24 C
Jakarta
13 September 2024, 2:10 AM WIB

Disdikpora Kerahkan Guru BK, Pegiat Anak Ingatkan Penggunaan Gadget

Kasus persetubuhan yang menimpa Mawar, 12, asal Kecamatan Buleleng, menuai simpati berbagai pihak.

Pegiat Anak pun mengingatkan agar orang tua mengawasi anak lebih ketat lagi. Sehingga tak ada peristiwa serupa yang terjadi.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja 

MASALAH persetubuhan yang menimpa seorang siswa asal Kecamatan Buleleng, mengundang rasa keprihatinan berbagai pihak.

Kini berbagai elemen masyarakat bahu membahu, berusaha memulihkan kondisi psikis sang anak, juga keluarga. Maklum saja beban psikis yang dipanggul anak dan keluarga, sangat berat.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng juga menaruh perhatian khusus terhadap kasus ini.

Kepala Disdikpora Buleleng I Made Astika mengaku baru mendapat laporan terkait peristiwa ini pada pekan lalu.

Astika menyebut peristiwa yang menimpa sang anak, tentu saja memberikan tekanan yang sangat hebat pada kondisi psikis.

Menurutnya saat ini fokus pertama yang diperhatikan oleh pihaknya, ialah pemulihan kondisi psikis sang anak. Supaya semangatnya kembali pulih.

Anak korban juga diharapkan dapat berinteraksi dengan teman-temannya. Tak lagi mengurung diri di rumahnya.

Ia mengaku sudah menginstruksikan sekolah tempat anak korban belajar, memberikan pendampingan khusus.

“Saya sudah minta kepala sekolahnya agar mengerahkan guru Bimbingan Konseling. Ini untuk memberi pendampingan dan dukungan psikis. Kami menjamin hak-haknya di bidang pendidikan tetap terpenuhi. Tidak boleh ada stigma,” tegasnya.

Selain itu Astika juga meminta agar seluruh orang tua memberikan perhatian ekstra pada anaknya. Agar tidak terjadi peristiwa serupa.

Dalam masa pandemi, idealnya orang tua bisa lebih mudah melakukan pengawasan pada anak-anak mereka. Sebab belum memungkinkan dilakukan pertemuan tatap muka.

“Kalau anak mengaku keluar rumah, pamit buat tugas, sebaiknya ini diawasi. Karena pandemi ini kan belum memungkinkan tatap muka.

Diawasi pergi dengan siapa, kemana akan pergi, dimana akan melakukan kegiatan. Karena tanggung jawab dalam pendidikan, bukan hanya tugas pemerintah semata. Orang tua juga harus turut berpartisipasi,” kata Astika.

Di sisi lain, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Buleleng terus berusaha memberikan pendampingan.

Baik pada korban maupun pada pelaku. Mengingat ada 7 orang pelaku yang masih berstatus anak-anak. Sesuai dengan regulasi hukum, baik korban maupun pelaku berhak mendapatkan pendampingan.

Berkaca dari kasus persetubuhan anak yang terjadi di Buleleng, P2TP2A Buleleng mengharapkan agar orang tua lebih aktif lagi dalam mengawasi anak-anaknya.

Terutama dalam pemanfaatan media sosial. Sesuai dengan informasi yang didapat, peristiwa persetubuhan ini terjadi gara-gara perkenalan melalui aplikasi pesan singkat.

“Penggunaan gadget ini harus diawasi ketat. Karena pengamatan kami, selama ini kasus-kasus seperti ini muncul karena dipicu minimnya

pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget dan pemanfaatan media sosial oleh anak,” kata Ketua P2TP2A Buleleng, Made Wibawa.

Terkait kondisi pemulihan psikis anak, Wibawa menyebut idealnya anak dapat menjalani proses pendampingan dan pemulihan psikis di rumah aman.

Fasilitas tersebut dapat menjadi lokasi bagi anak untuk memulihkan kondisi mereka. Terutama bila kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal korban belum suportif.

“Rumah aman ini kan sebenarnya kewenangan Pemkab untuk menyediakan fasilitas itu. Kami berharap ini bisa segera diwujudkan.

