28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:44 AM WIB

Kata Pak Gub Waste Energy TPA Suwung Sulit Terwujud, Ini Penyebabnya

RadarBali.com – Misi mengelola sampah di TPA Suwung, Denpasar Selatan, menjadi energi listrik atau waste to energy nyaris mustahil terwujud.

Permasalahan yang dihadapi pemerintah sangat klasik, yakni dana. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyebut butuh biaya besar, sekitar Rp 2 triliun untuk membuat gunung sampah itu menjadi listrik.

Dikatakan Pastika, masyarakat memang menginginkan waste to energy. Namun, hal itu sangat kompleks, khususnya menjual listrik dengan harga mahal kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Kecuali pemerintah (pusat) mau mengerjakan itu. Kalau, pemerintah provinsi disuruh tidak bisa,” ujar Pastika belum lama ini di Gedung Wisma Sabha.

Menurut Pastika, PLN mau membeli listrik 6,6 sen dolar/USD. Padahal, biaya operasional butuh 12 sen USD/kwh.

Kalau misalnya PLN mau membeli dari perusahaan sebesar 15 sen USD/kwh, baru ada perusahaan mau berinvestasi. Saat ini PLN jual listrik ke masyarakat 9 USD/kwh.

Besarnya dana yang dibutuhkan membuat perusahaan yang mau mengambil waste to energy di TPA Suwung perlu subsidi pemerintah pusat.

Cara lain yang bisa diambil yakni menerapkan tapping fee atau biaya masuk saat membuang sampah di TPA Suwung. Ketika ada orang yang mau membawa sampah ke TPA Suwung harus bayar.

Dikatakan Pastika, di negara luar setiap satu ton sampah yang dibuang ke TPA harus membayar USD 30. Namun, Pastika kembali menegaskan jika pemerintah daerah yang diminta membayar tapping fee atau menyubsidi listrik tidak sanggup.

“Nak nu liu pipis (masih banyak butuh uang) untuk mengentaskan kemiskinan,” cetusnya. Untuk jangka pendek, lanjut Pastika, proses penataan kembali TPA Suwung saat ini sedang ditangani pemerintah pusat dengan proses sanitary landfill.

Tender ditangani Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR). Sanitary landfill yaitu upaya menutupi sampah yang sudah menggunung di TPA Suwung.

RadarBali.com – Misi mengelola sampah di TPA Suwung, Denpasar Selatan, menjadi energi listrik atau waste to energy nyaris mustahil terwujud.

Permasalahan yang dihadapi pemerintah sangat klasik, yakni dana. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyebut butuh biaya besar, sekitar Rp 2 triliun untuk membuat gunung sampah itu menjadi listrik.

Dikatakan Pastika, masyarakat memang menginginkan waste to energy. Namun, hal itu sangat kompleks, khususnya menjual listrik dengan harga mahal kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Kecuali pemerintah (pusat) mau mengerjakan itu. Kalau, pemerintah provinsi disuruh tidak bisa,” ujar Pastika belum lama ini di Gedung Wisma Sabha.

Menurut Pastika, PLN mau membeli listrik 6,6 sen dolar/USD. Padahal, biaya operasional butuh 12 sen USD/kwh.

Kalau misalnya PLN mau membeli dari perusahaan sebesar 15 sen USD/kwh, baru ada perusahaan mau berinvestasi. Saat ini PLN jual listrik ke masyarakat 9 USD/kwh.

Besarnya dana yang dibutuhkan membuat perusahaan yang mau mengambil waste to energy di TPA Suwung perlu subsidi pemerintah pusat.

Cara lain yang bisa diambil yakni menerapkan tapping fee atau biaya masuk saat membuang sampah di TPA Suwung. Ketika ada orang yang mau membawa sampah ke TPA Suwung harus bayar.

Dikatakan Pastika, di negara luar setiap satu ton sampah yang dibuang ke TPA harus membayar USD 30. Namun, Pastika kembali menegaskan jika pemerintah daerah yang diminta membayar tapping fee atau menyubsidi listrik tidak sanggup.

“Nak nu liu pipis (masih banyak butuh uang) untuk mengentaskan kemiskinan,” cetusnya. Untuk jangka pendek, lanjut Pastika, proses penataan kembali TPA Suwung saat ini sedang ditangani pemerintah pusat dengan proses sanitary landfill.

Tender ditangani Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR). Sanitary landfill yaitu upaya menutupi sampah yang sudah menggunung di TPA Suwung.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/