27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:33 AM WIB

Dari Pengembangan Penyelidikan Korupsi LPD Anturan, Buleleng

Ternyata Ada SHM yang Ganti Nama

SINGARAJA– Jaksa menemukan sebuah sertifikat hak milik (SHM) yang telah berganti nama. Ditengarai perubahan nama itu dilakukan untuk mengaburkan aset-aset Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Anturan, terutama aset yang berbentuk tanah kavling.

 

Tim penyidik di Kejaksaan Negeri Buleleng mendapati sebidang tanah yang dikuasai oleh salah satu LPD di Kecamatan Kubutambahan. Setelah ditelusuri asal usulnya, ternyata tanah itu dulunya tercatat sebagai SHM atas nama Nyoman Arta Wirawan, Ketua LPD Anturan yang kini jadi tersangka dalam dugaan korupsi di LPD Anturan.

 

Temuan itu terungkap setelah jaksa menelusuri satu persatu daftar deposan di LPD Anturan. Jaksa sengaja menelusuri beberapa deposan, melihat pola-pola yang terjadi sebelumnya. Tersangka Arta Wirawan kerap menyerahkan SHM sebagai bentuk kompensasi karena LPD Anturan gagal bayar bunga dan pokok deposito.

 

Dari beberapa deposito LPD Anturan, jaksa menemukan sebuah kejanggalan. Salah satu LPD di Kubutambahan menempatkan deposito sebanyak Rp 200 juta di LPD Anturan pada tahun 2020.  Hal itu dinilai janggal karena pada 2020 LPD Anturan sudah kolaps. “Tersangka NAW meminta bantuan kepada salah satu LPD di Kecamatan Kubutambahan agar menempatkan deposito di LPD Anturan. Hal ini janggal karena saat itu LPD Anturan sudah kolaps,” ungkap Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara, saat dihubungi kemarin (30/7).

 

Sebagai bentuk komitmen, tersangka Nyoman Arta Wirawan menyerahkan selembar SHM kepada LPD di Kubutambahan tersebut. SHM itu merujuk lahan seluas 2 are di wilayah Desa Banjar.

 

Semestinya deposito tersebut jatuh tempo pada tahun 2021. Namun sebelum tanggal jatuh tempo, SHM telah dibalik nama menjadi milik Ketua LPD di Kubutambahan. Sertifikat itu juga tercatat sebagai aset LPD yang bersangkutan.

 

Jayalantara menyebut proses balik nama itu merupakan hal yang aneh. “Karena proses balik nama itu terjadi sebelum tanggal jatuh tempo. Kalau tidak salah pertengahan 2020 itu sudah balik nama,” jelasnya.

 

Bukankah hal itu termasuk tindak pidana pencucian uang? Jayalantara tak menjawab secara gamblang. Menurutnya penyidik tengah mengembangkan hasil penyidikan yang telah ditemukan. “Nanti akan ada rapat tim dan akan ada kesimpulan. Penyidik menyampaikan akan fokus satu persatu. Hasil pengembangan dari penyidikan akan disampaikan kemudian,” tegasnya. (eps)

 

SINGARAJA– Jaksa menemukan sebuah sertifikat hak milik (SHM) yang telah berganti nama. Ditengarai perubahan nama itu dilakukan untuk mengaburkan aset-aset Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Anturan, terutama aset yang berbentuk tanah kavling.

 

Tim penyidik di Kejaksaan Negeri Buleleng mendapati sebidang tanah yang dikuasai oleh salah satu LPD di Kecamatan Kubutambahan. Setelah ditelusuri asal usulnya, ternyata tanah itu dulunya tercatat sebagai SHM atas nama Nyoman Arta Wirawan, Ketua LPD Anturan yang kini jadi tersangka dalam dugaan korupsi di LPD Anturan.

 

Temuan itu terungkap setelah jaksa menelusuri satu persatu daftar deposan di LPD Anturan. Jaksa sengaja menelusuri beberapa deposan, melihat pola-pola yang terjadi sebelumnya. Tersangka Arta Wirawan kerap menyerahkan SHM sebagai bentuk kompensasi karena LPD Anturan gagal bayar bunga dan pokok deposito.

 

Dari beberapa deposito LPD Anturan, jaksa menemukan sebuah kejanggalan. Salah satu LPD di Kubutambahan menempatkan deposito sebanyak Rp 200 juta di LPD Anturan pada tahun 2020.  Hal itu dinilai janggal karena pada 2020 LPD Anturan sudah kolaps. “Tersangka NAW meminta bantuan kepada salah satu LPD di Kecamatan Kubutambahan agar menempatkan deposito di LPD Anturan. Hal ini janggal karena saat itu LPD Anturan sudah kolaps,” ungkap Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara, saat dihubungi kemarin (30/7).

 

Sebagai bentuk komitmen, tersangka Nyoman Arta Wirawan menyerahkan selembar SHM kepada LPD di Kubutambahan tersebut. SHM itu merujuk lahan seluas 2 are di wilayah Desa Banjar.

 

Semestinya deposito tersebut jatuh tempo pada tahun 2021. Namun sebelum tanggal jatuh tempo, SHM telah dibalik nama menjadi milik Ketua LPD di Kubutambahan. Sertifikat itu juga tercatat sebagai aset LPD yang bersangkutan.

 

Jayalantara menyebut proses balik nama itu merupakan hal yang aneh. “Karena proses balik nama itu terjadi sebelum tanggal jatuh tempo. Kalau tidak salah pertengahan 2020 itu sudah balik nama,” jelasnya.

 

Bukankah hal itu termasuk tindak pidana pencucian uang? Jayalantara tak menjawab secara gamblang. Menurutnya penyidik tengah mengembangkan hasil penyidikan yang telah ditemukan. “Nanti akan ada rapat tim dan akan ada kesimpulan. Penyidik menyampaikan akan fokus satu persatu. Hasil pengembangan dari penyidikan akan disampaikan kemudian,” tegasnya. (eps)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/