30.1 C
Jakarta
20 April 2024, 20:26 PM WIB

Terlibat Dugaan Pungli Miliaran Rupiah, Yonda Tersangka Lagi

RadarBali.com – Penyidik Reskrimum Polda Bali kembali menetapkan anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra, I Made Wijaya alias Yonda

sebagai tersangka utama dalam kasus pungutan liar (Pungli) di perusahaan Water Sport, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung.

Bandesa Pekraman Tanjung Benoa ini ditetapkan tersangka bersama empat anak buahnya itu berdasarkan keterangan saksi sebanyak 79 orang.

Yonda disebut sebagai intelektual leader dalam melakukan pungutan liar dalam kurun waktu 2 tahun dengan total uang mencapai Rp 5 miliar lebih.

Wadirreskrim Polda Bali AKBP Sugeng Sudarsono menyatakan, penetapan tersangka kasus pungutan liar terhadap I Made Wijaya alias Yonda setelah penyidik dari Reskrimum Polda Bali melakukan gelar perkara, Rabu lalu (25/10).

Walhasil, Anggota DPRD Badung ini terbukti melakukan pelanggaran pungutan liar sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan

bersama 4 orang lainnya masing-masing berinisial IMS alias Dokter Beker (wakil Bandesa Adat Tanjung Benoa); IKS (ketua gali potensi);

IWK (Ketua BPDA); dan tersangka NKR (selaku karyawan gali potensi). “Total tersangka dalam kasus pungutan liar tersebut sebanyak 5 orang,” tuturnya.

Mantan Kapolres Karangasem ini menerangkan, ke-lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini memiliki peran masing-masing.

Tersangka Yonda merupakan intelektual leader alias dalang. Sementara, empat tersangka lainnya, yakni IMS selaku Wakil Bendesa Adat Tanjung Benoa berperan membuat pararem tentang gali potensi wisata bahari sejak awal Januari 2015.

Sedangkan tersangka IWK dan IKS, menjadi ketua gali potensi. Sedangkan NKR bertugas memungut uang.

Hasil pemungutan uang di wahana water sport tersebut dipergunakan ke-lima tersangka untuk berbagai kepentingan.

Sehingga, saat dimintai pertanggungjawaban, kelimanya tidak bisa menjelaskan secara detail aliran dana tersebut.

“Tersangka IMW (I Made Wijaya alias Yonda) ini memiliki peran penting dalam pungutan liar itu. Ia sebagai intelektual leader

yang berinisiatif melakukan pungutan liar di perusahaan water sport di kawasan Tanjung Benoa,” jelasnya di Polda Bali.

Ditambahkan, dalam pungutan liar yang dilakukan oleh ke lima tersangka ini rata-rata penghasilan perbulannya mencapai Rp 200 juta.

Setelah beraksi selama dua tahun lebih, para tersangka ini meraup uang dari hasil pungutan liar sebanyak Rp 5 Miliar lebih.

Dugaan penyelewengan dana sebanyak itu untuk keperluan pribadi diperkuat dengan tidak bisa mempertanggungjawabkan aliran uang.

“Dalam praktik pungli tersebut, para tersangka berlindung dibalik aturan Desa. Mereka mengatasnamakan desa adat melakukan perbuatan

yang tidak benar dan menyalahi ketentuan dalam aturan pemungutan dana dari desa adat. Kalau desa adat adanya dana punia atau sukarela.

Tapi para tersangka memasang target yang masuk dalam unsur pemerasan. Pun dari ke-lima tersangka ini tidak ada yang bisa mempertanggungjawabkan uang sebanyak itu,” bebernya.

Atas penetapan status tersangka terghadap Yonda dan ke-4 orang lainnya itu, pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan untuk mengambil keterangan walaupun status Yonda merupakan tahanan LP dalam kasus Tahura.

Sayang AKBP Sugeng tidak merinci waktu tepatnya untuk dipanggil. Pasalnya, saat ini Yonda masih menjalani persidangan dalam kasus reklamasi liar.

Menurut dia, meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya tidak melakukan penahanan. Alasannya, karena mereka tidak akan melarikan diri dan juga para tersangka merupakan orang Bali juga, sehingga kecil kemungkinan untuk keluar Bali.

“Kalau waktu pemeriksaan (Yonda dkk) dalam waktu dekat. Kita juga tidak tahan mereka karena beberapa pertimbangan sehingga tidak mungkin mereka menghilangkan bukti dan kabur dari Bali,” tutup Sugeng.

