SINGARAJA – Realisasi pajak daerah di Kabupaten Buleleng pada tahun 2020 lalu, mendekati target yang telah dipancang.
Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng berhasil merealisasikan pajak sebanyak 91,54 persen dari target.
Pada tahun 2020 lalu, BPKPD Buleleng memasang target realisasi pajak sebanyak Rp 129,18 miliar. Target itu dipasang setelah pemerintah melakukan refocusing anggaran.
Namun, pemerintah hanya berhasil mengumpulkan pendapatan pajak sebanyak Rp 118,25 miliar, atau sekitar 91,54 persen. Pemerintah hanya kekurangan sebanyak Rp 10,93 miliar saja untuk berhasil menembus target.
Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada mengatakan, realisasi pajak itu memang sedikit meleset dari target.
Saat refocusing anggaran pemerintah sebenarnya sudah menurunkan target pendapatan daerah dari sektor pajak.
Namun, memang ada beberapa sumber pendapatan pajak yang tak kunjung bisa naik, karena ekonomi belum pulih betul.
Sugiartha mengatakan selama 2020 lalu, pemerintah sebenarnya menitikberatkan potensi pendapatan dari sektor pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak bumi dan bangunan, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Dari empat sektor pajak itu, tiga diantaranya berhasil menembus target. Hanya pajak penerangan jalan saja yang gagal menembus target.
Dari target yang dipasang sebanyak Rp 48,03 miliar, realisasinya hanya Rp 39,5 miliar atau 82,26 persen dari target. Sugiartha menyebut penurunan itu berpengaruh pada kebijakan relaksasi pembayaran listrik.
“Kan dari pusat ada relaksasi listrik untuk pengguna listrik subsidi. Ini lumayan berpengaruh pada target pendapatan,” katanya.
Lebih lanjut Sugiartha mengatakan, pemerintah mengalami kedodoran dari sektor pajak hotel dan pajak restoran.
Semula pemerintah berharap sektor ini dapat melonjak pada akhir tahun, seiring dengan wacana kebijakan membuka penerbangan internasional.
Wacana ini sempat santer beredar pada bulan Agustus hingga September lalu. Faktanya, hingga kini penerbangan internasional tak kunjung dibuka.
Alhasil pendapatan pajak dari sektor yang terkait pariwisata tidak bisa mencapai 100 persen. Bahkan mencapai 80 peren pun tidak.
Pajak hotel misalnya, hanya terealisasi sebanyak Rp 8,58 miliar atau 61,9 persen dari target sebesar Rp 13,87 miliar.
Sementara pajak restoran hanya terealisasi sebanyak Rp 7,7 miliar atau 77,61 persen dari target Rp 9,98 miliar.
Sedangkan pajak hiburan hanya mencapai angka Rp 499,3 juta atau 59,53 persen dari target sebanyak Rp 838,82 juta.
“Setidaknya angka realisasi pajaknya bisa di atas 50 persen, dan itu sangat kami syukuri. Karena ada program We Love Bali kemarin itu,
rupanya cukup mendongkrak tingkat hunian. Ini juga berdampak pada realisasi pajak,” tukas Sugiartha.