26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 2:58 AM WIB

Warga Eks Tim-Tim Datangi Kantor Bupati, Minta Kepastian Hak atas Tanah

SINGARAJA – Sejumlah warga transmigran eks Timor-Timur mendatangi Kantor Bupati Buleleng, pagi kemarin (14/9). Mereka menanyakan upaya pemerintah terkait kepastian pelepasan hutan produksi di Desa Sumberklampok.

Warga-warga tersebut datang didampingi Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa. Kedatangan mereka diterima Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana. Dia didampingi Asisten Tata Pemerintahan Ida Bagus Suadnyana, Asisten Administrasi Umum Nyoman Genep, dan Kadis Perkimta Buleleng Nyoman Surattini.

Kepada wartawan, Perbekel Sawitra Yasa mengatakan, warga ingin mendapat kejelasan soal pengajuan permohonan lahan tersebut. Terlebih pemerintah daerah telah menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memohon pelepasan sebagian kawasan hutan produksi di Desa Sumberklampok.

Menurutnya warga membutuhkan kepastian soal status lahan tersebut. Sebab warga transmigran Eks Tim-Tim telah menempati kawasan hutan produksi sejak tahun 2000 silam. Mereka menghuni lahan itu atas petunjuk pemerintah. Bahkan kala itu pemerintah berjanji akan memberikan hak milik pada warga eks Tim-Tim.

“Warga minta kejelasan soal pengajuan lahan itu. Karena Pemkab sudah mengajukan pelepasan. Masyarakat ingin pelepasan itu segera dilakukan. Apalagi ada janji dari Bapak Jenderal Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan), bahwa Agustus akan ada pelepasan kawasan hutan. Sedangan ini sudah bulan September,” kata Sawitra.

Selain itu warga juga gelisah karena surat yang dilayangkan pemerintah daerah tak kunjung dijawab Menteri LHK. Ditambah lagi kini ada desas-desus warga tak bisa mendapat lahan garapan, gegara lahan yang dimohon tumpang tindih dengan peta perhutanan sosial.

“Kalau memang itu yang jadi kendala, masyarakat nanti siap kok lahan garapannya digeser. Kan masih ada hutan produksi yang dikelola KLHK juga. Paling tidak ada informasi, kalau memang ada kendala, warga berharap bisa duduk bersama cari jalan keluar,” ujarnya.

Sementara itu Pj. Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengungkapkan, KLHK sebenarnya telah menyetujui sebagian pelepasan kawasan hutan produksi. KLHK memberikan persetujuan pelepasan untuk pemukiman, fasilitas sosial, dan fasilitas umum. Hanya saja pelepasan untuk lahan garapan seluas 50 are per kepala keluarga, belum terealisasi.

“Disamping tanah tinggal dan fasum, mereka juga perlu diberi garapan. Supaya ada kesinambungan keluarga mereka di sana,” ujar Lihadnyana.

Sebenarnya ia berencana menyurati kembali Menteri LHK. Namun Menteri LHK berencana memberikan jawaban tertulis pada pekan depan. Ia berharap agar warga bersabar dan berdoa, agar menteri memberikan lahan garapan.

“Astungkara diberi lahan garapan. Cuma sabar dulu. Karena ini kawasan hutan, harus ada pelepasan dulu dari Menteri Kehutanan, baru nanti sertifikatnya diproses BPN (Badan Pertanahan Negara, Red). Kami sudah komunikasi (ke LHK), katanya minggu depan ada jawab. Kalau nggak, kami akan kejar kembali ke sana,” tukas Lihadnyana.

Sekadar diketahui saat ini ada 107 kepala keluarga eks transmigran Timor-Timur yang menghuni kawasan hutan produksi di Desa Sumberklampok. Seratusan keluarga itu dulunya merupakan warga Bali. Mereka memutuskan merantau ke Timor-Timur pada era 1980-an.

Tatkala Timor-Timur menyatakan referendum pada 1999, warga Bali di Timor-Timur memilih kembali ke kampung halaman karena alasan keamanan. Sayangnya saat kembali ke kampung halaman, mereka sudah tak memiliki sanak famili maupun aset. Sehingga saat sampai di Bali, mereka menyandang status pengungsi.

