SINGARAJA – Kasus pembakaran rumah yang terjadi di Banjar Dinas Batu Gambir, Desa Julah, Kecamatan Tejakula, terus berkembang. Hingga kini polisi telah menetapkan 7 orang tersangka dalam peristiwa tersebut.
Tersangka terbaru adalah Wayan P, 21. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu (25/6) lalu. Wayan P menyusul 6 orang lainnya yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Kini dia juga ikut ditahan di Rutan Mapolres Buleleng.
Kasi Humas Polres Buleleng AKP Gede Sumarjaya mengatakan, dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan tersangka lainnya, didapat nama Wayan P. Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Mapolres Buleleng.
Sumarjaya menyatakan kini penyidik terus mengembangkan kasus pembakaran rumah tersebut. “Siapa yang menyuruh melakukan pembakaran itu, masih kami kembangkan terus. Kami belum menemukan aktor intelektual dalam peristiwa itu. Penyidik masih terus menggali keterangan saksi-saksi dan para tersangka,” kata Sumarjaya saat ditemui di Mapolres Buleleng kemarin (27/6).
Lebih lanjut Sumarjaya menjelaskan, hingga kini ada beberapa prajuru adat yang wajib lapor. Salah seorang diantaranya adalah Bendesa Adat Julah, I Nyoman Sidemen. Dia diminta wajib lapor pada pihak kepolisian, karena penyidik masih membutuhkan keterangan tambahan.
“Penyidik menganggap membutuhkan keterangan lebih lanjut dari beliau. Makanya diminta wajib lapor, supaya sewaktu-waktu bisa diminta memberikan keterangan,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi kerja bakti di Desa Julah berujung pada pembakaran rumah. Sejumlah oknum melempar dan membakar rumah yang dihuni Syahrudin, 26, warga Banjar Dinas Batu Gambir. Selain itu sebuah kandang sapi ikut dirusak dan 3 ekor sapi dilepaskan.
Hingga kini sudah ada 7 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah I Nyoman S, 38; Wayan J, 57; I Ketut S, 33; I Wayan S, 30; I Nyoman K, 71; I Komang S, 43; dan Wayan P, 21.
Peristiwa diduga terkait dengan sengketa kepemilikan lahan antara Wayan Darsana dan I Made Sidia dengan Desa Adat Julah. Wayan Darsana dan I Made Sidia menggugat Kantor Pertanahan Buleleng ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar. Mereka meminta pengadilan membatalkan 12 lembar sertifikat hak milik (SHM) komunal atas nama Desa Adat Julah, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Buleleng.
Gugatan itu dilayangkan pada September 2020 lalu. Pada pengadilan tingkat pertama, Darsana dan Sidia dinyatakan kalah. Mereka kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN Surabaya. Sayang gugatan mereka kembali kandas. Belakangan keduanya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi gugatannya kandas. Kini mereka tengah mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. (eps)