DENPASAR– Terdakwa Aldio Putra Prawira dituntut pidana penjara selama 1,5 tahun oleh JPU Kejati Bali. Dalam tuntutannya, JPU menilai terdakwa terbukti melakukan penipuan. Aldio mengaku bisa memuluskan penerimaan CPNS di Kementerian Keuangan.
Dari aksi penipuannya itu, pria 30 tahun yang bekerja sebagai karyawan swasta itu berhasil meraup Rp200 juta. Korban dalam kasus ini adalah I Kadek Indra. “Tuntutan sudah dibacakan, JPU menuntut terdakwa dengan 1,5 tahun penjara,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto, Senin (3/1).
Dalam tuntutannya, perbuatan terdakwa dianggap memenuhi unsur pidana melakukan penipuan. “Untuk pasalnya kami kenakan Pasal 378 KUHP,” tukas Luga.
Terdakwa kelahiran Badung, 20 Juli 1991, itu mengaku mampu meluluskan saksi korban sebagai CPNS di Kemetrian Keuangan Dirjen Bea dan Cukai melalui jalur khusus. Untuk meyakinkan korban, terdakwa juga mengaku dirinya sebagai pejabat golongan tinggi di Kementerian Keuangan.
Dijelaskan dalam dakwaan, berawal pada Desember 2016, saksi korban Indra mendapat informasi dari saksi I Gede Bagus Nugraha bahwa terdakwa mampu meluluskan sebagai CPNS di Kemetrian Keuangan Dirjen Bea dan Cukai.
Saksi korban menemui terdakwa di rumah dinasnya di Perumahan Graha Permai Indah, Desa Dalung, Kuta Utara, Badung. Untuk lulus PNS “jalur khusus” itu syaratnya harus menyertakan jaminan uang sebesar Rp200 juta. Apabila dalam tenggang waktu enam bulan tidak benar bekerja sebagai PNS, maka uang sepenuhnya dikembalikan.
“Saat pertemuan itu, terdakwa menyampaikan bahwa ada penerimaan PNS di Kemetrian Keuangan melalui jalur khusus yang hanya dicari beberapa orang saja,” beber Luga.
Korban selanjutnya memberitahukan informasi tersebut. Pihak keluarga korban pun menyetujui dan memberikan izin. Saksi korban kemudian menyiapkan dana awal sebesar Rp30 juta. Dana tersebut ditransfer langsung ke nomor rekening BRI 212201000143567 atas nama Aldio Putra Perwira pada 29 Desember 2016. Uang ditransfer melalui BRI cabang Tabanan.
Pada Januari 2017, saksi korban bertemu dengan terdakwa di rumahnya. Terdakwa menyuruh saksi korban menandatangani surat pernyataan tertanggal 24 Januari 2017 terkait bersedia untuk mengikuti pendidikan PNS.
Terdakwa juga meminta menyiapkan dana tahap selanjutnya.
Pada 30 Januari 2017, saksi korban kembali mentransfer uang Rp100 juta. Selanjutnya, pada Februari 2017, saksi korban kembali menemui terdakwa untuk pembayaran tahap ketiga sebesar Rp70 juta. Pembayaran harus dilakukan karena pendidikan CPNS akan dilakukan pada tanggal 27 Februari-27 Mei 2017.
Beberapa hari kemudian saksi korban menemui terdakwa di Jalan Raya Sesetan, Gang Petani, Denpasar Selatan menyerahkan uang sebesar Rp70 juta secara tunai dan dibuatkan kuitansi.
Setelah waktu berlalu, janji sebagai CPNS ternyata tidak terbukti. Terdakwa tidak bisa membuktikan kepada saksi korban bisa meluluskan sebagai CPNS di Kementrian Keuangan Dirjen Bea dan Cukai. “Terdakwa juga tidak mengembalikan uang saksi korban,” tukas Luga.