RadarBali.com – Penyidik Reskrimum Polda Bali kembali menetapkan anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra, I Made Wijaya alias Yonda

sebagai tersangka utama dalam kasus pungutan liar (Pungli) di perusahaan Water Sport, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung.

Bandesa Pekraman Tanjung Benoa ini ditetapkan tersangka bersama empat anak buahnya itu berdasarkan keterangan saksi sebanyak 79 orang.

Yonda disebut sebagai intelektual leader dalam melakukan pungutan liar dalam kurun waktu 2 tahun dengan total uang mencapai Rp 5 miliar lebih.

Wadirreskrim Polda Bali AKBP Sugeng Sudarsono menyatakan, penetapan tersangka kasus pungutan liar terhadap I Made Wijaya alias Yonda setelah penyidik dari Reskrimum Polda Bali melakukan gelar perkara, Rabu lalu (25/10).

Walhasil, Anggota DPRD Badung ini terbukti melakukan pelanggaran pungutan liar sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan

bersama 4 orang lainnya masing-masing berinisial IMS alias Dokter Beker (wakil Bandesa Adat Tanjung Benoa); IKS (ketua gali potensi);

IWK (Ketua BPDA); dan tersangka NKR (selaku karyawan gali potensi). “Total tersangka dalam kasus pungutan liar tersebut sebanyak 5 orang,” tuturnya.

Mantan Kapolres Karangasem ini menerangkan, ke-lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini memiliki peran masing-masing.

Tersangka Yonda merupakan intelektual leader alias dalang. Sementara, empat tersangka lainnya, yakni IMS selaku Wakil Bendesa Adat Tanjung Benoa berperan membuat pararem tentang gali potensi wisata bahari sejak awal Januari 2015.

Sedangkan tersangka IWK dan IKS, menjadi ketua gali potensi. Sedangkan NKR bertugas memungut uang.

Hasil pemungutan uang di wahana water sport tersebut dipergunakan ke-lima tersangka untuk berbagai kepentingan.

Sehingga, saat dimintai pertanggungjawaban, kelimanya tidak bisa menjelaskan secara detail aliran dana tersebut.

“Tersangka IMW (I Made Wijaya alias Yonda) ini memiliki peran penting dalam pungutan liar itu. Ia sebagai intelektual leader

yang berinisiatif melakukan pungutan liar di perusahaan water sport di kawasan Tanjung Benoa,” jelasnya di Polda Bali.

Ditambahkan, dalam pungutan liar yang dilakukan oleh ke lima tersangka ini rata-rata penghasilan perbulannya mencapai Rp 200 juta.

Setelah beraksi selama dua tahun lebih, para tersangka ini meraup uang dari hasil pungutan liar sebanyak Rp 5 Miliar lebih.

Dugaan penyelewengan dana sebanyak itu untuk keperluan pribadi diperkuat dengan tidak bisa mempertanggungjawabkan aliran uang.

“Dalam praktik pungli tersebut, para tersangka berlindung dibalik aturan Desa. Mereka mengatasnamakan desa adat melakukan perbuatan

yang tidak benar dan menyalahi ketentuan dalam aturan pemungutan dana dari desa adat. Kalau desa adat adanya dana punia atau sukarela.

Tapi para tersangka memasang target yang masuk dalam unsur pemerasan. Pun dari ke-lima tersangka ini tidak ada yang bisa mempertanggungjawabkan uang sebanyak itu,” bebernya.

Atas penetapan status tersangka terghadap Yonda dan ke-4 orang lainnya itu, pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan untuk mengambil keterangan walaupun status Yonda merupakan tahanan LP dalam kasus Tahura.

Sayang AKBP Sugeng tidak merinci waktu tepatnya untuk dipanggil. Pasalnya, saat ini Yonda masih menjalani persidangan dalam kasus reklamasi liar.

Menurut dia, meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya tidak melakukan penahanan. Alasannya, karena mereka tidak akan melarikan diri dan juga para tersangka merupakan orang Bali juga, sehingga kecil kemungkinan untuk keluar Bali.

“Kalau waktu pemeriksaan (Yonda dkk) dalam waktu dekat. Kita juga tidak tahan mereka karena beberapa pertimbangan sehingga tidak mungkin mereka menghilangkan bukti dan kabur dari Bali,” tutup Sugeng.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/