BANJAR – Musibah banjir bandang menerjang Desa Dencarik, Kecamatan Banjar. Ini pertama kalinya desa tersebut terkena banjir bandang sejak puluhan tahun silam.
Selain Desa Dencarik, sejumlah desa lainnya seperti Desa Banjar dan Desa Kalianget di Kecamatan Seririt, ikut terdampak.
Musibah banjir bandang di Desa Dencarik, diduga muara dari sejumlah musibah yang terjadi di wilayah hulu.
Pada Selasa (23/1) malam lalu, serangkaian musibah terjadi di wilayah Kecamatan Banjar, terutama di desa-desa pada bagian hulu.
Musibah diawali di Desa Munduk. Sebuah bukit mendadak longsor dan menerjang jalan. Akibatnya ruas jalan Bedugul-Seririt tak bisa dilintasi karena tertutup material berupa batu.
Selain itu salah satu bagian ruas jalan juga ambrol hingga separonya. Selain di Desa Munduk, ruas jalan Desa Pedawa-Banjar Dinas Asah Gobleg juga tergerus longsor. Kini jalan tersebut tak bisa dilalui kendaraan roda empat.
Nah material-material longsor itu diduga kuat mengalir ke arah hilir hingga memicu banjir bandang. Akibatnya beberapa desa ikut terdampak.
Mulai dari Desa Pedawa, Desa Tirtasari, Desa Dencarik, dan Desa Banjar di Kecamatan Banjar. Serta Desa Bestala dan Desa Kalianget di Kecamatan Seririt.
Kondisi kerusakan terparah ada di Desa Dencarik. Setidaknya ada 250 rumah yang terendam lumpur. Ratusan rumah itu tersebar di tiga wilayah, yakni Banjar Dinas Baingin, Banjar Dinas Corot, dan Banjar Dinas Bajangan.
Itu belum termasuk kerusakan lahan pertanian yang dipastikan gagal panen. Ratusan rumah dan lahan pertanian itu ada di tepi Tukad Tampekan.
Sedangkan di Desa Banjar, sejumlah rumah warga juga terdampak banjir bandang. Rumah-rumah itu berada di Banjar Dinas Ambengan dan Banjar Dinas Sekar.
Hingga sore kemarin, belum ada kepastian berapa banyak rumah warga di Desa Banjar yang terdampak. Sedangkan di Desa Kalianget, Balai Banjar Dinas Alasarum terendam lumpur.
Wilayah yang terdampak di Desa Banjar dan Kalianget itu seluruhnya berada di tepi Tukad Mendaum.
Warga Banjar Dinas Corot, Desa Dencarik, Made Mara mengungkapkan, musibah banjir bandang itu terjadi sekitar pukul 23.00 malam.
Saat itu ia tengah berada di depan rumah memperhatikan ketinggian air Tukad Tampekan yang jaraknya hanya 20 meter dari rumahnya. Tiba-tiba air meluap dan langsung masuk ke rumah-rumah warga.
“Cepat sekali kejadiannya. Tidak sampai lima menit air dari sungai itu langsung masuk ke rumah dan tahu-tahu di halaman sudah setinggi lutut.
Seperti tsunami kejadiannya. Dari tahun 1991 saya tinggal di sini, baru sekarang saya kena kejadian begini.
Kemarin-kemarin, paling airnya hanya menggenang sampai ke jalan itu saja,” kata Mara saat ditemui di rumahnya kemarin.