25.6 C
Jakarta
24 November 2024, 3:59 AM WIB

Kasus Kematian Ibu Hamil Melonjak Tajam, Pemkab: Gegara Varian Delta

SINGARAJA– Kasus kematian pada ibu hamil dan ibu melahirkan di Buleleng melonjak tajam. Pemerintah menuding pandemi covid-19 menjadi penyebab melonjaknya kasus tersebut. Terutama saat varian delta merebak pada pertengahan tahun 2021 lalu.

 

Angka kematian ibu hamil dan ibu melahirkan di Buleleng sebenarnya sangat minim. Sejak tahun 2017, kasus kematian ibu hamil dan melahirkan selalu di bawah sepuluh kasus. Pada tahun 2020 misalnya, hanya ada tujuh kasus kematian yang tercatat.

Namun pada tahun 2021, kasus kematian ibu hamil dan melahirkan melonjak. Dinas Kesehatan Buleleng mencatat ada 27 kasus kematian. Dari puluhan kasus itu, sebanyak 17 kasus kematian dipicu covid-19. Sementara empat kasus lainnya akibat penyakit bawaan, tiga kasus akibat pendarahan, dua kasus karena gangguan metabolik, dan satu kasus gegara emboli.

 

Wakil Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra, mengakui kasus kematian ibu hamil dan melahirkan di Buleleng mendadak melonjak tajam. Ia menduga lonjakan kasus saat varian delta masuk di Buleleng pada pertengahan tahun 2021 lalu, menjadi pemicu utama lonjakan kasus. “Karena saat itu delta penyebarannya cepat dan fatalitas tinggi. Saat cek, ternyata positif. Belum sempat diambil tindakan, tiba-tiba langsung kolaps dan tidak bisa ditolong,” kata Sutjidra saat ditemui Selasa (2/8).

 

Menurutnya potensi kematian ibu hamil dan ibu melahirkan memang kian tinggi pada masa pandemi. Sebab mereka masuk dalam kategori risiko tinggi. Terlebih lagi ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit bawaan seperti asma, jantung, hipertensi, serta diabetes.

Sutjidra telah menginstruksikan Dinas Kesehatan Buleleng mengubah pola penanganan pada masa pandemi. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) wajib memiliki peta ibu hamil. Khusus ibu hamil risiko tinggi, diberi tanda bendera merah. Petugas kesehatan juga wajib mengontrol kondisi ibu tersebut tiap dua pekan.

 

“USG juga harus rutin. Kalau biasanya 2-3 bulan sekali, ditingkatkan jadi sebulan sekali. Saat tiga bulan terakhir juga harus lebih intens pengawasannya. Selain itu pola hidup bersih sehat juga harus diterapkan. Karena ibu hamil itu daya tahan tubuhnya menurun, sehingga rentan sekali kena penyakit. Apalagi yang disebabkan virus,” jelas Sutjidra.

Ia juga meminta agar petugas kesehatan jemput bola. Sebab pada masa pandemi ada kecenderungan ibu hamil takut datang ke fasilitas kesehatan. Sehingga upaya skrining dan pencegahan pada ibu hamil risiko tinggi menjadi kurang optimal. (eps)

 

 

SINGARAJA– Kasus kematian pada ibu hamil dan ibu melahirkan di Buleleng melonjak tajam. Pemerintah menuding pandemi covid-19 menjadi penyebab melonjaknya kasus tersebut. Terutama saat varian delta merebak pada pertengahan tahun 2021 lalu.

 

Angka kematian ibu hamil dan ibu melahirkan di Buleleng sebenarnya sangat minim. Sejak tahun 2017, kasus kematian ibu hamil dan melahirkan selalu di bawah sepuluh kasus. Pada tahun 2020 misalnya, hanya ada tujuh kasus kematian yang tercatat.

Namun pada tahun 2021, kasus kematian ibu hamil dan melahirkan melonjak. Dinas Kesehatan Buleleng mencatat ada 27 kasus kematian. Dari puluhan kasus itu, sebanyak 17 kasus kematian dipicu covid-19. Sementara empat kasus lainnya akibat penyakit bawaan, tiga kasus akibat pendarahan, dua kasus karena gangguan metabolik, dan satu kasus gegara emboli.

 

Wakil Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra, mengakui kasus kematian ibu hamil dan melahirkan di Buleleng mendadak melonjak tajam. Ia menduga lonjakan kasus saat varian delta masuk di Buleleng pada pertengahan tahun 2021 lalu, menjadi pemicu utama lonjakan kasus. “Karena saat itu delta penyebarannya cepat dan fatalitas tinggi. Saat cek, ternyata positif. Belum sempat diambil tindakan, tiba-tiba langsung kolaps dan tidak bisa ditolong,” kata Sutjidra saat ditemui Selasa (2/8).

 

Menurutnya potensi kematian ibu hamil dan ibu melahirkan memang kian tinggi pada masa pandemi. Sebab mereka masuk dalam kategori risiko tinggi. Terlebih lagi ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit bawaan seperti asma, jantung, hipertensi, serta diabetes.

Sutjidra telah menginstruksikan Dinas Kesehatan Buleleng mengubah pola penanganan pada masa pandemi. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) wajib memiliki peta ibu hamil. Khusus ibu hamil risiko tinggi, diberi tanda bendera merah. Petugas kesehatan juga wajib mengontrol kondisi ibu tersebut tiap dua pekan.

 

“USG juga harus rutin. Kalau biasanya 2-3 bulan sekali, ditingkatkan jadi sebulan sekali. Saat tiga bulan terakhir juga harus lebih intens pengawasannya. Selain itu pola hidup bersih sehat juga harus diterapkan. Karena ibu hamil itu daya tahan tubuhnya menurun, sehingga rentan sekali kena penyakit. Apalagi yang disebabkan virus,” jelas Sutjidra.

Ia juga meminta agar petugas kesehatan jemput bola. Sebab pada masa pandemi ada kecenderungan ibu hamil takut datang ke fasilitas kesehatan. Sehingga upaya skrining dan pencegahan pada ibu hamil risiko tinggi menjadi kurang optimal. (eps)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/