DENPASAR – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali resmi mengumumkan nama-nama bakal calon anggota legislatif DPRD Bali yang lolos dalam DCS (Daftar Calon Sementara) peserta Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, Sabtu (11/8).
Salah satu new comers alias pendatang baru yang mencuri perhatian adalah Togar Situmorang. Advokat yang “dibesarkan” Bali sejak nekat merantau berbekal Rp 170 ribu
di tahun 1998 itu maju sebagai bakal caleg DPRD Bali daerah pemilihan (dapil) Denpasar dari Partai Golkar nomor urut 7.
Menariknya, panglima hukum Mantra-Kerta dalam Pilgub Bali 2018 membidik kursi Komisi I DPRD Bali yang membidangi persoalan hukum, pemerintahan, politik, tata kelola aset daerah, penyiaran dan lainnya bukan semata-mata mengejar jabatan.
Melainkan, karena prihatin akan persoalan hukum yang membelit masyarakat Bali. “Setelah diberkahi oleh alam Bali, dibesarkan oleh Bali, kini saatnya saya mengabdi,” ucap pria yang memperistri wanita asli Buleleng itu.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, Togar yang mengaku mencintai Bali lebih dari tanah kelahirannya itu akan memperjuangkan isu-isu pembangunan yang menjadi bidang tugas di komisi 1.
Antara lain menyangkut persoalan hukum, pemerintahan, dan tata kelola aset daerah. “Saya advokat. Saya miris dengan persoalan hukum yang ada di masyarakat maupun juga pemerintahan.
Rasa keadilan masyarakat kerap tidak terpenuhi. Belum lagi ada oknum pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri,” kata Togar
yang sering ngayah memberikan bantuan hukum gratis pada masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum.
Hal lain yang memaksa Togar mau tidak mau harus terjun ke dunia politik adalah semakin merajalelanya mafia tanah di Bali.
Pria murah senyum yang kini sedang berkutat dengan perbaikan Gereja Katedral Denpasar pascagempa 7,0 skala richter, Minggu (5/8) lalu itu mengaku akan menjadi garda terdepan memerangi para mafia tanah.
“Sangat disayangkan banyak tanah sengketa di Bali. Terutama tanah-tanah premium,” tegasnya. Togar dengan tegas mengatakan kasus tanah di Bali banyak melibatkan “orang-orang besar” seperti oknum notaris, finance, dan aparat hukum.
“Itu yang akan saya perjuangkan. Tidak boleh ada sengketa tanah. Tidak boleh ada tanah di Bali yang dimiliki dengan cara melawan hukum,” bebernya. (rba)