DENPASAR-Penyidik Subdit III/Tipidkor Dit Reskrimsus Polda Bali telah melimpahkan tersangka kasus korupsi LPD Ungasan, Kuta Selatan Badung. Tersangkanya Drs. Ngurah Sunaryna dilimpahkan ke Kejaksaan pada Senin (22/8/2022).
Kini, Polisi juga menyerahkan sejumlah barang bukti tahap dua berupa barang bukti yang diserahkan ke kejaksaan. Di antaranya aset tanah dan bangunan yang keberadaannya terletak di Dusun Singa, Desa Tanak Awu dan di Desa Mertak Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penyerahan dilakukan pada Selasa (23/8/2022) kemarin. “Aset tanah dan bangunan yang diserahkan dengan jumlah total 42 SHM. Kegiatan pengecekan fisik aset berupa tanah dan bangunan tersebut dilaksanakan merupakan rangkaian penyerahan tersangka selaku mantan Ketua LPD Desa Adat Ungasan. Sebelumnya telah dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2022 oleh penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum yang dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Badung,” kata Wakil Direktur Reskrimsus Polda Bali, AKBP Ambaryadi Wijaya pada Rabu (24/8/2022).
Menurutnya, tersangka sebelumnya telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Polda Bali sejak tanggal 5 Agustus 2022 lalu sampai dengan 22 Agustus 2022. Hingga akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan.
Ambariyadi yang juga mantan Kasat Reskrim Polresta Denpasar ini mengatakan, tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka Ngurah Sunaryna di LPD Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, Badung dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Dia ditangkap karena kasus dugaan korusi dana LPD mencapai kurang lebih Rp 26 miliar.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Satake Bayu menerangkan penangkapan dilakukan berdasarkan laporan polisi Laporan Polisi Nomor : LP-A/380/IX/2019/Bali/SPKT, tanggal 25 September 2019. Dalam laporannya, diduga ada tindak pidana korupsi yang terjadi sejak tahun 2013 hingga tahun 2017.
“Itu diduga dilakukan oleh tersangka ini saat menjabat sebagai Kepala LPD Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, Badung,” katanya kepada awak media di Polda Bali, Rabu (10/8/2022). Dimana dalam aksinya pelaku melakukan penyimpangan pengelolaan keuangan.
Pria berusia 63 tahun itu melakukan investasi dengan membeli aset di Desa Tanak Awu dan di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB menggunakan dana LPD tanpa adanya laporan yang jelas. Selain itu dia juga diduga melakukan kredit fiktif.
“Modus operandinya, mengeluarkan kredit kepada nasabah yang nilainya besar agar tidak melampaui batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dilakukan dengan cara memecah-mecah pinjaman tersebut kedalam beberapa nama pinjaman. Sedangkan nama peminjam yang digunakan sebagai peminjam adalah nama-nama keluarga atau family peminjam. Serta nasabah yang diberikan pinjaman bukan merupakan warga Desa Adat Ungasan,” bebernya.
Selain itu laporan pengeluaran dana pembelian aset yang terletak di Desa Tanak Awu dan di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, NTB juga tak sesuai. Ada selisih yang cukup banyak. Jumlah pengeluaran uang yang dilaporkan lebih kecil dari jumlah uang yang dikeluarkan oleh LPD Desa Adat Ungasan.
Kabid Humas membeber, asset proyek Perumahan di Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dibeli secara global dilaporkan dengan harga perolehan dihitung secara terperinci, melebihi dari harga beli secara global. Investasi (Pembelian Aset) di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Penggunaan Dana LPD Desa Adat Ungasan, telah lunas dibayar, sesuai dengan jumlah aset (tanah) yang dibeli.
“Namun faktanya adanya harga tanah yang dibeli belum lunas dibayar menggunakan dana LPD Desa Adat Ungasan yang dikemas yang seolah-olah dalam bentuk kredit dan kemudian jaminan atas kredit tersebut ditarik atau diambil kembali,” urainya.
Dari sana polisi Polda Bali melakukan penyelidikan. Hingga akhirnya pelaku ditetapkan sebagai tersangka.