RadarBali.com – Kasus yang menjerat mantan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Desa Tulikup Dewa Putu Suartana kini telah memasuki tahap II pada Rabu (22/11) kemarin.
Suartana beserta barang bukti kemarin dicek kembali untuk selanjutnya bersiap menghadapi sidang di Pengadilan Tipikor.
Tak hanya berhenti di Suartana, Kejari Gianyar telah menyiapkan sasaran baru dengan membidik kelompok Program Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Desa Tulikup, yang diduga juga melakukan penyelewengan dana puluhan juta rupiah.
PUAP ini masih ada hubungannya dengan tersangka Dewa Suartana. Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Gianyar, Made Endra Arianto mengatakan,
dalam tahap II kasus yang menyeret mantan PPL itu telah dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Kejari ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tersangka akan dijerat melakukan tindak pidana korupsi senilai Rp 70 juta karena diduga melanggar Pasal 2, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Subsidier Pasal 3, Jo Pasal 18 UU Tipikor.
“Setelah diperiksa kembali kurang lebih 30 menit, tersangka oleh JPU lantas ditahan di tingkat penuntutan selama 20 hari di rutan Gianyar,” ujar Endra Arianto, kemarin.
Mengenai kelompok PUAP Tulikup, Endra mengakatan kelompok ini diduga juga melakukan penyelewengan dana mencapai puluhan juta rupiah.
“Kalau yang ini kasusnya diduga pengadaan sarana pertanian,” ujarnya. Made Endra Arianto yang sudah mulai melakukan penyelidikan memastikan bisa menyeret tersangka dalam kasus ini.
Namun karena masih penyelidikan jaksa asal Jembrana itu menyarankan agar pihak terkait segera melakukan pengembalian.
“Karena ini masih penyelidikan maka kami persilakan dulu mereka melakukan pengembalian, kalau belum juga kami bawa ini masuk kepenyidikan, kalau sudah penyidikan tidak ada kompromi,” pintanya.
Sebagaimana diketahui dalam berita sebelumnya, penyidikan terhadap tersangka Dewa Suartana ini berawal dari penelusuran pembukuan keuangan 2009-2011 pada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Tulikup.
Dalam Gapoktan itu, terdapat dua kelompok turunan. Pertama Program Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) berfungsi sebagai tempat meminjam uang.
Turunan kedua, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) berfungsi untuk membeli beras dan gabah petani.
Lalu pada 2009, organisasi PUAP ini belum memperoleh dana dari pusat. Akhirnya pihak PUAP memercayai Dewa Suartana selaku PPL untuk meminjam dana sementara dari organisasi kedua, LDPM.
Dana pertama yang diambil Rp 30 juta, namun hanya dibelikan beras Rp 13 juta saja. Kemudian, setelah PUAP dapat dana,
Dewa Suartana kembali mengambil dana Rp 60 juta dari PUAP. Jadi yang diambil sekitar Rp 70 juta.