31 C
Jakarta
8 Mei 2024, 20:20 PM WIB

Keluarkan Rekomendasi Provokatif, Adi Susanto Laporkan AWK Ke BK DPD

JAKARTA – Kisruh kedatangan Anggota DPD RI Arya Wedakarna ke Desa Adat Bugbug, Karangasem, 30 Januari 2020 lalu berlanjut pada pelaporan AWK ke Badan Kehormatan DPD RI, Kamis, (13/2) siang.

Sang pelapor adalah I Nengah Yasa Adi Susanto, krama Banjar Adat Dharmalaksana, Desa Adat Bugbug, Karangasem yang diajak berseteru oleh AWK saat rapat dengar pendapat di Wantilan Desa Adat Bugbug.

Jero Ong, demikian putra dari Jero Kaleran Desa Bugbug, Karangasem ini biasa dipanggil menegaskan bahwa pihaknya melaporkan AWK ke BK DPD RI agar ke depannya anggota DPD

ini lebih berhati-hati, lebih sopan, dan beretika dalam menyampaikan pandangan atau pendapat di muka umum; bukan justru memprovokasi masyarakat.

Kepada Radarbali.id Jero Ong menyebut dasar hukum pelaporan tersebut adalah Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib.

Pada Paragraf 3 Pengaduan tentang Perilaku Anggota DPD khususnya Pasal 314 ayat (1) yang menyatakan bahwa masyarakat dapat mengajukan pengaduan tentang perilaku Anggota kepada Pimpinan DPD dan atau Badan Kehormatan.

Adi Susanto yang juga Advokat pada kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini menyatakan bahwa ada beberapa dugaan pelanggaran terkait

Tata Tertib dan pelanggaran etika yang diduga dilakukan oleh AWK saat pertemuan dengan para pihak yang berselisih paham dan dengan masyarakat Desa Adat Bugbug, Karangasem.

Salah satu pernyataan yang dia sampaikan misalnya AWK adalah orang yang paling berani di Bali dan tidak pernah takut pada siapapun,

bahkan dia menyatakan akan memaki gubernur maupun bupati bila salah dan pernyataan itu sudah tersebar di youtube di menit ke 15.32 yang diunggah oleh AWK.

“Bukti rekaman video dari youtube dengan link: https://youtu.be/ROrbnezCQD4 serta bukti surat sudah saya lampirkan pada laporan ke BK DPD RI dan semoga pihak-pihak terkait termasuk pihak teradu AWK segera dipanggil,” ucapnya.

Jadi tindakan tersebut, imbuh Jero Ong juga melanggar ketentuan yang diatur pada Peraturan DPD No. 2 Tahun 2019 khususnya paragraf 2,

kewajiban anggota, Pasal 13 huruf g yang menyatakan anggota berkewajiban menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain.

“Tambah Adi Susanto yang juga sering mengadvokasi Pekerja Migran Indonesia ini menegaskan bahwa tindakan AWK adalah melampaui dari tugas, kewajiban,

dan tanggung jawab seorang anggota DPD sesuai dengan yang diatur di UU Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Tindakan AWK yang ingin menyelesaikan kasus adat tersebut diatas juga tidak menghormati keberadaan suatu lembaga Adat yang bernama

Kerta Desa yang sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) Perda 4 tahun 2019 yang menyatakan Kerta Desa Adat bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, menyelesaikan perkara adat atau wicara yang terjadi di Desa Adat berdasarkan hukum adat.

Tindakan AWK yang bermaksud menyelesaikan kasus internal dan mengintervensi kemandirian Desa Adat di Bali adalah melampaui dari tugas seorang anggota DPD

utamanya pelaksanaan lingkup tugas Komite I sesuai dengan Pasal 83 Peraturan DPD No. 2 Tahun 2019, dan tindakan AWK yang mengintervensi masalah

Desa Adat juga diduga melanggar ketentuan sesuai dengan Bab XIV Kegiatan Anggota di Daerah khususnya Pasal 293 ayat 1 dan ayat 2.

Tindakan AWK yang mengatasnamakan DPD mengeluarkan rekomendasi lisan saat pertemuan tanggal 30 Januari 2020 lalu dan akan

mengeluarkan surat rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh para pihak adalah tindakan yang diduga melanggar ketentuan pada Pasal 306 ayat (1).

Jadi rekomendasi lisan dan surat rekomendasi yang akan diterbitkan oleh AWK  tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat serta tidak harus dilaksanakan.

Tindakan AWK juga diduga memenuhi unsur sebagaimana ketentuan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Tata Beracara Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia khususnya Pasal 15 huruf a dan b.

AWK juga diduga melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Daerah khususnya Pasal 5 huruf d, e, f, i, j, k, dan p.