Apalagi sekarang kan Buleleng sudah masuk kategori Kabupaten Layak Anak (KLA),” demikian Wibawa. (*)

Kasus persetubuhan yang menimpa Mawar, 12, asal Kecamatan Buleleng, menuai simpati berbagai pihak.

Pegiat Anak pun mengingatkan agar orang tua mengawasi anak lebih ketat lagi. Sehingga tak ada peristiwa serupa yang terjadi.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja 

MASALAH persetubuhan yang menimpa seorang siswa asal Kecamatan Buleleng, mengundang rasa keprihatinan berbagai pihak.

Kini berbagai elemen masyarakat bahu membahu, berusaha memulihkan kondisi psikis sang anak, juga keluarga. Maklum saja beban psikis yang dipanggul anak dan keluarga, sangat berat.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng juga menaruh perhatian khusus terhadap kasus ini.

Kepala Disdikpora Buleleng I Made Astika mengaku baru mendapat laporan terkait peristiwa ini pada pekan lalu.

Astika menyebut peristiwa yang menimpa sang anak, tentu saja memberikan tekanan yang sangat hebat pada kondisi psikis.

Menurutnya saat ini fokus pertama yang diperhatikan oleh pihaknya, ialah pemulihan kondisi psikis sang anak. Supaya semangatnya kembali pulih.

Anak korban juga diharapkan dapat berinteraksi dengan teman-temannya. Tak lagi mengurung diri di rumahnya.

Ia mengaku sudah menginstruksikan sekolah tempat anak korban belajar, memberikan pendampingan khusus.

“Saya sudah minta kepala sekolahnya agar mengerahkan guru Bimbingan Konseling. Ini untuk memberi pendampingan dan dukungan psikis. Kami menjamin hak-haknya di bidang pendidikan tetap terpenuhi. Tidak boleh ada stigma,” tegasnya.

Selain itu Astika juga meminta agar seluruh orang tua memberikan perhatian ekstra pada anaknya. Agar tidak terjadi peristiwa serupa.

Dalam masa pandemi, idealnya orang tua bisa lebih mudah melakukan pengawasan pada anak-anak mereka. Sebab belum memungkinkan dilakukan pertemuan tatap muka.

“Kalau anak mengaku keluar rumah, pamit buat tugas, sebaiknya ini diawasi. Karena pandemi ini kan belum memungkinkan tatap muka.

Diawasi pergi dengan siapa, kemana akan pergi, dimana akan melakukan kegiatan. Karena tanggung jawab dalam pendidikan, bukan hanya tugas pemerintah semata. Orang tua juga harus turut berpartisipasi,” kata Astika.

Di sisi lain, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Buleleng terus berusaha memberikan pendampingan.

Baik pada korban maupun pada pelaku. Mengingat ada 7 orang pelaku yang masih berstatus anak-anak. Sesuai dengan regulasi hukum, baik korban maupun pelaku berhak mendapatkan pendampingan.

Berkaca dari kasus persetubuhan anak yang terjadi di Buleleng, P2TP2A Buleleng mengharapkan agar orang tua lebih aktif lagi dalam mengawasi anak-anaknya.

Terutama dalam pemanfaatan media sosial. Sesuai dengan informasi yang didapat, peristiwa persetubuhan ini terjadi gara-gara perkenalan melalui aplikasi pesan singkat.

“Penggunaan gadget ini harus diawasi ketat. Karena pengamatan kami, selama ini kasus-kasus seperti ini muncul karena dipicu minimnya

pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget dan pemanfaatan media sosial oleh anak,” kata Ketua P2TP2A Buleleng, Made Wibawa.

Terkait kondisi pemulihan psikis anak, Wibawa menyebut idealnya anak dapat menjalani proses pendampingan dan pemulihan psikis di rumah aman.

Fasilitas tersebut dapat menjadi lokasi bagi anak untuk memulihkan kondisi mereka. Terutama bila kondisi lingkungan di sekitar tempat tinggal korban belum suportif.

“Rumah aman ini kan sebenarnya kewenangan Pemkab untuk menyediakan fasilitas itu. Kami berharap ini bisa segera diwujudkan.

Apalagi sekarang kan Buleleng sudah masuk kategori Kabupaten Layak Anak (KLA),” demikian Wibawa. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/