SINGARAJA– Setelah penyidik pada Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Buleleng, menetapkan Bendesa Adat Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea sebagai tersangka. Warkadea akhirnya buka suara.
Warkadea ditetapkan tersangka karena tersangkut kasus penyertifikatan tanah Bale Banjar Adat Kaja Kangin, Desa Adat Kubutambahan.
Jro Pasek Ketut Warkadea saat dikonfirmasi mengaku tak habis pikir dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Buleleng. Sebab, Warkadea telah mengembalikan sertifikat hak milik (SHM) yang jadi cikal bakal masalah, hingga dirinya kini menyandang status tersangka.
Bendesa Warkadea mengatakan, lahan tersebut sebenarnya diberikan oleh Gede Putra (almarhum) untuk pembangunan sekolah inpres. Kini, sekolah itu menjadi SDN 4 Kubutambahan dan SDN 5 Kubutambahan. Kelebihan tanah pembangunan sekolah, sejak tahun 1971 telah dimanfaatkan sebagai Bale Banjar Adat Kaja Kangin.
“Itu juga sudah diketahui aparat pemerintah setempat. Zaman itu yang menjabat perbekel itu Widnyana Dangin, sedangkan camatnya Intaran Suputra. Itu sudah diketahui dimanfaatkan sebagai fasum,” kata Warkadea.
Selanjutnya pada tahun 2018, Warkadea mendaftarkan tanah Bale Banjar Adat Kaja Kangin dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sertifikat yang diterbitkan merupakan SHM atas nama Desa Adat Kubutambahan dengan pemanfaatan komunal sebagai Bale Banjar Adat Kaja Kangin.
Saat pendaftaran lahan tersebut pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Panitia PTSL di Desa Kubutambahan. Ia mengklaim surat penguasaan sporadik dibuat oleh staf di Kantor Perbekel Kubutambahan, dengan sejarah penguasaan dan kondisi faktual terkini.
Surat itu selanjutnya ditandatangani Warkadea beserta beberapa pejabat lain, diantaranya Perbekel Kubutambahan Gede Pariadnyana, Kelian Banjar Dinas Kaja Kangin, serta Kelian Banjar Adat Kaja Kangin.
“Waktu itu saya sampaikan apa adanya. Bahwa itu memang benar digunakan sebagai Bale Banjar Adat Kaja Kangin,” jelas pria yang sempat menjadi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Buleleng itu.
Selanjutnya SHM bale banjar pun terbit. Menurut Warkadea selama proses pengumuman pendaftaran juga tak pernah ada protes. Masalah pun baru bergulir pada akhir 2020. Hingga berujung pada somasi pada dirinya.
“Tahun 2021 saya disomasi, bahwa tanah itu milik leluhurnya. Tapi buktinya hanya pegang pipil saja. Waktu itu saya sampaikan bahwa itu sudah jadi bale banjar sejak lama. Akhirnya saya paruman di banjar, dan paruman menyerahkan pada saya untuk mengembalikan sertifikat itu,” ungkap Warkadea.
Ia pun berkoordinasi pada Kantor Pertanahan Buleleng. Sesuai petunjuk Kantor Pertanahan, agar sertifikat itu dibatalkan. Sehingga ia pun mengajukan pembatalan sertifikat itu ke pihak agraria. Warkadea juga mengklaim telah mengantongi surat keterangan pembatalan sertifikat. Sehingga status tanah Bale Banjar Adat Kaja Kangin, kembali seperti semula.
“Sertifikat itu sudah mati. Statusnya kembali ke awal. Sehingga semuanya batal demi hukum. Saat proses di kepolisian juga sudah saya jelaskan. Dokumen apa yang saya palsukan? Sporadik itu dibuat apa adanya, bahwa itu digunakan bale banjar. Disinyalir ada faktor X di sana,” tegasnya.
Apakah akan mengambil langkah hukum? Warkadea mengaku masih memikirkan hal tersebut. Ia mengklaim masih berkoordinasi dengan tim hukum terkait proses tersebut.(eps)