DENPASAR– Tuntutan hukuman lumayan tinggi diajukan JPU Kejari Gianyar terhadap terdakwa Ni Wayan Puspawati, 43. Puspawati didakwa merugikan keuangan LPD Belusung, Gianyar, sebesar Rp 2,6 miliar.
Dalam sidang daring di Pengadilan Tipikor Denpasar kemarin, Puspawati dituntut 7,5 tahun penjara. Mantan karyawan LPD Desa Adat Belusung, Gianyar, itu terlihat syok. Tidak hanya terdakwa, majelis hakim yang diketuai Heriyanti juga tampak kaget dengan tuntutan tinggi JPU.
Tuntutan yang didapat Puspawati itu jauh lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Beberapa waktu lalu, Jaksa Pinangki di Pengailan Tipikor Jakarta dituntut empat tahun penjara.
Padahal, saat itu Pinangki melakukan tiga tindak pidana sekaligus. Yakni menerima suap, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat dalam perkara pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra.
Saking tingginya tuntutan, hakim Heriyanti berusaha menenangkan Puspawati. “Ini (tuntutan) cukup tinggi ya, Bu. Yang sabar ya, Bu,” tutur Heriyanti.
Selanjutnya Heriyanti coba menghibur terdakwa kelahiran 29 Oktober 1978 itu, dengan mengatakan tuntutan bukan berarti putusan hakim. Katanya, belum tentu putusan hakim sesuai dengan tuntutan JPU. Namun, bisa juga putusan hakim sesuai tuntutan JPU. Putusan akan dimusyawarahkan di internal majelis hakim.
Heriyanti mempersilakan terdakwa dan penasihat hukumnya membuat surat pembelaan atau pledoi. Pledoi bisa disampaikan secara tertulis oleh pengacara terdakwa.
“Saudari terdakwa juga boleh menambahkan sendiri permohonan keringanan. Silakan tulis dengan bahasa sendiri, nanti kami dengar dan dipertimbangkan,” kata hakim berhijab itu.
Dari suaranya, Puspawati terlihat sedikit tegar setelah mendapat penjelasan dari Heriyanti. “Baik, Yang Mulia,” ucapnya lirih.
Hakim juga memberikan waktu cukup panjang pada terdakwa dan pengacaranya untuk menyusun pledoi. Hakim memberikan waktu dua pekan.
Sementara itu, JPU I Wayan Empu Guna Pura dalam tuntutannya menilai Puspawati terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara c.q. LPD Desa Adat Belusung sebesar Rp 2,6 miliar,” kata JPU.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, merasa bersalah dan menyesali perbuatannya, serta belum pernah dihukum.
“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan, dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara,” tuntut JPU.
Selain pidana pokok, JPU juga meminta terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 2,6 miliar. Apabila tidak dibayar, maka herta benda terdakwa akan dilelang untuk menutupi kerugian negara.
“Jika harta bendanya tak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selam 3 tahun dan 9 bulan,” tukas JPU.
Dalam dakwaan disebutkan, berdasar hasil audit Inspektorat Kabupaten Gianyar, dana LPD Belusung yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp2,6 miliar.
Kerugian itu disebut sebagai kerugian keuangan negara dalam hal ini LPD Desa Adat Belusung. Terdakwa Puspawati tidak sendirian. Dalam berkas terpisah, ada nama Ni Wayan Parmini yang disebut turut melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri.
Terdakwa selaku petugas tabungan bertugas menerima hasil rekapitulasi harian transaksi setoran maupun penarikan. Terdakwa juga melayani nasabah yang datang langsung ke LPD dan kemudian diserahkan ke kasir. Namun, sejak tahun 2018 hingga 2020, terdakwa tidak mencatatkan dan tidak mengimput sesuai jumlah setoran. Selisihnya diambil untuk kepentingan pribadi terdakwa.