Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Bali, I Gede Putra Suteja, 61, bicara blak-blakan saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, Kamis (16/10) lalu.
Dokter Suteja menegaskan, pihaknya melaporkan akun Instagram (IG) milik I Gede Aryastina, 43, alias JRX karena membela marwah organisasi.
Berikut petikan wawancara eksklusif wartawan Jawa Pos Radar Bali, Maulana Sandijaya dengan dr. I Gede Putra Suteja.
Bagaimana posisi IDI dalam menangani Covid-19?
IDI itu juga OTG, artinya orang tetap di garda depan. IDI adalah organisasi kemasyarakatan. IDI itu bukan regulator atau pembuat kebijakan dan aturan.
IDI sama dengan masyarakat. Tetapi, pada saat regulator (pemerintah atau lembaga) mengambil keputusan, maka IDI harus tunduk.
IDI juga ODP atau orang disiplin dan patuh terhadap protokol yang ada. Disiplin mengatur waktu praktik, istirahat. Karena itu, masyarakat harus jadi PDP atau penduduk disiplin dan patuh
terhadap protokol yang ada. Kalau semua menyadari tugas masing-masing, maka pandemi ini bisa dihadapi bersama dengan ringan.
Soal IDI sebagai agen of change, yang semestinya membawa pembaharuan?
Dulu awal pandemi IDI pusat sudah menyarankan pemerintah agar lock down, tapi tidak disetujui. Begitu juga dengan rapid test (tidak tepat), tapi saran itu tidak diterima.
Sekali lagi, IDI ini bukan regulator. Karena itu, dalam era digitalisasi masyarakat dan anggota IDI harus mengecek mana postingan yang benar dan sumbernya jelas.
Banyak yang menyebut dokter diuntungkan dengan adanya wabah ini. Pendapat Anda?
Selama ini, banyak yang berpandangan dokter itu orang yang banyak uang jika dilihat dari segi materi. Padahal, empat ribu dokter di Bali, 60 persennya ada di pelosok.
Mereka adik-adik saya itu gajinya di bawah Rp 5 juta. Kalau kami disuruh memilih, maka kami memilih menjalani hidup dan profesi sebelum pandemi.
Bagaimana dengan adanya informasi vaksinasi Covid-19?
Walaupun ada informasi vaksin Covid-19, vaksin tidak akan menyelesaikan masalah. Tetap kita harus 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangand engan sabun).
Obat yang paling bagus Covid-19 itu masker. Kembali kepada teori dan sejarah, flu Spanyol sudah ada 100 tahun lalu. Sampai sekarang masih ada flu.
Bedanya, kalau ada vaksin angka kematian berkurang dan angka kesembuhan tinggi. Berubah dari pandemi menjadi endemi. Kasus akan tetap ada, tapi tidak menjadi wabah, seperti demam berdarah dengue. (*)