25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:30 AM WIB

KABAR DUKA! Koma 5 Hari, Balita Pengidap Hirschprung Meninggal Dunia

Ketut Sri Adi Karlinda, bayi yang baru berusia tiga bulan itu, pergi untuk selamanya. Karlinda tutup usia, setelah alat bantu medis tak lagi mampu menunjang hidupnya.

 

EKA PRASETYA, Singaraja 

SELASA (30/3) siang, hujan lebat mengguyur Buleleng. Cuaca mendung itu juga menyelimuti rumah yang terletak di Banjar Dinas Tangeb, Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar.

Rumah itu dihuni oleh keluarga pasangan suami istri Putu Budayasa, 40, dan Sang Ayu Komang Sugiani, 37.

Budayasa dan Komang Sugiani adalah orang tua dari bayi Ketut Sri Adi Karlinda. Bayi berusia 3 bulan yang mengalami penyakit pencernaan yang disebut hirschprung.

Saat Jawa Pos Radar Bali bertandang ke rumah itu siang kemarin, sejumlah tenda telah berdiri tegak. Beberapa orang sanak keluarga terlihat sibuk menyiapkan sarana upakara untuk keperluan upacara penguburan.

Di halaman, terlihat dua buah bale asagan yang disiapkan bagi para pelayat yang bertandang. Ketika kami datang, Budayasa dan Komang Sugiani langsung menyambut.

Wajah keduanya terlihat murung. Mereka juga terlihat lebih tegar, dibandingkan saat Jawa Pos Radar Bali bertemu mereka di RSUD Buleleng pada Sabtu (79/3) lalu.

Bayi Karlinda tutup usia pada pukul 01.00 Selasa (30/3) dini hari di Ruang NICU RSUD Buleleng. Karlinda meninggal dengan diagnose klinis pneumonia berat dan suspect hirschprung.

Ia meninggal setelah berjuang melawan koma selama 5 hari terakhir. Sugiani menyebut kondisi anaknya sudah menurun sejak pukul 21.00 malam, Senin (29/3) lalu.

Saat itu anak bungsunya itu tak lagi merespon alat bantu medis yang terpasang di tubuhnya. Baik itu alat bantu nafas, maupun alat pemantau kondisi vital.

Dalam kondisi lelah dan cemas, ia dan suaminya memilih beristirahat sejenak. Tiba-tiba pukul 01.00 Selasa dini hari ia terbangun.

“Tiba-tiba terkesyab (kaget, Red). Langsung saya mencari anak saya ke dalam. Waktu itu perawat memanggil dan bilang anak saya sudah tidak ada,” cerita Sugiani.

Setelah dinyatakan meninggal, pasangan suami istri ini langsung menghubungi pihak keluarga. Bayi sempat disemayamkan selama beberapa jam di Ruang NICU RSUD Buleleng.

“Baru jam 06.30 tadi pagi sampai di rumah,” timpal Putu Budayasa. Begitu sampai di rumah duka, bayi langsung disemayamkan di ruang tamu.

Dalam proses perawatan, kondisi bayi Karlinda sempat menurun. Kulit bayi sempat menguning, sehingga harus diberikan sinar.

“Parahnya itu pneumonia. Karena saat lahir itu sungsang. Kemungkinan air ketubannya masuk ke paru-paru,” ungkap Sugiani.

Bayi Karlinda kemudian dimakamkan di Setra Gandamayu Desa Pakraman Banjar pada pukul 18.00 sore kemarin (30/3). Rencananya pihak keluarga akan menggelar upacara ngerorasin, 12 hari setelah pemakaman tuntas.

Sementara itu, Kasi Pelayanan Anak dan Lansia Dinas Sosial Buleleng, Niken Puji Astuti Tri Utami mengungkapkan, para relawan sosial telah berhasil mengumpulkan donasi sebanyak Rp 64 juta.

Tadinya biaya itu hendak digunakan untuk biaya operasi bayi Karlinda. Namun karena kenyataan berkata lain, uang donasi itu digunakan untuk biaya perawatan,

bekal orang tua selama di rumah sakit, biaya penguburan, serta tabungan untuk biaya sekolah kakak-kakak bayi Karlinda.

Sementara sisanya akan digunakan untuk membantu biaya pengobatan bayi berkelamin ganda di Desa Sepang.

“Mudah-mudahan ini bisa meringankan beban orang tua. Apalagi di musim pandemi ini, orangtua Karlinda sedang kesusahan ekonomi,

karena usaha mebel kayunya tidak jalan. Minimal untuk pemenuhan kebutuhan anak-anak mereka yang masih butuh pendidikan,” ujar Niken.

Seperti diberitakan sebelumnya bayi Karlinda yang diduga mengalami hirschprung, dirawat di RSUD Buleleng sejak Kamis (25/3) pekan lalu.

