SINGARAJA– Gegara menebar ancaman melalui telepon, prajuru adat di Desa Adat Anturan, Ketut Supandra, 58, jadi pesakitan. Dia harus duduk di kursi terdakwa, karena diduga melakukan tindak pidana pengancaman pada Januari lalu.
Senin kemarin (5/9) Supandra harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Singaraja. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Made Bagiarta, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam dakwaannya, JPU Kejaksaan Negeri Buleleng, I Komang Agus Sugiharta mengungkapkan, tindakan pengancaman itu diduga terjadi pada 4 Januari 2022 lalu. Peristiwa bermula saat sejumlah nasabah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan menggeruduk kantor LPD.
Saat itu, korban Ketut Yasa sempat berdebat dengan terdakwa Ketut Supandra, yang juga prajuru di Desa Adat Anturan. Usai pertemuan di sekretariat LPD, terdakwa Supandra disebut sempat berkata “Hai Putu Yasa, You jadi target saya. Nanti you berhadapan dengan saya”. Hal itu diucapkan terdakwa di pintu keluar. Korban Ketut Yasa pun menjawab hal tersebut. “Ketut Yasa, silahkan saja”. Karena dianggap bukan hal serius, korban pun memilih pulang ke rumah.
Pada sore harinya, sekitar pukul 19.00, korban menerima telepon dari sebuah nomor ponsel. Belakangan nomor ponsel itu diketahui milik Ketut Supandra. Dalam percakapan berdurasi 12 menit dan 43 detik itu, terdapat sebuah kalimat ancaman. “Pada menit ke-3 dan 40 detik, terdengar kalimat ‘sekali lagi kau masuk ke Desa Anturan saya bunuh kau’. Sehingga perbuatan terdakwa membuat saksi korban merasa terancam,” ungkap JPU Agus Sugiharta.
Terhadap hal tersebut, JPU menerapkan dakwaan tunggal. Perbuatan terdakwa dianggap melanggar pasal 45b Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pelanggaran terhadap rumusan pasal tersebut, berpotensi menyebabkan terdakwa dihukum selama empat tahun penjara. (eps)