29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:12 AM WIB

DPR RI Usulkan RUU Larangan Minuman Beralkohol, Bali Bereaksi Keras

DENPASAR – Rancangan Undang-Undangan (RUU) tentang Larangan Minuman Berakohol inisiatif DPR RI memicu respons masyarakat Bali.

Pasalnya, jika seandainya RUU tersebut disahkan bakal bertabrakan dengan Peraturan Gubernur No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali produk Gubernur Koster.

Anggota DPR RI dari Bali I Nyoman Parta mengatakan, RUU itu prinsipnya harus memenuhi asas sosiologis.

Di mana undang-undang dibuat untuk kepentingan banyak orang sehingga tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi saja.

“RUU  ini  juga harus mengayomi semua kelompok  karena bangsa ini sangat majemuk termasuk adat tradisi,” terang politisi PDI Perjuangan ini. 

Anggota DPRD Bali Anak Agung Adhi Ardhana menyebutkan jika RUU sampai disahkan akan mematikan petani arak di Bali.

Sebab, salah satu warisan budaya adalah minuman tradisional. Politikus PDIP ini memastikan Bali menolak RUU Larangan Minuman Berakohol tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan, dari naskah yang bahwa apa yang berlangsung terkait kebiasaan dan kebijakan dalam minuman beralkohol di Bali, Sumut dan Sulut

dimasukkan dalam praktik empiris yang semestinya menjadi pertimbangan dalam jangkauan arah dan ruang lingkup dalam menyusun produk legislasi.

Karena Indonesia adalah negara kesatuan dan disatukan dengan semboyan negara Bhineka Tunggal Ika.

“Kalau pada RUU yang diajukan malah kembali dan berbalik dengan tidak melihat praktik empiris sekedar hanya memperhitungkan teoritis maka akan sangat tidak adil bagi masyarakat yang

secara adat dan budaya yang juga dijamin UUD 1945 serta tentunya juga potensi ekonomi yang mungkin dihasilkan,” terangnya.

Kajian akademis didalamnya sepertinya terlalu dangkal dalam menggali pola-pola pengendalian yang telah diwariskan oleh leluhur kita dan tidak hanya sebatas larangan.

“Mari kita lihat di Bali atau Hindu dengan pengetahuan Sad Ripu (6 musuh) yang di dalamnya ada Mada atau mabuk-mabukan (segala macam mabuk termasuk alkohol)

maka sebenarnya kita paham. Namun, sekarang berkembang pengetahuan bahwa menenggak alkohol pada takaran tertentu adalah obat.

Maksud saya, kenapa tidak mengarah kepada pengendalian yang baik dan bukan pada larangan yg mengekang?” tanyanya.

Ia mencontohkan obat bius atau narkotika bisa dipakai untuk kalangan medis dalam menangani pasien.

Menurutnya, sama halnya minuman berakohol sebatas mana alkohol akan memabukkan itu jelas harus dilarang bukan produknya yang diharamkan.

DENPASAR – Rancangan Undang-Undangan (RUU) tentang Larangan Minuman Berakohol inisiatif DPR RI memicu respons masyarakat Bali.

Pasalnya, jika seandainya RUU tersebut disahkan bakal bertabrakan dengan Peraturan Gubernur No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali produk Gubernur Koster.

Anggota DPR RI dari Bali I Nyoman Parta mengatakan, RUU itu prinsipnya harus memenuhi asas sosiologis.

Di mana undang-undang dibuat untuk kepentingan banyak orang sehingga tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi saja.

“RUU  ini  juga harus mengayomi semua kelompok  karena bangsa ini sangat majemuk termasuk adat tradisi,” terang politisi PDI Perjuangan ini. 

Anggota DPRD Bali Anak Agung Adhi Ardhana menyebutkan jika RUU sampai disahkan akan mematikan petani arak di Bali.

Sebab, salah satu warisan budaya adalah minuman tradisional. Politikus PDIP ini memastikan Bali menolak RUU Larangan Minuman Berakohol tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan, dari naskah yang bahwa apa yang berlangsung terkait kebiasaan dan kebijakan dalam minuman beralkohol di Bali, Sumut dan Sulut

dimasukkan dalam praktik empiris yang semestinya menjadi pertimbangan dalam jangkauan arah dan ruang lingkup dalam menyusun produk legislasi.

Karena Indonesia adalah negara kesatuan dan disatukan dengan semboyan negara Bhineka Tunggal Ika.

“Kalau pada RUU yang diajukan malah kembali dan berbalik dengan tidak melihat praktik empiris sekedar hanya memperhitungkan teoritis maka akan sangat tidak adil bagi masyarakat yang

secara adat dan budaya yang juga dijamin UUD 1945 serta tentunya juga potensi ekonomi yang mungkin dihasilkan,” terangnya.

Kajian akademis didalamnya sepertinya terlalu dangkal dalam menggali pola-pola pengendalian yang telah diwariskan oleh leluhur kita dan tidak hanya sebatas larangan.

“Mari kita lihat di Bali atau Hindu dengan pengetahuan Sad Ripu (6 musuh) yang di dalamnya ada Mada atau mabuk-mabukan (segala macam mabuk termasuk alkohol)

maka sebenarnya kita paham. Namun, sekarang berkembang pengetahuan bahwa menenggak alkohol pada takaran tertentu adalah obat.

Maksud saya, kenapa tidak mengarah kepada pengendalian yang baik dan bukan pada larangan yg mengekang?” tanyanya.

Ia mencontohkan obat bius atau narkotika bisa dipakai untuk kalangan medis dalam menangani pasien.

Menurutnya, sama halnya minuman berakohol sebatas mana alkohol akan memabukkan itu jelas harus dilarang bukan produknya yang diharamkan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/