DENPASAR– Marketing salah satu bank BUMN di Denpasar, Riza Kerta Yudha Negara dituntut 4 tahun dan 2 bulan atau 50 bulan penjara. Selain hukuman badan, Riza juga dituntut pidana denda sebesar Rp 200 juta.
“Apabila denda tidak dibayar diganti tiga bulan kurungan,” ujar Kasi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha, Rabu kemarin (15/6).
JPU juga menuntut pria 33 tahun itu membayar denda sebesar Rp 291 juta. Jumlah uang pengganti itu sesuai dengan uang yang dinikmati oleh Riza. “Apabila uang pengganti tidak dibayar, maka diganti pidana penjara selama sembilan bulan,” tegas Eka.
JPU menilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa dianggap menghambat program pemerintah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Sedangkan pertimbangan meringankan, terdakwa telah melakukan pengembalian kerugian negara sebesar Rp 220 juta. “Jumah uang yang dikembalikan terdakwa itu 75 persen dari jumlah Rp 291 juta yang dinikmati terdakwa,” tukas Eka.
Diwawancarai terpisah, Putu Angga Pratama Sukma selaku pengacara Riza mengatakan bakal melakukan pembelaan secara tertulis pada sidang 16 Juni 2022. Namun, Angga merasa heran dengan tingginya tuntutan.
“Dituntut 4 tahun 2 bulan itu masih tinggi, sementara uang kerugian negara sebagian besar sudah dikembalikan. Kami akan sampaikan pada pledoi,” ucapnya.
Dalam sidang pembuktian, terdakwa Riza mengungkapkan fakta menarik. Menurutnya, dari kerugian Rp 3,1 miliar, Riza mengaku hanya menikmati sekitar Rp 122 juta.
Ketika ditanya JPU uang itu dipakai apa saja, terdakwa mengaku untuk kepentingan pribadi. “Saya pakai makan. Pernah sekali ke tempat hiburan malam,” ungkap terdakwa di depan majelis hakim yang diketuai Putu Gde Novyartha.
Lalu, ke mana sisa uang lainnya? Terdakwa menyebut sejumlah nama yang menerima aliran dana. Ada nama Sukeni menerima Rp 2,7 miliar, Udin sebesar Rp 19 juta, dan Yudi sebesar Rp 52 juta.
Terkait Sukeni terdakwa mengaku hanya bertemu sekali di Jalan Teuku Umar Barat, Denpasar. Kini Sukeni masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.
Terdakwa juga mengklaim pencairan dana KUR sudah sesuai prosedur. Yakni survei ke lapangan, memasukkan data, berlanjut ke customer service (CS), hingga dana ditransfer ke rekening debitur.
Soal KTP fiktif, dari 148 debitur hanya satu KTP yang asli, itupun orangnya sudah meninggal, terdakwa mengaku KTP cocok saat diajukan ke kantornya. Buktinya bisa cair saat dibawa ke bagian CS hingga terjadi pencairan pada debitur. (san)