29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:02 AM WIB

Tuntut Bagi-bagi Lahan 250 Ha, Pasang Spanduk Jumbo, Ini yang Terjadi

SINGARAJA – Para petani di Banjar Dinas Sendang Pasir, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, mendesak pemerintah melakukan

redistribusi lahan pada para petani penggarap lahan yang telah menempati wilayah Sendang Pasir selama turun temurun.

Utamanya lahan eks HGU I PT. Margarana yang kini diklaim penguasannya oleh Pemprov Bali. Sejak bertahun-tahun lalu, para petani di Sendang Pasir berjuang mendapatkan hak redistribusi tanah.

Mereka mengajukan lahan Eks HGU I Margarana sebagai objek reforma agraria. Total lahan yang diajukan sebagai objek reforma agraria mencapai 250 hektare.

Pada Rabu (17/3) sore, sejumlah petani di Sendang Pasir sempat melakukan aksi pemasangan spanduk.

Mereka memasang spanduk berukuran jumbo yang bertuliskan “Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Tanah Untuk Rakyat!! Laksanakan Reforma Agraria Sejati!!”.

Sayangnya tak sampai sehari, spanduk itu telah diturunkan oleh Trantib Kecamatan Gerokgak. Spanduk itu diturunkan sekitar pukul 14.30 Kamis (18/3) siang.

Camat Gerokgak Made Juartawan yang dihubungi dari Singaraja sore kemarin, membenarkan bahwa Trantib Kecamatan Gerokgak menurunkan spanduk tersebut.

Juartawan mengklaim spanduk diturunkan agar tak memicu keresahan di masyarakat. Ia menduga spanduk dipicu oleh permohonan serikat tani di Sendang Pasir yang meminta agar lahan tersebut masuk sebagai objek reforma agraria.

Sedangkan di sisi lain, Pemprov Bali mengklaim penguasaan atas lahan tersebut. Pemprov mengklaim seiring dengan terbitnya putusan Mahkamah Agung nomor 591PK/Pdt/2018 tertanggal 10 Agustus 2018 lalu.

“Pemprov menyatakan bahwa itu bukan tanah negara bebas. Kebetulan hari ini juga ada rapat di Denpasar berkenaan dengan hal tersebut.

Apakah ada kaitannya dengan itu, kami belum tahu. Memang ini masalahnya sudah lama sekali,” kata Juartawan.

Lantaran dianggap meresahkan, Juartawan menyatakan Trantib Kecamatan Gerokgak memilih menurunkan spanduk tersebut. Proses penurunan spanduk itu juga disaksikan Polsek Gerokgak dan Koramil Gerokgak.

“Sebenarnya bukan kali ini saja ada pemasangan spanduk. Tahun lalu juga ada. Tapi biar tidak menambah keresahan di masyarakat, kami turunkan saja dulu.

Permasalahan agrarianya, itu kan ada di pemerintah provinsi. Karena kami dengar, pemprov pun ingin agar ini segera selesai,” katanya.

Perbekel Pemuteran Nyoman Arnawa mengaku tak mengetahui secara pasti siapa yang memasang spanduk tersebut.

Ia mengaku baru mengetahui informasi pemasangan spanduk itu pada Rabu sore. Saat ia mendatangi lokasi, spanduk telah berdiri tegak.

Ia menyebut ada seratusan kepala keluarga yang bermukim di kawasan tersebut. Mereka sudah mengelola lahan di sana selama bertahun-tahun.

Komoditas yang dihasilkan pun beragam. Mulai dari jagung, cabai, dan rumput gajah. “Memang yang di sana itu warga kami juga. Tapi untuk pemasangan spanduk itu kemarin,

kami juga belum dapat informasi. Karena tadi dari trantib kecamatan yang menurunkan, ya sudah silakan saja. Kami hanya tidak ingin terjadi benturan di masyarakat terkait persoalan ini,” kata Arnawa. 

SINGARAJA – Para petani di Banjar Dinas Sendang Pasir, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, mendesak pemerintah melakukan

redistribusi lahan pada para petani penggarap lahan yang telah menempati wilayah Sendang Pasir selama turun temurun.

Utamanya lahan eks HGU I PT. Margarana yang kini diklaim penguasannya oleh Pemprov Bali. Sejak bertahun-tahun lalu, para petani di Sendang Pasir berjuang mendapatkan hak redistribusi tanah.

Mereka mengajukan lahan Eks HGU I Margarana sebagai objek reforma agraria. Total lahan yang diajukan sebagai objek reforma agraria mencapai 250 hektare.

Pada Rabu (17/3) sore, sejumlah petani di Sendang Pasir sempat melakukan aksi pemasangan spanduk.

Mereka memasang spanduk berukuran jumbo yang bertuliskan “Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Tanah Untuk Rakyat!! Laksanakan Reforma Agraria Sejati!!”.

Sayangnya tak sampai sehari, spanduk itu telah diturunkan oleh Trantib Kecamatan Gerokgak. Spanduk itu diturunkan sekitar pukul 14.30 Kamis (18/3) siang.

Camat Gerokgak Made Juartawan yang dihubungi dari Singaraja sore kemarin, membenarkan bahwa Trantib Kecamatan Gerokgak menurunkan spanduk tersebut.

Juartawan mengklaim spanduk diturunkan agar tak memicu keresahan di masyarakat. Ia menduga spanduk dipicu oleh permohonan serikat tani di Sendang Pasir yang meminta agar lahan tersebut masuk sebagai objek reforma agraria.

Sedangkan di sisi lain, Pemprov Bali mengklaim penguasaan atas lahan tersebut. Pemprov mengklaim seiring dengan terbitnya putusan Mahkamah Agung nomor 591PK/Pdt/2018 tertanggal 10 Agustus 2018 lalu.

“Pemprov menyatakan bahwa itu bukan tanah negara bebas. Kebetulan hari ini juga ada rapat di Denpasar berkenaan dengan hal tersebut.

Apakah ada kaitannya dengan itu, kami belum tahu. Memang ini masalahnya sudah lama sekali,” kata Juartawan.

Lantaran dianggap meresahkan, Juartawan menyatakan Trantib Kecamatan Gerokgak memilih menurunkan spanduk tersebut. Proses penurunan spanduk itu juga disaksikan Polsek Gerokgak dan Koramil Gerokgak.

“Sebenarnya bukan kali ini saja ada pemasangan spanduk. Tahun lalu juga ada. Tapi biar tidak menambah keresahan di masyarakat, kami turunkan saja dulu.

Permasalahan agrarianya, itu kan ada di pemerintah provinsi. Karena kami dengar, pemprov pun ingin agar ini segera selesai,” katanya.

Perbekel Pemuteran Nyoman Arnawa mengaku tak mengetahui secara pasti siapa yang memasang spanduk tersebut.

Ia mengaku baru mengetahui informasi pemasangan spanduk itu pada Rabu sore. Saat ia mendatangi lokasi, spanduk telah berdiri tegak.

Ia menyebut ada seratusan kepala keluarga yang bermukim di kawasan tersebut. Mereka sudah mengelola lahan di sana selama bertahun-tahun.

Komoditas yang dihasilkan pun beragam. Mulai dari jagung, cabai, dan rumput gajah. “Memang yang di sana itu warga kami juga. Tapi untuk pemasangan spanduk itu kemarin,

kami juga belum dapat informasi. Karena tadi dari trantib kecamatan yang menurunkan, ya sudah silakan saja. Kami hanya tidak ingin terjadi benturan di masyarakat terkait persoalan ini,” kata Arnawa. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/