25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:08 AM WIB

Masih Ada Tanah Belum Bersertifikat, Minta Pengalihan Aset RSS Dikebut

SINGARAJA – DPRD Buleleng meminta agar pemerintah segera menyelesaikan pengalihan Rumah Sangat Sederhana (RSS) Kayubuntil, di Lingkungan Kayubuntil Barat, Kelurahan Kampung Anyar.

Dewan dapat menyetujui dan memahami proses pengalihan itu, agar masyarakat mendapat kepastian hak kepemilikan terhadap aset tersebut.

Untuk menuntaskan masalah ini, DPRD Buleleng menggelar rapat khusus dipimpin Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna.

Rapat dihadiri perwakilan dari Kantor Pertanahan Buleleng, Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng, serta perwakilan masyarakat RSS Kayubuntil.

Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan pihaknya sengaja menggelar rapat tersebut. Sebab dewan membutuhkan informasi dan klarifikasi dari sejumlah pihak terkait aset RSS Kayubuntil tersebut.

Mengingat sejak tahun 2014 lalu muncul permasalahan di masyarakat. “Kami ingin agar masalah yang ada itu benar-benar klir sebelum kami memberikan persetujuan peralihan aset.

Kalau sudah sesuai regulasi dan tidak ada permasalahan, peralihan hak atas aset ini dapat kami setujui,” kata Supriatna.

Sementara itu pihak Kantor Pertanahan Buleleng menyebut ada 120 objek tanah yang ada di areal RSS Kayubuntil.

Seluruhnya telah diajukan guna mendapatkan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Namun masih ada 4 objek tanah yang belum bisa diterbitkan sertifikatnya.

Kepala Lingkungan Kayubuntil Barat Ketut Bukit mengakui memang ada 4 bidang tanah yang belum terbit sertifikatnya.

Sebanyak 2 bidang tanah berupa fasilitas umum. Yakni balai suka duka masyarakat dan balai posyandu. Sementara 2 bidang tanah lainnya terkendala karena pemilik yang terdaftar telah meninggal dunia.

“Ada dua rumah yang pemiliknya meninggal. Itu atas nama Gede Ampel dan Bu Sri. Kemarin memang sempat terkendala.

Hasil koordinasi kami, dapat menggunakan identitas ahli warisnya. Kami akan upayakan ini segera diurus,” kata Bukit.

Bukit juga mengaku warga dapat menerima nilai ganti rugi senilai Rp 8.477.000 per rumah. Nilai ganti rugi harus dibayar masyarakat pada pemerintah daerah.

Sesuai dengan perjanjian, nilai ganti rugi itu harus dilunasi paling lambat pada 3 April mendatang.

Sementara itu Kabid Pengelolaan Barang Milik Daerah Made Pasda Gunawan mengatakan, fasilitas umum berupa balai masyarakat akan diserahkan pada masyarakat.

Menurutnya, masyarakat dapat mengajukan permohonan oleh kelompok masyarakat. Selama dianggap memenuhi syarat penerima hibah, maka aset itu akan dihibahkan.

Khusus aset berupa balai posyandu akan tetap dipertahankan pemerintah. “Itu masih jadi fasilitas yang dinaungi pemerintah daerah. Maka asetnya tetap tercatat dalam aset pemerintah daerah,” kata Pasda.

Sekadar diketahui, sengketa RSS Kayubuntil sudah berlangsung sejak 1994 silam. Awalnya Bupati Buleleng Ketut Wirata Sindhu menerbitkan SK Nomor 580 Tahun 1994.

Dalam SK itu pemerintah memfasilitasi pembangunan RSS sebanyak 98 unit. Warga diberi hak untuk menghuni rumah itu, dengan biaya sewa sebanyak Rp 4.000 per bulan.

Setelah menyewa selama 20 tahun, warga dijanjikan mendapat hak kepemilikan atas rumah tersebut.

Faktanya saat itu tak ada warga yang membayar biaya sewa. Pada tahun 2015, warga pun memperjuangkan agar rumah itu dapat dialihkan hak kepemilikannya pada warga.

Belakangan pada tahun 2016, BPK RI Perwakilan Bali memasukkan RSS Kayubuntil dalam salah satu catatan pengelolaan aset yang harus segera diselesaikan.

Pemerintah mengklaim sudah melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan catatan tersebut.

Akhirnya pemerintah memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) pada Kejari Buleleng untuk memberikan pendampingan hukum dalam penyelesaian masalah RSS tersebut. 