Bayi sempat dirawat di Ruang Sakura RSUD Buleleng. Saat perawatan bayi sempat mengalami koma, sehingga harus

dipindahkan perawatannya ke Ruang NICU. Setelah dirawat selama 6 hari, bayi itu menghembuskan nafas terakhirnya. (*)

 

 

Ketut Sri Adi Karlinda, bayi yang baru berusia tiga bulan itu, pergi untuk selamanya. Karlinda tutup usia, setelah alat bantu medis tak lagi mampu menunjang hidupnya.

 

EKA PRASETYA, Singaraja 

SELASA (30/3) siang, hujan lebat mengguyur Buleleng. Cuaca mendung itu juga menyelimuti rumah yang terletak di Banjar Dinas Tangeb, Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar.

Rumah itu dihuni oleh keluarga pasangan suami istri Putu Budayasa, 40, dan Sang Ayu Komang Sugiani, 37.

Budayasa dan Komang Sugiani adalah orang tua dari bayi Ketut Sri Adi Karlinda. Bayi berusia 3 bulan yang mengalami penyakit pencernaan yang disebut hirschprung.

Saat Jawa Pos Radar Bali bertandang ke rumah itu siang kemarin, sejumlah tenda telah berdiri tegak. Beberapa orang sanak keluarga terlihat sibuk menyiapkan sarana upakara untuk keperluan upacara penguburan.

Di halaman, terlihat dua buah bale asagan yang disiapkan bagi para pelayat yang bertandang. Ketika kami datang, Budayasa dan Komang Sugiani langsung menyambut.

Wajah keduanya terlihat murung. Mereka juga terlihat lebih tegar, dibandingkan saat Jawa Pos Radar Bali bertemu mereka di RSUD Buleleng pada Sabtu (79/3) lalu.

Bayi Karlinda tutup usia pada pukul 01.00 Selasa (30/3) dini hari di Ruang NICU RSUD Buleleng. Karlinda meninggal dengan diagnose klinis pneumonia berat dan suspect hirschprung.

Ia meninggal setelah berjuang melawan koma selama 5 hari terakhir. Sugiani menyebut kondisi anaknya sudah menurun sejak pukul 21.00 malam, Senin (29/3) lalu.

Saat itu anak bungsunya itu tak lagi merespon alat bantu medis yang terpasang di tubuhnya. Baik itu alat bantu nafas, maupun alat pemantau kondisi vital.

Dalam kondisi lelah dan cemas, ia dan suaminya memilih beristirahat sejenak. Tiba-tiba pukul 01.00 Selasa dini hari ia terbangun.

“Tiba-tiba terkesyab (kaget, Red). Langsung saya mencari anak saya ke dalam. Waktu itu perawat memanggil dan bilang anak saya sudah tidak ada,” cerita Sugiani.

Setelah dinyatakan meninggal, pasangan suami istri ini langsung menghubungi pihak keluarga. Bayi sempat disemayamkan selama beberapa jam di Ruang NICU RSUD Buleleng.

“Baru jam 06.30 tadi pagi sampai di rumah,” timpal Putu Budayasa. Begitu sampai di rumah duka, bayi langsung disemayamkan di ruang tamu.

Dalam proses perawatan, kondisi bayi Karlinda sempat menurun. Kulit bayi sempat menguning, sehingga harus diberikan sinar.

“Parahnya itu pneumonia. Karena saat lahir itu sungsang. Kemungkinan air ketubannya masuk ke paru-paru,” ungkap Sugiani.

Bayi Karlinda kemudian dimakamkan di Setra Gandamayu Desa Pakraman Banjar pada pukul 18.00 sore kemarin (30/3). Rencananya pihak keluarga akan menggelar upacara ngerorasin, 12 hari setelah pemakaman tuntas.

Sementara itu, Kasi Pelayanan Anak dan Lansia Dinas Sosial Buleleng, Niken Puji Astuti Tri Utami mengungkapkan, para relawan sosial telah berhasil mengumpulkan donasi sebanyak Rp 64 juta.

Tadinya biaya itu hendak digunakan untuk biaya operasi bayi Karlinda. Namun karena kenyataan berkata lain, uang donasi itu digunakan untuk biaya perawatan,

bekal orang tua selama di rumah sakit, biaya penguburan, serta tabungan untuk biaya sekolah kakak-kakak bayi Karlinda.

Sementara sisanya akan digunakan untuk membantu biaya pengobatan bayi berkelamin ganda di Desa Sepang.

“Mudah-mudahan ini bisa meringankan beban orang tua. Apalagi di musim pandemi ini, orangtua Karlinda sedang kesusahan ekonomi,

karena usaha mebel kayunya tidak jalan. Minimal untuk pemenuhan kebutuhan anak-anak mereka yang masih butuh pendidikan,” ujar Niken.

Seperti diberitakan sebelumnya bayi Karlinda yang diduga mengalami hirschprung, dirawat di RSUD Buleleng sejak Kamis (25/3) pekan lalu.

Bayi sempat dirawat di Ruang Sakura RSUD Buleleng. Saat perawatan bayi sempat mengalami koma, sehingga harus

dipindahkan perawatannya ke Ruang NICU. Setelah dirawat selama 6 hari, bayi itu menghembuskan nafas terakhirnya. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/