27.1 C
Jakarta
21 November 2024, 23:59 PM WIB

Peta Lahan Pangan Dilindungi Tumpang Tindih, Berdampak pada Investasi

SINGARAJA– Peta kawasan yang terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) diduga dalam kondisi tumpang tindih. Hal itu akan memberikan dampak negatif bagi iklim investasi. Sebab tak ada kepastian soal kawasan yang memang layak digunakan untuk berinvestasi.

 

Saat ini ada beberapa aturan yang membatasi pembangunan. Di antaranya LP2B dan LSD. Peta LSD kini berada di Kantor Pertanahan yang notabene perpanjangan tangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Sementara peta LP2B ada di pemerintah daerah, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pertanian. Khusus di Buleleng, peta LP2B belum tuntas.

 

Masalah pun timbul. Saat ini pemerintah tetap mengeluarkan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat keterangan Rencana Kota (SKRK) pada pengusaha. Namun, saat mengurus proses selanjutnya, ternyata kawasan itu dianggap masuk dalam Lahan Sawah Dilindungi.

 

Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa mengatakan, pemerintah daerah harus duduk bersama dengan institusi agraria. Sehingga perencanaan tata ruang dan penyusunan peta kawasan bisa lebih terarah.

 

“Kalau memang ada yang SKRK dan KKPR-nya terbit sebelum LSD ditetapkan, kami harap pemerintah daerah mengajukan pengurangan luasan LSD. Supaya kedepan tidak muncul masalah hukum,” kata Mangku.

 

Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng Nyoman Genep mengakui masih ada perbedaan data terkait peta LP2B dan LSD. Menurutnya Dinas PUTR dan Dinas Pertanian telah berkoordinasi Kementerian ATR terkait hal tersebut.

 

Menurutnya pemerintah kini tengah menggenjot penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan. “Sekarang ini kalau mau investasi, rujukannya RDTR dulu. Ini sedang kami mantapkan untuk memberi kepastian hukum pada pihak-pihak yang berencana melakukan investasi di Buleleng,” kata Genep. (eps)

 

SINGARAJA– Peta kawasan yang terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) diduga dalam kondisi tumpang tindih. Hal itu akan memberikan dampak negatif bagi iklim investasi. Sebab tak ada kepastian soal kawasan yang memang layak digunakan untuk berinvestasi.

 

Saat ini ada beberapa aturan yang membatasi pembangunan. Di antaranya LP2B dan LSD. Peta LSD kini berada di Kantor Pertanahan yang notabene perpanjangan tangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Sementara peta LP2B ada di pemerintah daerah, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pertanian. Khusus di Buleleng, peta LP2B belum tuntas.

 

Masalah pun timbul. Saat ini pemerintah tetap mengeluarkan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat keterangan Rencana Kota (SKRK) pada pengusaha. Namun, saat mengurus proses selanjutnya, ternyata kawasan itu dianggap masuk dalam Lahan Sawah Dilindungi.

 

Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa mengatakan, pemerintah daerah harus duduk bersama dengan institusi agraria. Sehingga perencanaan tata ruang dan penyusunan peta kawasan bisa lebih terarah.

 

“Kalau memang ada yang SKRK dan KKPR-nya terbit sebelum LSD ditetapkan, kami harap pemerintah daerah mengajukan pengurangan luasan LSD. Supaya kedepan tidak muncul masalah hukum,” kata Mangku.

 

Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Setda Buleleng Nyoman Genep mengakui masih ada perbedaan data terkait peta LP2B dan LSD. Menurutnya Dinas PUTR dan Dinas Pertanian telah berkoordinasi Kementerian ATR terkait hal tersebut.

 

Menurutnya pemerintah kini tengah menggenjot penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan. “Sekarang ini kalau mau investasi, rujukannya RDTR dulu. Ini sedang kami mantapkan untuk memberi kepastian hukum pada pihak-pihak yang berencana melakukan investasi di Buleleng,” kata Genep. (eps)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/