34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 12:34 PM WIB

Backlog di Bali Tinggi, Himppera Target 2019 Bangun 3.000 Unit Rumah

DENPASAR – Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Bali masih diperlukan.

Karena backlog di tahun 2018 saja masih tinggi. Sementara yang dibangun baru mencapai 2.438 unit. Di tahun 2019, Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Bali menargetkan membangun 3.000 unit lagi.

Pembangunan MBR ini sendiri merupakan bagian dari program Sejuta Rumah dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Menurut Ketua DPD Himperra Bali, Wayan Jayantara, Minggu (19/5) siang, untuk mengejar target pembangunan 3.000 unit itu, Himperra Bali akan tetap mengedapankan aturan.

Terutama yang berkaitan dengan tata ruang di Bali. Menurut Jayantara, meski program ini sasarannya adalah masyarakat berpenghasilan rendah, namun tetap memiliki tata aturan sesuai dengan peraturan Kementerian PUPR.

Sesuai dengan tata ruang di Bali. Sesuai dengan aturan, seperti tidak kumuh, lebar jalan telah sesuai dan hal lainnya.

Himperra sebagai pengembang bekerja di bawah payung hukum, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016.

 “Meski di kalangan masyarakat program Sejuta Rmah ini sering disebut rumah Jokowi, tetapi, kami sebagai pengusaha tidak menggunakan istilah atau sebutan itu.

Mengapa? Karena meski program ini adalah program bapak Jokowi, namun dalam pelaksanaannya tetap mengikuti payung hukum yang ada,” terang Jayantara.

Untuk mengejar target 3.000 rumah tahun ini, Himperra sendiri mengalami sedikit kendala. Karena ada pihak yang sepertinya ingin mempolitisir pembangunan rumah MBR ini.

Di mana ada pihak tertentu yang menhebut jika pengembang mencatut nama presiden Jokowi. Padahal pengembang MBR ini

sebenarnya dari para pengembang, dan itu merupakan murni usaha para pengusaha untuk merealisasikan program sejuta rumah dari pemerintah.

Terkait hal ini, kata dia, masyarakat perlu memahami. Jangan sampai karena sering disebut Rumah Jokowi, maka dianggap semuanya menjadi mudah. Semua ada aturannya.

“Kami setuju agar pembangunan rumah MBR untuk tidak merusak lingkungan. Melanggar tata ruang dan aturan yang ada. Kami setuju dan sepakat untuk tidak merusak tata ruang di Bali.

Untuk membeli rumah itu juga ada aturannya. Tak semena-mena seseorang bisa mendapatkan rumah murah. Aturannya jelas sesuai diaturan kementerian PUPR,” tandas Jayantara. (rba)

DENPASAR – Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Bali masih diperlukan.

Karena backlog di tahun 2018 saja masih tinggi. Sementara yang dibangun baru mencapai 2.438 unit. Di tahun 2019, Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Bali menargetkan membangun 3.000 unit lagi.

Pembangunan MBR ini sendiri merupakan bagian dari program Sejuta Rumah dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Menurut Ketua DPD Himperra Bali, Wayan Jayantara, Minggu (19/5) siang, untuk mengejar target pembangunan 3.000 unit itu, Himperra Bali akan tetap mengedapankan aturan.

Terutama yang berkaitan dengan tata ruang di Bali. Menurut Jayantara, meski program ini sasarannya adalah masyarakat berpenghasilan rendah, namun tetap memiliki tata aturan sesuai dengan peraturan Kementerian PUPR.

Sesuai dengan tata ruang di Bali. Sesuai dengan aturan, seperti tidak kumuh, lebar jalan telah sesuai dan hal lainnya.

Himperra sebagai pengembang bekerja di bawah payung hukum, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016.

 “Meski di kalangan masyarakat program Sejuta Rmah ini sering disebut rumah Jokowi, tetapi, kami sebagai pengusaha tidak menggunakan istilah atau sebutan itu.

Mengapa? Karena meski program ini adalah program bapak Jokowi, namun dalam pelaksanaannya tetap mengikuti payung hukum yang ada,” terang Jayantara.

Untuk mengejar target 3.000 rumah tahun ini, Himperra sendiri mengalami sedikit kendala. Karena ada pihak yang sepertinya ingin mempolitisir pembangunan rumah MBR ini.

Di mana ada pihak tertentu yang menhebut jika pengembang mencatut nama presiden Jokowi. Padahal pengembang MBR ini

sebenarnya dari para pengembang, dan itu merupakan murni usaha para pengusaha untuk merealisasikan program sejuta rumah dari pemerintah.

Terkait hal ini, kata dia, masyarakat perlu memahami. Jangan sampai karena sering disebut Rumah Jokowi, maka dianggap semuanya menjadi mudah. Semua ada aturannya.

“Kami setuju agar pembangunan rumah MBR untuk tidak merusak lingkungan. Melanggar tata ruang dan aturan yang ada. Kami setuju dan sepakat untuk tidak merusak tata ruang di Bali.

Untuk membeli rumah itu juga ada aturannya. Tak semena-mena seseorang bisa mendapatkan rumah murah. Aturannya jelas sesuai diaturan kementerian PUPR,” tandas Jayantara. (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/