DENPASAR-Keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar untuk tidak menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah ziarah wali songo Yayasan Al-Maruf Denpasar menuai sorotan.
Sorotan terhadap institusi Kejari Denpasar, itu salah satunya datang dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Provinsi Bali.
ORI Bali menyesalkan sikap kejari Denpasar.
Kepala ORI perwakilan Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab, menegaskan semestinya Kejari Denpasar tidak diskriminatif terhadap tersangka kasus korupsi.
Menurut Umar, sikap Kejari Denpasar justru akan menimbulkan berbagai persepsi publik.
Masyarakat akan menduga-duga apa yang terjadi, sehingga tersangka korupsi yang sudah dilimpahkan tahap dua dari kepolisian untuk disidangkan tidak ditahan.
“Publik bisa menduga kejaksaan memberikan keistimewaan pada para tersangka. Apalagi, selama ini kejaksaan memiliki kebiasaan langsung menahan seseorang setelah ditetapkan sebagai tersangka”tandasnya.
Sebagai contohnya, yakni kasus yang menjerat Perbekel (kepala desa) Baha, Mengwi. Kata Umar, begitu dilimpahkan Polres Badung dalam kasus korupsi dana APBDes, tersangka langsung ditahan.
Dengan kondisi saat ini, masyarakat bisa saja menduga telah terjadi kongkalikong atau permukatan jahat jika melihat kondisi ini.
“Kami tidak menduga-duga, apakah jaksa masuk angin atau tidak.
Yang jelas, publik melihat kejaksaan memberi perlakuan berbeda pada tersangka korupsi, meskipun pasal yang dikenakan sama,” tandas Umar saat dikonfirmasi, Sabtu (15/9).