“Jadi intinya saya serahkan kepada BK DPD untuk menuntaskan laporan saya ini dan semoga apa yang saya laporkan mendapat keadilan,” tutup Adi. (

JAKARTA – Kisruh kedatangan Anggota DPD RI Arya Wedakarna ke Desa Adat Bugbug, Karangasem, 30 Januari 2020 lalu berlanjut pada pelaporan AWK ke Badan Kehormatan DPD RI, Kamis, (13/2) siang.

Sang pelapor adalah I Nengah Yasa Adi Susanto, krama Banjar Adat Dharmalaksana, Desa Adat Bugbug, Karangasem yang diajak berseteru oleh AWK saat rapat dengar pendapat di Wantilan Desa Adat Bugbug.

Jero Ong, demikian putra dari Jero Kaleran Desa Bugbug, Karangasem ini biasa dipanggil menegaskan bahwa pihaknya melaporkan AWK ke BK DPD RI agar ke depannya anggota DPD

ini lebih berhati-hati, lebih sopan, dan beretika dalam menyampaikan pandangan atau pendapat di muka umum; bukan justru memprovokasi masyarakat.

Kepada Radarbali.id Jero Ong menyebut dasar hukum pelaporan tersebut adalah Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib.

Pada Paragraf 3 Pengaduan tentang Perilaku Anggota DPD khususnya Pasal 314 ayat (1) yang menyatakan bahwa masyarakat dapat mengajukan pengaduan tentang perilaku Anggota kepada Pimpinan DPD dan atau Badan Kehormatan.

Adi Susanto yang juga Advokat pada kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini menyatakan bahwa ada beberapa dugaan pelanggaran terkait

Tata Tertib dan pelanggaran etika yang diduga dilakukan oleh AWK saat pertemuan dengan para pihak yang berselisih paham dan dengan masyarakat Desa Adat Bugbug, Karangasem.

Salah satu pernyataan yang dia sampaikan misalnya AWK adalah orang yang paling berani di Bali dan tidak pernah takut pada siapapun,

bahkan dia menyatakan akan memaki gubernur maupun bupati bila salah dan pernyataan itu sudah tersebar di youtube di menit ke 15.32 yang diunggah oleh AWK.

“Bukti rekaman video dari youtube dengan link: https://youtu.be/ROrbnezCQD4 serta bukti surat sudah saya lampirkan pada laporan ke BK DPD RI dan semoga pihak-pihak terkait termasuk pihak teradu AWK segera dipanggil,” ucapnya.

Jadi tindakan tersebut, imbuh Jero Ong juga melanggar ketentuan yang diatur pada Peraturan DPD No. 2 Tahun 2019 khususnya paragraf 2,

kewajiban anggota, Pasal 13 huruf g yang menyatakan anggota berkewajiban menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain.

“Tambah Adi Susanto yang juga sering mengadvokasi Pekerja Migran Indonesia ini menegaskan bahwa tindakan AWK adalah melampaui dari tugas, kewajiban,

dan tanggung jawab seorang anggota DPD sesuai dengan yang diatur di UU Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Tindakan AWK yang ingin menyelesaikan kasus adat tersebut diatas juga tidak menghormati keberadaan suatu lembaga Adat yang bernama

Kerta Desa yang sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) Perda 4 tahun 2019 yang menyatakan Kerta Desa Adat bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, menyelesaikan perkara adat atau wicara yang terjadi di Desa Adat berdasarkan hukum adat.

Tindakan AWK yang bermaksud menyelesaikan kasus internal dan mengintervensi kemandirian Desa Adat di Bali adalah melampaui dari tugas seorang anggota DPD

utamanya pelaksanaan lingkup tugas Komite I sesuai dengan Pasal 83 Peraturan DPD No. 2 Tahun 2019, dan tindakan AWK yang mengintervensi masalah

Desa Adat juga diduga melanggar ketentuan sesuai dengan Bab XIV Kegiatan Anggota di Daerah khususnya Pasal 293 ayat 1 dan ayat 2.

Tindakan AWK yang mengatasnamakan DPD mengeluarkan rekomendasi lisan saat pertemuan tanggal 30 Januari 2020 lalu dan akan

mengeluarkan surat rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh para pihak adalah tindakan yang diduga melanggar ketentuan pada Pasal 306 ayat (1).

Jadi rekomendasi lisan dan surat rekomendasi yang akan diterbitkan oleh AWK  tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat serta tidak harus dilaksanakan.

Tindakan AWK juga diduga memenuhi unsur sebagaimana ketentuan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Tata Beracara Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia khususnya Pasal 15 huruf a dan b.

AWK juga diduga melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Daerah khususnya Pasal 5 huruf d, e, f, i, j, k, dan p.

“Jadi intinya saya serahkan kepada BK DPD untuk menuntaskan laporan saya ini dan semoga apa yang saya laporkan mendapat keadilan,” tutup Adi. (

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/