DENPASAR – Terdakwa I Wayan Sudarma dipastikan bersalah mengorupsi dana LPD Tanggahan Peken, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli.
Pria 58 tahun itu diganjar pidana penjara selama 1,5 tahun dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan.
Terdakwa yang sebelumnya menjabat Ketua LPD itu juga diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsi sebesar Rp 148,7 juta.
Jika tidak bisa membayar uang pengganti, terdakwa harus mendekam di dalam penjara selama satu tahun.
Hakim menyatakan terdakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas putusan hakim, JPU yang awalnya pikir-pikir menyatakan menerima.
“Jadi, sekarang putusannya sudah inkracht. Kami akan berkoordinasi dengan Kejari Bangli untuk melakukan eksekusi,” ujar JPU Made Agus Sastrawan didampingi Kasi Penkum Kejati Bali A. Luha Harlianto, kemarin.
Terkait pembayaran uang pengganti, JPU akan menanyakan langsung pada terdakwa. “Kami akan tanyakan, terdakwa mampu atau tidak membayar uang pengganti Rp 148,7 juta. Jika tidak kami akan lakukan penelusuran aset,” imbuh Agus Sastrawan.
Dijelaskan Agus, penelusuran aset untuk mengembalikan uang pengganti ini dilakukan dalam waktu sebulan setelah perkara inkracht.
Artinya, hingga awal Juli mendatang tim JPU akan melacak harta benda terdakwa untuk disita dan dilelang.
“Jika harta bendanya tidak cukup membayar uang pengganti, maka terdakwa harus menjalani pidana penjara selama satu tahun,” tegas Luga.
Sementara untuk pidana pokok berupa penjara 1,5 tahun dipotong masa tahanan tetap dijalani terdakwa. Pidana penjara 1,5 tahun ini di bawah tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut 2 tahun penjara.
Sebelum menjadi pesakitan, Sudarma sendiri cukup lama menduduki kursi Ketua LPD sejak 1989, atau selama 31 tahun.
Sudarma dkk merekayasa pembukuan dan laporan sejak tahun 2005- 2017. Sudarma bersama I Wayan Denes yang menjabat
sebagai Tata Usaha dan I Ketut Tajem selaku bendahara LPD diduga mengorupsi uang LPD secara berlanjut sejak tahun 2005-2017.
Akibat perbuatan para terdakwa uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 3,3 miliar.
Mereka menutupi kerugian LPD dengan merekayasa pembukuan dan laporan seolah-olah mendapat keuntungan.
Caranya yaitu menyulap simpanan berjangka nasabah dan tabungan sukarela menjadi pendapatan bunga.
Pinjaman yang diberikan dibentuk dengan cara memperhitungkan atau memasukkan pendapatan bunga yang belum diterima ke dalam pendapatan bunga.
Pola itu membuat banyak dana LPD Tanggahan Peken yang keluar, di antaranya untuk biaya operasional.
Selain itu, presentase pembagian laba yang tidak sesuai kenyataan juga memengaruhi likuiditas LPD. Akibatnya masyarakat atau nasabah tidak bisa menarik dananya.