28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 20:11 PM WIB

Kejaksaan Cium Indikasi Kebocoran Pengelolaan APBDes di Desa Lain

RadarBali.com – Kejaksaan Negeri Singaraja mencium adanya indikasi kebocoran-kebocoran lain dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Kabupaten Buleleng.

Kuat dugaan kebocoran dana desa itu telah berjalan sejak tahun 2012 lalu. Hal itu diungkapkan Kasi Pidsus Kejari Singaraja, Indra Harvianto Saleh, saat ditemui di ruang kerjanya.

Munculnya indikasi kebocoran itu, kian menguatkan sinyalemen bahwa kejaksaan juga tengah mengincar perbekel lain di Buleleng, yang diduga menilep dana APBDes.

Menurut Indra, dengan melihat dari kondisi pengelolaan anggaran dalam lima tahun terakhir, ia mencium indikasi ada banyak kebocoran dalam pengelolaan dana desa.

Ia mencontohkan dalam pengelolaan APBDes yang dilakukan Perbekel Dencarik I Made Suteja pada tahun 2012 lalu.

Indra menjelaskan, saat tahun 2012 lalu, pihak desa melakukan pembangunan pasar desa. Begitu pembangunan pasar usai, pemerintah desa masih menyisakan utang kepada kontraktor.

Semestinya utang itu dilunasi pada tahun 2013 atau selambat-lambatnya pada tahun 2014. Nyatanya, utang baru dibayar pada 2015.

“Kalau melihat dari kondisi yang sekarang itu, banyak ada indikasi-indikasi kebocoran. Sejak tahun 2012,” kata Indra.

Ia mengingatkan dalam aturan pengelolaan dana desa, perbekel tidak boleh melakukan pungutan-pungutan di luar hal yang diatur dalam peraturan desa.

“Kalau sumbangan boleh diterima. Tapi nilainya tidak dipatok. Karena di dalam nomenklatur, ada poin sumbangan lain-lain yang sah. Itu dapat diterima,” tegasnya.

Lebih lanjut Indra mengatakan, dalam proses penegakan hukum, penyidik di Kejari Singaraja bekerja berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Ia menegaskan tidak ada pengaruh-pengaruh politik yang muncul. Hal itu sekaligus membantah sinyalemen bahwa penetapan Perbekel Dencarik I Made Suteja sebagai tersangka,

berkaitan dengan gagalnya proyek pengadaan buku senilai Rp 6,7 miliar yang sempat menyeret nama lembaga Kejari Singaraja.

“Tidak ada pengaruh politik atau pengaruh yang lain. Setelah kami teliti, memang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi.

Apalagi kami punya dua alat bukti cukup. Saya tidak pernah mengaitkan dengan hal tersebut (proyek pengadaan buku, Red).

Kalau itu memang berkembang di masyarakat, bisa ditanyakan pada para pihak yang terlibat. Saya tidak dalam posisi itu,” tandasnya.

RadarBali.com – Kejaksaan Negeri Singaraja mencium adanya indikasi kebocoran-kebocoran lain dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Kabupaten Buleleng.

Kuat dugaan kebocoran dana desa itu telah berjalan sejak tahun 2012 lalu. Hal itu diungkapkan Kasi Pidsus Kejari Singaraja, Indra Harvianto Saleh, saat ditemui di ruang kerjanya.

Munculnya indikasi kebocoran itu, kian menguatkan sinyalemen bahwa kejaksaan juga tengah mengincar perbekel lain di Buleleng, yang diduga menilep dana APBDes.

Menurut Indra, dengan melihat dari kondisi pengelolaan anggaran dalam lima tahun terakhir, ia mencium indikasi ada banyak kebocoran dalam pengelolaan dana desa.

Ia mencontohkan dalam pengelolaan APBDes yang dilakukan Perbekel Dencarik I Made Suteja pada tahun 2012 lalu.

Indra menjelaskan, saat tahun 2012 lalu, pihak desa melakukan pembangunan pasar desa. Begitu pembangunan pasar usai, pemerintah desa masih menyisakan utang kepada kontraktor.

Semestinya utang itu dilunasi pada tahun 2013 atau selambat-lambatnya pada tahun 2014. Nyatanya, utang baru dibayar pada 2015.

“Kalau melihat dari kondisi yang sekarang itu, banyak ada indikasi-indikasi kebocoran. Sejak tahun 2012,” kata Indra.

Ia mengingatkan dalam aturan pengelolaan dana desa, perbekel tidak boleh melakukan pungutan-pungutan di luar hal yang diatur dalam peraturan desa.

“Kalau sumbangan boleh diterima. Tapi nilainya tidak dipatok. Karena di dalam nomenklatur, ada poin sumbangan lain-lain yang sah. Itu dapat diterima,” tegasnya.

Lebih lanjut Indra mengatakan, dalam proses penegakan hukum, penyidik di Kejari Singaraja bekerja berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Ia menegaskan tidak ada pengaruh-pengaruh politik yang muncul. Hal itu sekaligus membantah sinyalemen bahwa penetapan Perbekel Dencarik I Made Suteja sebagai tersangka,

berkaitan dengan gagalnya proyek pengadaan buku senilai Rp 6,7 miliar yang sempat menyeret nama lembaga Kejari Singaraja.

“Tidak ada pengaruh politik atau pengaruh yang lain. Setelah kami teliti, memang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi.

Apalagi kami punya dua alat bukti cukup. Saya tidak pernah mengaitkan dengan hal tersebut (proyek pengadaan buku, Red).

Kalau itu memang berkembang di masyarakat, bisa ditanyakan pada para pihak yang terlibat. Saya tidak dalam posisi itu,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/