34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 15:00 PM WIB

Awalnya Dijanjikan Kerja di Turki dengan Gaji Besar, Malah Terlantar

Puluhan warga Bali saat ini terlantar di Turki. Mereka diduga menjadi korban human trafficking alias perdagangan orang.

 

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, ada 25 orang warga Bali yang kini tanpa kejelasan di Turki. Dari puluhan orang tersebut, sebanyak 13 orang di antaranya berasal dari Buleleng.

 

Salah seorang yang menjadi korban adalah Putu Septiana Wardana, warga Banjar Dinas Babakan, Desa Sambangan. Kini dia hidup di sebuah losmen yang terdiri atas 2 ruangan. Masing-masing berukuran 3×3 meter. Di losmen tersebut, 25 orang warga ini harus bertahan hidup.

 

Menurut Septiana peristiwa itu bermula pada Oktober-November 2021 lalu. Saat itu para pekerja mendapat iming-iming tawaran bekerja di Turki dari sebuah agensi. Terutama di sektor perhotelan. Pekerjaan itu berupa house keeping dan steward.

 

Pihak agensi kemudian meminta para pekerja menyetorkan uang sebanyak Rp 25 juta. Mereka pun menyanggupi. Terlebih gaji yang ditawarkan cukup menjanjikan. Mencapai Rp 7 juta hingga Rp 10 juta sebulan.

 

Kejanggalan sebenarnya sudah terendus jelang keberangkatan. Mereka berangkat ke Turki menggunakan visa liburan. “Sebenarnya sudah curiga. Tapi pas ditanya, dibilang izin tinggalnya sudah beres. Nanti dibagikan pas sampai di Turki. Akhirnya kami berangkat ke sana,” ceritanya.

 

Para pekerja itu berangkat ke Istanbul, Turki, pada 9 Desember 2021 silam. Mereka baru sampai keesokan harinya. Saat sampai, mereka langsung dibawa ke sebuah losmen dengan alasan karantina. Hingga hari ke-19, tak kunjung ada kejelasan. Sehingga mereka mendesak pekerjaan pada agensi.

 

Ternyata penempatan pertama dilakukan di sebuah restoran pabrik. Mereka sama sekali tak mendapat upah di sana. Septiana menyebut para pekerja memilih mundur. Mereka kembali mendesak agar agensi melakukan penempatan sesuai janji. Akhirnya mereka dipekerjakan di pabrik masker. Alasannya, agensi masih menanti lowongan yang tersedia.

 

Namun pekerjaan di pabrik masker begitu berat. Mereka harus bekerja selama hampir 12 jam, dengan gaji 120 lira per hari atau sekitar Rp 110 ribu sehari. Akhirnya mereka memilih mundur teratur karena tidak sanggup dengan pekerjaan tersebut.

 

“Saya sudah berusaha mencari pekerjaan lain. Biar bisa bertahan di sini. Kami masih menuntut agen biar bertanggungjawab dengan janji mereka,” tegasnya.

 

Apabila pihak agensi tidak mampu memenuhi janji tersebut, ia meminta agar agen memulangkan para pekerja ke Indonesia. Sekaligus mengganti biaya yang timbul dalam proses penempatan tersebut.

 

Septiawan juga menyebut sudah ada pihak di Bali yang melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian. Laporan yang dilayangkan adalah tindak pidana perdagangan orang alias human trafficking.

 

Puluhan warga Bali saat ini terlantar di Turki. Mereka diduga menjadi korban human trafficking alias perdagangan orang.

 

Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, ada 25 orang warga Bali yang kini tanpa kejelasan di Turki. Dari puluhan orang tersebut, sebanyak 13 orang di antaranya berasal dari Buleleng.

 

Salah seorang yang menjadi korban adalah Putu Septiana Wardana, warga Banjar Dinas Babakan, Desa Sambangan. Kini dia hidup di sebuah losmen yang terdiri atas 2 ruangan. Masing-masing berukuran 3×3 meter. Di losmen tersebut, 25 orang warga ini harus bertahan hidup.

 

Menurut Septiana peristiwa itu bermula pada Oktober-November 2021 lalu. Saat itu para pekerja mendapat iming-iming tawaran bekerja di Turki dari sebuah agensi. Terutama di sektor perhotelan. Pekerjaan itu berupa house keeping dan steward.

 

Pihak agensi kemudian meminta para pekerja menyetorkan uang sebanyak Rp 25 juta. Mereka pun menyanggupi. Terlebih gaji yang ditawarkan cukup menjanjikan. Mencapai Rp 7 juta hingga Rp 10 juta sebulan.

 

Kejanggalan sebenarnya sudah terendus jelang keberangkatan. Mereka berangkat ke Turki menggunakan visa liburan. “Sebenarnya sudah curiga. Tapi pas ditanya, dibilang izin tinggalnya sudah beres. Nanti dibagikan pas sampai di Turki. Akhirnya kami berangkat ke sana,” ceritanya.

 

Para pekerja itu berangkat ke Istanbul, Turki, pada 9 Desember 2021 silam. Mereka baru sampai keesokan harinya. Saat sampai, mereka langsung dibawa ke sebuah losmen dengan alasan karantina. Hingga hari ke-19, tak kunjung ada kejelasan. Sehingga mereka mendesak pekerjaan pada agensi.

 

Ternyata penempatan pertama dilakukan di sebuah restoran pabrik. Mereka sama sekali tak mendapat upah di sana. Septiana menyebut para pekerja memilih mundur. Mereka kembali mendesak agar agensi melakukan penempatan sesuai janji. Akhirnya mereka dipekerjakan di pabrik masker. Alasannya, agensi masih menanti lowongan yang tersedia.

 

Namun pekerjaan di pabrik masker begitu berat. Mereka harus bekerja selama hampir 12 jam, dengan gaji 120 lira per hari atau sekitar Rp 110 ribu sehari. Akhirnya mereka memilih mundur teratur karena tidak sanggup dengan pekerjaan tersebut.

 

“Saya sudah berusaha mencari pekerjaan lain. Biar bisa bertahan di sini. Kami masih menuntut agen biar bertanggungjawab dengan janji mereka,” tegasnya.

 

Apabila pihak agensi tidak mampu memenuhi janji tersebut, ia meminta agar agen memulangkan para pekerja ke Indonesia. Sekaligus mengganti biaya yang timbul dalam proses penempatan tersebut.

 

Septiawan juga menyebut sudah ada pihak di Bali yang melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian. Laporan yang dilayangkan adalah tindak pidana perdagangan orang alias human trafficking.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/