SINGARAJA – DPRD Buleleng meminta agar pemerintah segera menyelesaikan pengalihan Rumah Sangat Sederhana (RSS) Kayubuntil, di Lingkungan Kayubuntil Barat, Kelurahan Kampung Anyar.

Dewan dapat menyetujui dan memahami proses pengalihan itu, agar masyarakat mendapat kepastian hak kepemilikan terhadap aset tersebut.

Untuk menuntaskan masalah ini, DPRD Buleleng menggelar rapat khusus dipimpin Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna.

Rapat dihadiri perwakilan dari Kantor Pertanahan Buleleng, Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng, serta perwakilan masyarakat RSS Kayubuntil.

Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan pihaknya sengaja menggelar rapat tersebut. Sebab dewan membutuhkan informasi dan klarifikasi dari sejumlah pihak terkait aset RSS Kayubuntil tersebut.

Mengingat sejak tahun 2014 lalu muncul permasalahan di masyarakat. “Kami ingin agar masalah yang ada itu benar-benar klir sebelum kami memberikan persetujuan peralihan aset.

Kalau sudah sesuai regulasi dan tidak ada permasalahan, peralihan hak atas aset ini dapat kami setujui,” kata Supriatna.

Sementara itu pihak Kantor Pertanahan Buleleng menyebut ada 120 objek tanah yang ada di areal RSS Kayubuntil.

Seluruhnya telah diajukan guna mendapatkan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Namun masih ada 4 objek tanah yang belum bisa diterbitkan sertifikatnya.

Kepala Lingkungan Kayubuntil Barat Ketut Bukit mengakui memang ada 4 bidang tanah yang belum terbit sertifikatnya.

Sebanyak 2 bidang tanah berupa fasilitas umum. Yakni balai suka duka masyarakat dan balai posyandu. Sementara 2 bidang tanah lainnya terkendala karena pemilik yang terdaftar telah meninggal dunia.

“Ada dua rumah yang pemiliknya meninggal. Itu atas nama Gede Ampel dan Bu Sri. Kemarin memang sempat terkendala.

Hasil koordinasi kami, dapat menggunakan identitas ahli warisnya. Kami akan upayakan ini segera diurus,” kata Bukit.

Bukit juga mengaku warga dapat menerima nilai ganti rugi senilai Rp 8.477.000 per rumah. Nilai ganti rugi harus dibayar masyarakat pada pemerintah daerah.

Sesuai dengan perjanjian, nilai ganti rugi itu harus dilunasi paling lambat pada 3 April mendatang.

Sementara itu Kabid Pengelolaan Barang Milik Daerah Made Pasda Gunawan mengatakan, fasilitas umum berupa balai masyarakat akan diserahkan pada masyarakat.

Menurutnya, masyarakat dapat mengajukan permohonan oleh kelompok masyarakat. Selama dianggap memenuhi syarat penerima hibah, maka aset itu akan dihibahkan.

Khusus aset berupa balai posyandu akan tetap dipertahankan pemerintah. “Itu masih jadi fasilitas yang dinaungi pemerintah daerah. Maka asetnya tetap tercatat dalam aset pemerintah daerah,” kata Pasda.

Sekadar diketahui, sengketa RSS Kayubuntil sudah berlangsung sejak 1994 silam. Awalnya Bupati Buleleng Ketut Wirata Sindhu menerbitkan SK Nomor 580 Tahun 1994.

Dalam SK itu pemerintah memfasilitasi pembangunan RSS sebanyak 98 unit. Warga diberi hak untuk menghuni rumah itu, dengan biaya sewa sebanyak Rp 4.000 per bulan.

Setelah menyewa selama 20 tahun, warga dijanjikan mendapat hak kepemilikan atas rumah tersebut.

Faktanya saat itu tak ada warga yang membayar biaya sewa. Pada tahun 2015, warga pun memperjuangkan agar rumah itu dapat dialihkan hak kepemilikannya pada warga.

Belakangan pada tahun 2016, BPK RI Perwakilan Bali memasukkan RSS Kayubuntil dalam salah satu catatan pengelolaan aset yang harus segera diselesaikan.

Pemerintah mengklaim sudah melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan catatan tersebut.

Akhirnya pemerintah memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) pada Kejari Buleleng untuk memberikan pendampingan hukum dalam penyelesaian masalah RSS tersebut. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/