DENPASAR – Penyidik Kejati Bali terus mengebut pemberkasan enam tersangka kasus korupsi aset tanah Negara milik Kejari Tabanan di Dauh Pala, Tabanan.
Penyidik kemarin memeriksa tiga orang saksi untuk enam orang tersangka. Enam orang tersangka itu adalah WS, NM, NS, IKG, PM dan MK.
“Untuk di Tabanan yang diperiksa tiga orang saksi. Mereka berasal dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto kemarin.
Menurut Luga, pemeriksaan tiga orang saksi dari BPN ini untuk enam orang tersangka dalam dua berkas perkara. “Pemeriksaan berjalan lancar,” bebernya.
Luga Harlianto memaparkan, dugaan korupsi aset negara berupa tanah kantor Kejari Tabanan ini sudah dimulai akhir 2020.
Kejari Tabanan memiliki aset berupa tanah kantor dengan status hak pakai di Jalan Gelgel, Dauhpala.
Tanah tersebut merupakan tanah pemberian dari Gubernur Bali untuk Kejaksaan Agung Cq Kejaksaan Tinggi Bali, untuk digunakan sebagai kantor dan rumah dinas Kejari Tabanan sejak tahun 1974.
Status tanah tersebut merupakan tanah negara sejak Desember 1968. Pada tanah tersebut telah dibangun kantor dan rumah dinas.
Sejak tahun 1997, Kantor Kejari Tabanan pindah ke lokasi saat ini, di Jalan PB Sudirman, wilayah Dangin Carik.
Nah, saat kantor Kejari Tabanan pindah, keluarga dari tersangka IKG, PM dan MK mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya.
Mereka lantas mendirikan bangunan secara bertahap berupa kos-kosan yang saat ini dikelola oleh IKG, PM dan MK. Ketiga orang ini kemudian telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Bali.
Selanjutnya pada 1999 terdapat keluarga WS, NM dan NS yang membangun rumah tinggal sementara di atas tanah tersebut
tanpa ada alas hak yang sah bedasarkan peraturan perundang-undangan. WS, NM dan NS membangun toko.
Perbuatan keenam tersangka melanggar pasal Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke 1.