NEGARA – Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kendali Susi Pudjiastuti akhirnya menuntaskan proses audit pembangunan proyek kampus Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana yang menimbulkan banyak masalah.
Audit yang dilakukan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
tersebut untuk menentukan persentase pengerjaan proyek dan kelanjutan proyek agar segera selesai dibangun.
Kepastian selesainya proses audit tersebut disampaikan Kepala Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan Jembrana I Made Dwi Maharimbawa.
Menurutnya, proses audit sudah selesai dilakukan Jumat lalu, untuk melihat sejauh mana pengerjaan proyek dikerjakan oleh PT Sartonia Agung selaku kontraktor pemenang tender.
“Hasilnya dibahas di Pokja KKP, saya belum ada info hasilnya,” ujar Dwi Maharimbawa. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya,
kata Dwi, audit yang dilakukan untuk menentukan sisa pembayaran yang belum dibayar oleh KKP pada kontraktor pemenang tender sesuai hasil pengerjaan proyek.
Karena selama ini, PT Sartonia Agung selaku pemenang tender masih ngamprah 30 persen dari progres proyek yang dilakukan.
Pembahasan Pokja KKP selain membahas hasil audit, juga akan dibahas mengenai kelanjutan proyek yang sudah terhenti karena PT Sartonia Agung sudah diputus kontrak.
PT Sartonia Agung sendiri dipastikan diblacklist dari proyek-proyek yang dimiliki Kementerian KKP.
Pembangunan kampus selanjutnya, KKP akan menunjuk kontraktor lain agar kampus selesai sesuai jadwal sebelum bulan September.
Seperti diketahui, proyek pembangunan Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana dibangun dengan pagu anggaran
sebesar Rp 54 miliar lebih dengan 89 peserta lelang. PT Sartonia Agung menjadi pemenang tender dengan harga terkoreksi Rp 44,3 miliar.
Namun dalam proses pembangunannya tahun 2017 lalu, waktu pelaksanaan 94 (hari kalender) tidak terpenuhi hingga tutup tahun.
Sehingga meminta lagi perpanjangan sampai 31 Maret 2018 dan pembangunan tetap tidak selesai hingga batas waktu yang ditentukan.
Para pekerja juga menuntut gaji yang tidak dibayar selama sebulan. Akhirnya, PT Sartonia Agung diputus kontrak karena tidak sesuai dengan target.