29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:43 AM WIB

Ramai-ramai Tolak Usulan Koster Soal Rapid Test Rp 375 Ribu

DENPASAR – Pembahasan Ranperda tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum merupakan usulan Gubernur Bali yang juga mencantumkan harga rapid test pada 20 Agustus 2020 di DPRD Bali memantik reaksi dari banyak pihak. Apalagi, dalam Ranpeda itu disebutkan bahwa biaya rapid test sebesar Rp 375 ribu. Hal ini mencerminkan komersialisasi kesehatan di tengah kesulitan hidup rakyat di pandemi ini. 

Ini disampaikan Ni Kadek Vany Primaliraning, Direktur LBH Bali dalam rilis resminya pada Rabu (26/8). Disebutkan, apabila dilihat secara utuh usulan tersebut dianggap bertentangan dengan beberapa hal. Pertama, Hak Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia.

“Karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain,” tulisnya.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), Pasal 12 ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi Hak Anak, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sehingga di tengah Pademi ini harusnya pemeritah daerah berorientasi pada pemenuhan HAM rakyatnya, dan meminimalisir dampak protokol kesehatan terhadap pemenuhan akses kesehatan bagi pasien.

Hakekatnya UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Jasa Umum merupakan pungutan atas pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Prinsip penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektifitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

“Para pekerja di sektor formal usaha jasa pariwisata telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 2.667 orang dan yang sudah dirumahkan sebanyak 73.631 orang.  Ditambah rencana meningkatnya harga rapid test, ini akan menyengsarakan warga,” katanya.

Sementara harga rapid test di produsen dan fasilitas pelayanan kesehatan berkisar Rp 72 ribu (kemenkes.go.id), maka hal ini hanya memperlihatkan komersialisasi kesehatan tanpa merujuk pada hakekat dan prinsip dari Retribusi Jasa Umum yang lebih mengedepankan kepentingan dan kemanfaatan umum serta kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

Merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/247/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang kemudian dipertegas melalui Surat Edaran No HK 02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi pada angka 1 dan 2  “batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi adalah Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) atas permintaan sendiri”.

Maka usulan Perda harus merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan  di atas. Untuk itulah, LBH Bali bersama AJI Denpasar, BaleBengong dan Alumni Sekolah Antikorupsi (Sakti) Bali menyatakan sikap untuk menolak komersialisasi kesehatan di tengah pandemi Covid. Kedua, transparansi pengadaan barang dan jasa bidang kesehatan serta informasi penanganan Covid-19 selama pandemi.

Ketiga, mendorong Gubernur Bali dan DPRD Provinsi Bali untuk meningkatkan usaha penanganan Covid 19 terutama tracing (penelusuran) kasus baru dan tes yang mudah diakses publik.

Keempat, mendorong Pemerintah, Komisi Penyelenggara Perlindungan dan Anak Provinsi Bali, dan Ombudsman untuk melakukan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di tengah pandemi. 

Dan kelima, mendorong Pemerintah Bali dan Instansi terkait memberikan akses kesehatan walau pandemi dalam sistem terpadu penanganan dan pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil, difabel, anak, dan lansia.

DENPASAR – Pembahasan Ranperda tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum merupakan usulan Gubernur Bali yang juga mencantumkan harga rapid test pada 20 Agustus 2020 di DPRD Bali memantik reaksi dari banyak pihak. Apalagi, dalam Ranpeda itu disebutkan bahwa biaya rapid test sebesar Rp 375 ribu. Hal ini mencerminkan komersialisasi kesehatan di tengah kesulitan hidup rakyat di pandemi ini. 

Ini disampaikan Ni Kadek Vany Primaliraning, Direktur LBH Bali dalam rilis resminya pada Rabu (26/8). Disebutkan, apabila dilihat secara utuh usulan tersebut dianggap bertentangan dengan beberapa hal. Pertama, Hak Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia.

“Karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain,” tulisnya.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), Pasal 12 ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi Hak Anak, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sehingga di tengah Pademi ini harusnya pemeritah daerah berorientasi pada pemenuhan HAM rakyatnya, dan meminimalisir dampak protokol kesehatan terhadap pemenuhan akses kesehatan bagi pasien.

Hakekatnya UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Jasa Umum merupakan pungutan atas pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Prinsip penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektifitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

“Para pekerja di sektor formal usaha jasa pariwisata telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 2.667 orang dan yang sudah dirumahkan sebanyak 73.631 orang.  Ditambah rencana meningkatnya harga rapid test, ini akan menyengsarakan warga,” katanya.

Sementara harga rapid test di produsen dan fasilitas pelayanan kesehatan berkisar Rp 72 ribu (kemenkes.go.id), maka hal ini hanya memperlihatkan komersialisasi kesehatan tanpa merujuk pada hakekat dan prinsip dari Retribusi Jasa Umum yang lebih mengedepankan kepentingan dan kemanfaatan umum serta kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

Merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/247/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang kemudian dipertegas melalui Surat Edaran No HK 02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi pada angka 1 dan 2  “batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi adalah Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) atas permintaan sendiri”.

Maka usulan Perda harus merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan  di atas. Untuk itulah, LBH Bali bersama AJI Denpasar, BaleBengong dan Alumni Sekolah Antikorupsi (Sakti) Bali menyatakan sikap untuk menolak komersialisasi kesehatan di tengah pandemi Covid. Kedua, transparansi pengadaan barang dan jasa bidang kesehatan serta informasi penanganan Covid-19 selama pandemi.

Ketiga, mendorong Gubernur Bali dan DPRD Provinsi Bali untuk meningkatkan usaha penanganan Covid 19 terutama tracing (penelusuran) kasus baru dan tes yang mudah diakses publik.

Keempat, mendorong Pemerintah, Komisi Penyelenggara Perlindungan dan Anak Provinsi Bali, dan Ombudsman untuk melakukan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di tengah pandemi. 

Dan kelima, mendorong Pemerintah Bali dan Instansi terkait memberikan akses kesehatan walau pandemi dalam sistem terpadu penanganan dan pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil, difabel, anak, dan lansia.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/