27 C
Jakarta
20 November 2024, 22:59 PM WIB

Korupsi DD Dauh Puri Kelod Segera Muncul TSK, Ini Kata Pelapor…

DENPASAR – Kejari Denpasar terus tancap gas melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dana desa (DD) milik Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat.

Saat ini pemeriksaan saksi berjalan maraton. Belasan orang yang dianggap mengetahui kasus ini dipanggil satu per satu ke Kejari Denpasar.

Salah satu yang akan diperiksa Kejari Denpasar adalah I Nyoman Mardika, warga yang melaporkan kasus ini ke kejaksaan pada awal 2019 lalu.

“Selasa depan (18/6, hari ini) saya dipanggil ke Kejari Denpasar untuk diperiksa sebagai saksi,” ujar Mardika kemarin.

Dua pekan lalu Mardika juga dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, saat itu statusnya belum sebagai saksi.

Dalam keterangannya, ia mengatakan apa yang diketahui. “Saya tidak melaporkan orang per orang, tapi kasus,” tukasnya.

Pria yang menjabat kepala dusun di Desa Dauh Puri Kelod itu mengaku siap mendatangi penyidik Kejari Denpasar.

Ia berharap kasus di desanya segera tuntas. Maklum, sudah setahun dia berusaha membongkar kasus ini tapi selalu menemui jalan terjal.

Ke depan, Mardika juga berharap Kejari Denpasar juga kebal dengan segala intervensi politik. Sebab, salah seorang saksi yakni mantan

perbekel Dauh Puri Kelod yang diduga mengetahui kasus dugaan korupsi DD, saat ini lolos mejadi anggota DPRD Kota Denpasar.

Dengan terpilihnya mantan perbekel menjadi anggota dewan, dikhawatirkan datang intervensi politik dari partai maupun penguasa.

Harapannya jaksa bertugas profesional dalam menegakkan aturan. Dalam menetapkan tersangka jangan subjektif.

“Dan, jangan sampai mau diintervensi siapapun. Kasus ini kami berharap bisa berlanjut ke pengadilan

dan bisa terselesaikan, sehingga tidak menjadi pekerjaan rumah bagi perbekel mendatang,” tukas pria yang juga aktivis itu.

Mardika mengaku tidak peduli dengan siapapun yang menjadi tersangka. Yang penting tidak ada intervensi poilitik dari partai dan penguasa, sehingga hukum bisa ditegakkan.

Kronologi dugaan penyelewengan DD Dauh Puri Kelod ini bermula dari evaluasi internal dana APBDes tahun 2017.

Dari hasil audit itu ditemukan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1,95 miliar.

Namun, setelah dimintai pertanggungjawaban, perangkat desa yakni perbekel, bendahara, dan kaur keuangan tidak bisa menunjukkan jumlah uang Rp 1,95 miliar.

Dana yang tersedia hanya Rp 900 juta.

“Anehnya separo lebih dana yang tidak ada itu tidak diketahui siapa yang mengambil. Mereka tidak ada yang mau mengakui. Akhirnya, dibentuklah tim penelusuran kasus. Salah satu anggotanya adalah saya,” beber Mardika.

Pria 47 tahun itu, menyebut proses audit internal berlanjut dengan melibatkan auditor independen. Hasilnya menemukan selisih yang tidak beda jauh dengan evaluasi sebelumnya.

Menindaklanjuti kejanggalan yang ada, akhirnya disepakati melapor kepada Pemkot Denpasar.

Mardika bertemu langsung dengan Wakil Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara di rumah wakil wali kota.

Setelah itu Pemkot Denpasar mengutus Inspektorat melakukan audit di Desa Dauh Puri Kelod pada Agustus 2017.

Dari hasil audit tersebut, bendahara desa atas nama Ni Luh Putu Aryaningsih harus mengembalikan uang Rp 877 juta.

“Tapi, bendahara ini mengaku tidak sanggup jika harus mengembalikan uang sejumlah Rp 877 juta tersebut. Bendahara mengaku ikut memakai uang, tapi katanya tidak sebesar itu (Rp 877 juta),” urainya.

Kemudian perbekel saat itu I Gusti Made Wira Namiarta sudah mengembalikan Rp 8,5 juta, dan Kaur Keuangan I Putu Wirawan sebesar Rp 102,82 juta.

Temuan tersebut tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Kota Denpasar. I Gusti Made Wira Namiarta sendiri

telah mengundurkan dari dari perbekel lalu maju sebagai calon anggota legislatif Kota Denpasar melalui PDIP dapil Denpasar Barat. 

