29.4 C
Jakarta
9 Juni 2025, 10:59 AM WIB

Desa Tembok akan Garap Hutan Desa untuk Mete, Nangka hingga Madu

SINGARAJA – Desa Tembok berkomitmen mengoptimalkan pengelolaan hutan desa. Pengelolaan itu diharapkan dapat mengurangi potensi perambahan hutan secara tak bertanggung jawab. 

Pengelolaan yang diserahkan pada desa juga diharapkan dapat memberikan potensi pendapatan bagi masyarakat setempat.

Desa Tembok tercatat telah mengantongi izin Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) sejak tahun 2019 lalu. Total luas lahan yang diserahkan pengelolaannya pada desa, mencapai 148 hektare.

Tak seluruhnya boleh dikelola sebagai hutan produksi. Dari luasan 148 hektare itu, hanya 94 hektare yang boleh dikelola sebagai hutan produksi. Sementara 54 hektare sisanya dikelola sebagai hutan lindung.

Perbekel Tembok Dewa Komang Yudi Astara mengatakan, hingga saat ini sudah ada 170 orang yang diizinkan melakukan aktivitas di hutan produksi. Aktivitas mereka terbatas untuk memelihara hutan serta memanen hasil hutan nonkayu.

Artinya mereka tak diizinkan menebang tanaman yang  ada di sana. Namun diizinkan mengambil hasil seperti buah-buahan yang ada.

Yudi mengungkapkan saat ini tanaman yang ada di areal hutan masih terbatas. Ada beberapa pohon mete yang tumbuh secara liar di sana. Begitu pula dengan tanaman nangka.

Dalam waktu dekat, desa berencana menanam komoditas yang memberikan manfaat ekonomi di dalam hutan. Komoditas yang dimaksud ialah tanaman buah-buahan.

“Rencananya kami akan tanam nangka dan juwet lebih banyak lagi di areal hutan. Pertimbangannya sederhana. Tanaman ini bisa mengikat air lebih banyak. Lebah menyukai nektar tanaman ini, buahnya juga bisa dipanen,” jelas Yudi.

Dengan menanam tanaman itu, ia meyakini ada beberapa manfaat yang didapat. Pertama, hutan menjadi lebih rapat. Lebah juga bisa berkoloni di areal hutan, sehingga masyarakat dapat memanen madu dari lebah hutan. Buah juga bisa dipanen masyarakat.

“Akan ada dampak ekonomi yang berputar di sana. Warga merasakan manfaat ekonomi di sana, jadi mereka akan mengesampingkan upaya-upaya untuk merambah hutan mencuri kayu. Jadi dalam jangka panjang, hutan kita akan semakin terjaga,” jelasnya.

Sementara itu Kasi Penyuluhan Kehutanan dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Bali, Hesti Sagiri mengatakan, izin HPHD dapat digunakan seluas-luasnya untuk keberlangsungan ekonomi masyarakat. Dengan catatan tanaman keras yang ada di sana tak boleh ditebang, lalu kayunya diambil untuk dijual.

“Mereka boleh menanam buah, boleh menanam tanaman pangan di sana. Yang penting tidak menebang pohon dan mengambil kayunya. Kalau Desa Tembok selama ini sudah dikenal dengan tanaman mete, di dalam hutan itu juga boleh ditanami mete. Nanti buahnya diambil, ya silahkan. Asal pohonnya jangan ditebang,” ujar Hesti. 

SINGARAJA – Desa Tembok berkomitmen mengoptimalkan pengelolaan hutan desa. Pengelolaan itu diharapkan dapat mengurangi potensi perambahan hutan secara tak bertanggung jawab. 

Pengelolaan yang diserahkan pada desa juga diharapkan dapat memberikan potensi pendapatan bagi masyarakat setempat.

Desa Tembok tercatat telah mengantongi izin Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) sejak tahun 2019 lalu. Total luas lahan yang diserahkan pengelolaannya pada desa, mencapai 148 hektare.

Tak seluruhnya boleh dikelola sebagai hutan produksi. Dari luasan 148 hektare itu, hanya 94 hektare yang boleh dikelola sebagai hutan produksi. Sementara 54 hektare sisanya dikelola sebagai hutan lindung.

Perbekel Tembok Dewa Komang Yudi Astara mengatakan, hingga saat ini sudah ada 170 orang yang diizinkan melakukan aktivitas di hutan produksi. Aktivitas mereka terbatas untuk memelihara hutan serta memanen hasil hutan nonkayu.

Artinya mereka tak diizinkan menebang tanaman yang  ada di sana. Namun diizinkan mengambil hasil seperti buah-buahan yang ada.

Yudi mengungkapkan saat ini tanaman yang ada di areal hutan masih terbatas. Ada beberapa pohon mete yang tumbuh secara liar di sana. Begitu pula dengan tanaman nangka.

Dalam waktu dekat, desa berencana menanam komoditas yang memberikan manfaat ekonomi di dalam hutan. Komoditas yang dimaksud ialah tanaman buah-buahan.

“Rencananya kami akan tanam nangka dan juwet lebih banyak lagi di areal hutan. Pertimbangannya sederhana. Tanaman ini bisa mengikat air lebih banyak. Lebah menyukai nektar tanaman ini, buahnya juga bisa dipanen,” jelas Yudi.

Dengan menanam tanaman itu, ia meyakini ada beberapa manfaat yang didapat. Pertama, hutan menjadi lebih rapat. Lebah juga bisa berkoloni di areal hutan, sehingga masyarakat dapat memanen madu dari lebah hutan. Buah juga bisa dipanen masyarakat.

“Akan ada dampak ekonomi yang berputar di sana. Warga merasakan manfaat ekonomi di sana, jadi mereka akan mengesampingkan upaya-upaya untuk merambah hutan mencuri kayu. Jadi dalam jangka panjang, hutan kita akan semakin terjaga,” jelasnya.

Sementara itu Kasi Penyuluhan Kehutanan dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Bali, Hesti Sagiri mengatakan, izin HPHD dapat digunakan seluas-luasnya untuk keberlangsungan ekonomi masyarakat. Dengan catatan tanaman keras yang ada di sana tak boleh ditebang, lalu kayunya diambil untuk dijual.

“Mereka boleh menanam buah, boleh menanam tanaman pangan di sana. Yang penting tidak menebang pohon dan mengambil kayunya. Kalau Desa Tembok selama ini sudah dikenal dengan tanaman mete, di dalam hutan itu juga boleh ditanami mete. Nanti buahnya diambil, ya silahkan. Asal pohonnya jangan ditebang,” ujar Hesti. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/