TABANAN – Seorang anak terpidana kasus persetubuhan akhirnya dipindahkan penahanannya ke Lapas Khusus Anak (LPKA) Kabupaten Karangasem.
Pemindahan anak dengan inisial MAS,16, tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan, Selasa (8/2).
Sebelumnya anak tersebut telah dilakukan penitipan selama masa persidangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Tabanan.
“Pemindahan terhadap terdakwa MAS, 16, setelah perkaranya putus di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan (Inkrah) atau berkekuatan hukum tetap,” kata Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) I Dewa G.P Awantara.
Awantara mengatakan, sesuai aturan kasus ini masuk peradaban hukum anak, karena anak menjadi terpidana.
Dalam aturannya Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak pasal 85 secara eksplisit menyebut anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan pada lapas khusus anak (LPKA).
“Sebagai aparat penegak hukum kami jelas memberikan perlindungan kepada anak dengan memisahkan mereka dari Lapas Umum kepada lapas khusus anak,” tuturnya.
Disamping itu dijelaskan Awantara, terdakwa sendiri merupakan anak dengan putus sekolah. Maka pertimbangan pihak JPU anak ini harus mendapatkan pendidikan yang layak. Sehingga ketika mereka keluar dari penjara sudah dapat mengikuti pendidikan kejar paket C.
“Nantinya kejar paket C (Pendidikan) dan pelatihan kerja dilakukan selama 4 bulan bertempat di Dinas Kesejahteraan Sosial Denpasar,” ungkapnya.
Pelatihan dan kejar paket C tersebut diberikan kepada terpidana MAS sesuai putusan hakim PN Tabanan.
Sebelumnya, JPU menuntut terpidana MAS dengan tuntut selama 4 tahun denda Rp 50 juta atau subsider 4 bulan. Namun, majelis hakim PN Tabanan menjatuhkan pidana penjara kepada MAS selama kurung waktu 2 tahun 8 bulan.
“Nah untuk denda tadi diganti dengan pelatihan kerja dan pendidikan selama 4 bulan. Dengan nomor putusan Nomor: 1 PID.SUS.Anak/2022.PN Tabanan tanggal 26 Januari,” tegasnya.
Menariknya saat di persidangan, terdakwa dan korban sudah saling memanfaatkan didalam persidangan.
“Kendati demikian saling memaafkan dilakukan, namun korban tidak mengesampingkan aturan hukum yang berlaku. Korban tetap meminta tersangka menjalani hukumannya sesuai dari vonis majelis hakim,” tandasnya.