DENPASAR – Kejari Denpasar terus tancap gas melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dana desa (DD) milik Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat.

Saat ini pemeriksaan saksi berjalan maraton. Belasan orang yang dianggap mengetahui kasus ini dipanggil satu per satu ke Kejari Denpasar.

Salah satu yang akan diperiksa Kejari Denpasar adalah I Nyoman Mardika, warga yang melaporkan kasus ini ke kejaksaan pada awal 2019 lalu.

“Selasa depan (18/6, hari ini) saya dipanggil ke Kejari Denpasar untuk diperiksa sebagai saksi,” ujar Mardika kemarin.

Dua pekan lalu Mardika juga dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, saat itu statusnya belum sebagai saksi.

Dalam keterangannya, ia mengatakan apa yang diketahui. “Saya tidak melaporkan orang per orang, tapi kasus,” tukasnya.

Pria yang menjabat kepala dusun di Desa Dauh Puri Kelod itu mengaku siap mendatangi penyidik Kejari Denpasar.

Ia berharap kasus di desanya segera tuntas. Maklum, sudah setahun dia berusaha membongkar kasus ini tapi selalu menemui jalan terjal.

Ke depan, Mardika juga berharap Kejari Denpasar juga kebal dengan segala intervensi politik. Sebab, salah seorang saksi yakni mantan

perbekel Dauh Puri Kelod yang diduga mengetahui kasus dugaan korupsi DD, saat ini lolos mejadi anggota DPRD Kota Denpasar.

Dengan terpilihnya mantan perbekel menjadi anggota dewan, dikhawatirkan datang intervensi politik dari partai maupun penguasa.

Harapannya jaksa bertugas profesional dalam menegakkan aturan. Dalam menetapkan tersangka jangan subjektif.

“Dan, jangan sampai mau diintervensi siapapun. Kasus ini kami berharap bisa berlanjut ke pengadilan

dan bisa terselesaikan, sehingga tidak menjadi pekerjaan rumah bagi perbekel mendatang,” tukas pria yang juga aktivis itu.

Mardika mengaku tidak peduli dengan siapapun yang menjadi tersangka. Yang penting tidak ada intervensi poilitik dari partai dan penguasa, sehingga hukum bisa ditegakkan.

Kronologi dugaan penyelewengan DD Dauh Puri Kelod ini bermula dari evaluasi internal dana APBDes tahun 2017.

Dari hasil audit itu ditemukan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1,95 miliar.

Namun, setelah dimintai pertanggungjawaban, perangkat desa yakni perbekel, bendahara, dan kaur keuangan tidak bisa menunjukkan jumlah uang Rp 1,95 miliar.

Dana yang tersedia hanya Rp 900 juta.

“Anehnya separo lebih dana yang tidak ada itu tidak diketahui siapa yang mengambil. Mereka tidak ada yang mau mengakui. Akhirnya, dibentuklah tim penelusuran kasus. Salah satu anggotanya adalah saya,” beber Mardika.

Pria 47 tahun itu, menyebut proses audit internal berlanjut dengan melibatkan auditor independen. Hasilnya menemukan selisih yang tidak beda jauh dengan evaluasi sebelumnya.

Menindaklanjuti kejanggalan yang ada, akhirnya disepakati melapor kepada Pemkot Denpasar.

Mardika bertemu langsung dengan Wakil Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara di rumah wakil wali kota.

Setelah itu Pemkot Denpasar mengutus Inspektorat melakukan audit di Desa Dauh Puri Kelod pada Agustus 2017.

Dari hasil audit tersebut, bendahara desa atas nama Ni Luh Putu Aryaningsih harus mengembalikan uang Rp 877 juta.

“Tapi, bendahara ini mengaku tidak sanggup jika harus mengembalikan uang sejumlah Rp 877 juta tersebut. Bendahara mengaku ikut memakai uang, tapi katanya tidak sebesar itu (Rp 877 juta),” urainya.

Kemudian perbekel saat itu I Gusti Made Wira Namiarta sudah mengembalikan Rp 8,5 juta, dan Kaur Keuangan I Putu Wirawan sebesar Rp 102,82 juta.

Temuan tersebut tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Kota Denpasar. I Gusti Made Wira Namiarta sendiri

telah mengundurkan dari dari perbekel lalu maju sebagai calon anggota legislatif Kota Denpasar melalui PDIP dapil Denpasar Barat. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/