DENPASAR – Untuk menggenjot perdagangan di tingkat internasional, Indonesia khususnya Bali harus bisa membuka diri.
Dengan adanya perjanjian, melalui perdagangan bebas tersebut diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
Terlebih Bali yang menjadi tujuan destinasi dunia dan memiliki trademark yang kuat. Dari segi pemasaran, Bali sangat diuntungkan, terutama dari sisi peningkatan ekspor.
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita, saat memberikan kuliah tamu di Universitas Udayana, kemarin (25/5).
Enggar mengungkapkan, perdagangan bebas adalah keniscayaan. Karena tanpa perdagangan bebas, Indonesia akan semakin tertinggal.
Dengan pola perdagangan bebas itu, diharapkan bisa memiliki daya saing terhadap negara-negara tetangga. “Memang perdagangan bebas ini ada sisi positif dan negatif,” terangnya.
Sisi negatif dari dampak perdagangan bebas ini, Indonesia harus bersedia menerima serbuan produk asing yang membanjiri pasar Indonesia.
Untuk itu, para pelaku usaha harus mempersiapkan diri dengan persaingan dengan meningkatkan kualitas dan inovasi produk.
“Salah satu cara, penuhilah pasar dalam negeri, dengan produk lokal kita,” paparnya. Lebih lanjut, mantan anggota DPR dari Fraksi Nasdem ini mengungkapkan, Bali dalam hal ini punya potensi besar.
Dengan produk kerajinan dan lainnya, bisa dimanfaatkan dengan memasarkan kepada wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali.
Selain menampilkan produk, Bali memiliki daya tarik untuk para pengunjung yang datang dalam melakukan investasi.
“Sebagai gambaran saja, saat IMF Oktober nanti, uang yang berputar di Bali paling sedikit Rp 6 triliun. Jadi, Bali harus siap dengan perdagangan bebas,” kata Enggar.
Disinggung mengenai serbuan produk luar negeri yang 60 persen menguasai pasar Bali melalui usaha daring, Enggar mengakui hal tersebut.
Ini karena usaha daring atau e-commerce yang sedikit menyerap produk lokal. “Kami sudah imbau itu, ke depan kami akan keluarkan aturan untuk menyerap lebih banyak produk lokal,” imbuhnya.
Ketua Umum Pengurus Daerah Induk UMKM Indonesia Bali AA Ngurah Mahendra menyatakan, 60 persen produk UMKM di Bali merupakan produk luar negeri yang sebagian besar datang dari negara Tiongkok.
Dari jumlah tersebut, terdapat 15 ton produk luar yang masuk ke Bali yang dibeli konsumen melalui e-commerce.