Akhirnya pada September 2000 pemerintah menempatkan para pengungsi di kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Sumberklampok. Setelah puluhan tahun menempati kawasan tersebut, para pengungsi eks Tim-Tim tak kunjung mendapat kepastian status hak milik atas lahan tersebut. Mereka pun mendesak pemerintah melakukan proses redistribusi lahan sesuai melalui program Reforma Agraria. (eps)

SINGARAJA – Sejumlah warga transmigran eks Timor-Timur mendatangi Kantor Bupati Buleleng, pagi kemarin (14/9). Mereka menanyakan upaya pemerintah terkait kepastian pelepasan hutan produksi di Desa Sumberklampok.

Warga-warga tersebut datang didampingi Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa. Kedatangan mereka diterima Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana. Dia didampingi Asisten Tata Pemerintahan Ida Bagus Suadnyana, Asisten Administrasi Umum Nyoman Genep, dan Kadis Perkimta Buleleng Nyoman Surattini.

Kepada wartawan, Perbekel Sawitra Yasa mengatakan, warga ingin mendapat kejelasan soal pengajuan permohonan lahan tersebut. Terlebih pemerintah daerah telah menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memohon pelepasan sebagian kawasan hutan produksi di Desa Sumberklampok.

Menurutnya warga membutuhkan kepastian soal status lahan tersebut. Sebab warga transmigran Eks Tim-Tim telah menempati kawasan hutan produksi sejak tahun 2000 silam. Mereka menghuni lahan itu atas petunjuk pemerintah. Bahkan kala itu pemerintah berjanji akan memberikan hak milik pada warga eks Tim-Tim.

“Warga minta kejelasan soal pengajuan lahan itu. Karena Pemkab sudah mengajukan pelepasan. Masyarakat ingin pelepasan itu segera dilakukan. Apalagi ada janji dari Bapak Jenderal Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan), bahwa Agustus akan ada pelepasan kawasan hutan. Sedangan ini sudah bulan September,” kata Sawitra.

Selain itu warga juga gelisah karena surat yang dilayangkan pemerintah daerah tak kunjung dijawab Menteri LHK. Ditambah lagi kini ada desas-desus warga tak bisa mendapat lahan garapan, gegara lahan yang dimohon tumpang tindih dengan peta perhutanan sosial.

“Kalau memang itu yang jadi kendala, masyarakat nanti siap kok lahan garapannya digeser. Kan masih ada hutan produksi yang dikelola KLHK juga. Paling tidak ada informasi, kalau memang ada kendala, warga berharap bisa duduk bersama cari jalan keluar,” ujarnya.

Sementara itu Pj. Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengungkapkan, KLHK sebenarnya telah menyetujui sebagian pelepasan kawasan hutan produksi. KLHK memberikan persetujuan pelepasan untuk pemukiman, fasilitas sosial, dan fasilitas umum. Hanya saja pelepasan untuk lahan garapan seluas 50 are per kepala keluarga, belum terealisasi.

“Disamping tanah tinggal dan fasum, mereka juga perlu diberi garapan. Supaya ada kesinambungan keluarga mereka di sana,” ujar Lihadnyana.

Sebenarnya ia berencana menyurati kembali Menteri LHK. Namun Menteri LHK berencana memberikan jawaban tertulis pada pekan depan. Ia berharap agar warga bersabar dan berdoa, agar menteri memberikan lahan garapan.

“Astungkara diberi lahan garapan. Cuma sabar dulu. Karena ini kawasan hutan, harus ada pelepasan dulu dari Menteri Kehutanan, baru nanti sertifikatnya diproses BPN (Badan Pertanahan Negara, Red). Kami sudah komunikasi (ke LHK), katanya minggu depan ada jawab. Kalau nggak, kami akan kejar kembali ke sana,” tukas Lihadnyana.

Sekadar diketahui saat ini ada 107 kepala keluarga eks transmigran Timor-Timur yang menghuni kawasan hutan produksi di Desa Sumberklampok. Seratusan keluarga itu dulunya merupakan warga Bali. Mereka memutuskan merantau ke Timor-Timur pada era 1980-an.

Tatkala Timor-Timur menyatakan referendum pada 1999, warga Bali di Timor-Timur memilih kembali ke kampung halaman karena alasan keamanan. Sayangnya saat kembali ke kampung halaman, mereka sudah tak memiliki sanak famili maupun aset. Sehingga saat sampai di Bali, mereka menyandang status pengungsi.

Akhirnya pada September 2000 pemerintah menempatkan para pengungsi di kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Sumberklampok. Setelah puluhan tahun menempati kawasan tersebut, para pengungsi eks Tim-Tim tak kunjung mendapat kepastian status hak milik atas lahan tersebut. Mereka pun mendesak pemerintah melakukan proses redistribusi lahan sesuai melalui program Reforma Agraria. (eps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/