NEGARA – Permintaan kakao (Theobroma cacao L.) di Jembrana sangat tinggi. Bahkan tanamanan perkebunan yang kini mulai banyak dikembangkan di kawasan tropis, ini juga mulai dilirik perusahaan cokelat dunia.
Sayang meski permintaan sangat tinggi, produksi dari bahan baku produk olahan cokelat, ini masih sangat rendah.
Bukan hanya di Jembrana, namun skala nasional, produksi kakao secara keseluruhan masih jauh dari harapan.
Untuk itu, guna meningkatkan produksi kakao, subak di Jembrana didorong bergabung.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana Wayan Sutama, dikonfirmasi, disela pelepasan bibit kakao fermentasi di Jembrana, Kamis (6/9) mengatakan, dari total 6500 hektar lahan yang ditanami kakao, saat ini baru ada sekitar 19 hektar lahan berpotensi di Jembrana.
Sedangkan dari luas lahan kakao, itu di Jembrana baru diperkirakan mampu memproduksi sekitar 2.800 ton per tahun atau produktivitas 762 kilogram per hektar.
Itupun kata Sutama, hanya sekitar 10 persen yang sudah fermentasi karena hanya 38 subak abian yang tergabung dalam koperasi dan fermentasi hasil perkebunannya.
“Kami upayakan semua subak bergabung dan meningkatkan kakao fermentasinya,” jelasnya.
Dorongan Distan Jembrana, tak lain untuk pemenuhan pasar ekspor, karena produktivitas kakao fermentasi masih kecil.
Sedangkan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang mengatakan, secara umum produksi kakao di Indonesia 96 persen merupakan kakao rakyat.
Sehingga komitmen itu memang sangat dibutuhkan dalam jumlah besar.
Ia pun juga menyinggung persoalan pembeli biji kakao pembeli yang kurang mengabaikan mutu.
“Sementara petani hanya mampu menghasilkan biji non fermentasi,”tegasnya