASAR – Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengeluarkan surat tentang Pembatasan Kegiatan Unjuk Rasa di Wewidangan Desa adat di Bali Selama Gering Agung Covid-19 dengan nomor : 08/Sk/MDA-PBali/X/2020. Keputusan dikeluarkan pasca-aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja Kamis lalu (8/10).
Kini, Majelis adat yang membatasi gerak masyarakat untuk bersuara. Bendesa Agung , Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet menjelaskan isi surat tersebut Pertama, Majelis Desa Adat Provinsi Bali tentang Pembatasan Kegiatan unjuk rasa di wewidangan Desa Adat di Bali selama gering agung Covid-19.
Isi Kedua, MDA meminta seluruh krama desa adat, krama tamiu, dan tamiu yang ada di Bali bahwa : Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang diselesaikan dengan cara musyawarah atau melalui mekanisme hukum yang konstitusional.
Poin selanjutnya, selaku krama desa adat, krama tamiu, dan tamiu,di wewidangan Desa Adat di Bali hendaknya selalu melaksanakan tuntunan agama, mengedepankan musyawarah dengan semangat menyama braya, gilik-saguluk paras paro salunglung sabayantaka, sarpana ya.
Ketiga, melarang kegiatan unjuk rasa selama garing agung Covid-19 yang melibatkan peserta lebih daripada 100 orang di setiap wewidangan (lingkungan) Desa Adat di Bali. Surat keputusan itu diterbitkan pada Senin (12/10).