SEMARAPURA – RSUD Klungkung dibuat pusing dengan proses pembayaran klaim Jaminan Kesehatan Nasional-Keluarga Indonesia Sehat (JKN-KIS) BPJS Kesehatan yang begitu memakan waktu.
Proses klaim yang begitu lama telah membuat RSUD Klungkung terpaksa menunggak pembayaran jasa pelayanan (Jaspel) para petugasnya.
Begitu dengan biaya operasional, seperti untuk membeli obat, alat kesehatan habis pakai, dan sebagainya, hutangnya kian menumpuk.
Direktur RSUD Klungkung dr. I Nyoman Kesuma mengungkapkan, kondisi itu terjadi sejak petugas verifikator
BPJS Kesehatan ditarik sehingga pihak RSUD Klungkung harus membuat tim verifikator internal sejak tahun 2018 ini. D
Dengan perubahan itu proses klaim semakin panjang bahkan bisa menghabiskan waktu hingga tiga bulan lamanya.
Itu karena tim verifikator RSUD Klungkung harus melakukan verifikasi dan kemudian menyetorkan ke BPJS Kesehatan.
Oleh pihak BPJS Kesehatan, kembali lagi dilakukan verifikasi. Dan, jika ada yang kurang lengkap, pihak BPJS Kesehatan akan kembali menugaskan pihak RSUD Klungkung untuk melengkapi.
“Kalau dulu, kami tinggal memberikan berkasnya ke verifikator BPJS Kesehatan yang ditempatkan di RSUD Klungkung.
Selain itu karena BPJS Kesehatan di sini menangani empat kabupaten dengan 13 rumah sakit, kami pernah disuruh menunggu dulu,” ungkapnya.
Dengan sistem baru itu, jika biasanya klaim JKN-KIS cair paling lambat dua bulan, kini paling cepat dua bulan.
Ini karena sejak sistem baru itu berlaku, pencairan klaim bisa menghabiskan waktu 3-4 bulan, bahkan lebih.
“Kalau proses verifikasi telah selesai, BPJS Kesehatan memiliki waktu 15 hari untuk pencairan. Kalau lewat, maka akan dikenai denda.
Dan kami sudah dua kali menerima denda tersebut masing-masing sebesar Rp 30 juta dan Rp 50 juta,” bebernya.
Meski RSUD Klungkung mendapatkan puluhan juta rupiah dari denda keterlambatan klaim, menurutnya lebih penting jika klaim itu dibayarkan dengan cepat.
Pasalnya karena proses yang begitu lama itu, RSUD Klungkung telah menunggak pembayaran Jaspel petugasnya sejak bulan Mei- Agustus.
Tidak hanya itu, tunggakan pembelian obat, alat kesehatan habis pakai, dan sebagainya sudah sangat menumpuk.
“Kalau untuk gaji pegawai negeri karena dibayarkan melalui APBD sehingga aman. Yang tidak aman itu untuk gaji pegawai kontrak, Jaspel dan biaya operasional lainnya.
Jaspel itu rata-rata Rp 1,5 miliar per bulan. Untuk obat-obatan, dan alat kesehatan sekali pakai itu rata-rata Rp 2 miliar per bulan,” terang Kesuma.