28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:09 AM WIB

Terungkap! Ini Alasan Septyan Pembunuh Anak Minta Keringanan Hukuman

GIANYAR – Tuntutan 19 tahun penjara yang dijatuhkan jaksa penuntut umum untuk terdakwa pembunuh tiga anak kandung,

Ni Luh Putu Septyan Permadani, 33, di PN Gianyar, pekan lalu, tampaknya, membuat keder terdakwa dan kuasa hukumnya.

Karena itu dalam persidangan dengan agenda pledoi kemarin, beberapa poin disampaikan kubu terdakwa untuk bisa mendapat keringanan hukuman.

“Bahwa saat tindak pidana itu terdakwa Ni Luh Putu Septiyan kalut dan tertekan tidak dapat mengontrol perbuatan yang dilakukan,” ujar salah satu kuasa hukum, Kadek Ary Pramayanty, dihadapan sidang.

Untuk menguatkan alibinya, kuasa hukum mengutip keterangan ahli dr. Dewa Basudewa yang sempat dihadirkan di persidangan.

Saat itu dr Basudewa menyatakan jika Septiyan mengalami gangguan yang mengakibatkan dirinya putus asa serta kebingungan.

“Bahwa terdakwa sedang mengalami keadaan yang dinamai Disosiasi, yaitu suatu keadaan dimana mekanisme seorang manusia yang menderita sakit mental, tertekan, sedih yang luar biasa,” ujarnya.

“Meskipun dia melihat, mendengar. Semua indera itu tidak satu kesatuan, terlepas dan tidak terkendali,” imbuhnya.

Lanjut Ary Pramayanty, bahwa orang yang mengalami disosiasi dia melakukan semua secara otomatis, tidak tumpul, tidak bisa merasakan, tidak bisa mengevaluasi.

“Oleh karena itu, apapun yang terdakwa lakukan saat itu di luar kehendak bebasnya karena semua sudah dikuasai oleh trauma-trauma tersebut,” jelasnya.

Kuasa hukum juga mengutip keterangan Budi Wahyuni dari Komnas Perempuan yang sempat hadir di persidangan.

Budi menyatakan terdakwa banyak mendapat perlakuan diskriminasi dari keluarganya.

“Diskriminasi terakumulasi dan terdakwa sudah tidak bisa menahannya sehingga terjadi kejadian seperti sekarang,” jelasnya.

Dengan kesaksian dan bukti visum itu, kuasa hukum menyimpulkan empat hal kepada majelis hakim yang diketuai, Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Wija dengan anggota Wawan Edy Prastyo dan Diah Astuti.

“Terdakwa mohon majelis hakim menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi, menyatakan; pertama, terdakwa tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur pasal 340 KUHP,” desak kuasa hukum Ary Pramayanty.

Poin kesimpulan kedua, menghukum terdakwa dengan hukuman seringan-ringannya. “Ketiga, melakukan rehabilitasi dan pengobatan untuk pemulihan kejiwaan terdakwa,” jelasnya.

Dan keempat, menetapkan negara membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

Diberitakan sebelumnya, Septiyan membunuh ketiga anak kandungnya di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali pada Februari lalu.

Tiga anak kecil itu meninggal setelah dibekap ibu kandungnya di dalam kamar. Ketiganya yakni Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi (6), I Made Mas (4) dan I Nyoman Kresnadana Putra (2).

Setelah membunuh ketiga buah hatinya, Septiyan juga sempat bunuh diri dengan menenggak Baygon dan menyayat tangannya menggunakan pisau. Namun, aksi bunuh diri Septiyan gagal.

Pada sidang sebelumnya, terdakwa dituntut jaksa penuntut umum dengan hukuman 19 tahun penjara.

GIANYAR – Tuntutan 19 tahun penjara yang dijatuhkan jaksa penuntut umum untuk terdakwa pembunuh tiga anak kandung,

Ni Luh Putu Septyan Permadani, 33, di PN Gianyar, pekan lalu, tampaknya, membuat keder terdakwa dan kuasa hukumnya.

Karena itu dalam persidangan dengan agenda pledoi kemarin, beberapa poin disampaikan kubu terdakwa untuk bisa mendapat keringanan hukuman.

“Bahwa saat tindak pidana itu terdakwa Ni Luh Putu Septiyan kalut dan tertekan tidak dapat mengontrol perbuatan yang dilakukan,” ujar salah satu kuasa hukum, Kadek Ary Pramayanty, dihadapan sidang.

Untuk menguatkan alibinya, kuasa hukum mengutip keterangan ahli dr. Dewa Basudewa yang sempat dihadirkan di persidangan.

Saat itu dr Basudewa menyatakan jika Septiyan mengalami gangguan yang mengakibatkan dirinya putus asa serta kebingungan.

“Bahwa terdakwa sedang mengalami keadaan yang dinamai Disosiasi, yaitu suatu keadaan dimana mekanisme seorang manusia yang menderita sakit mental, tertekan, sedih yang luar biasa,” ujarnya.

“Meskipun dia melihat, mendengar. Semua indera itu tidak satu kesatuan, terlepas dan tidak terkendali,” imbuhnya.

Lanjut Ary Pramayanty, bahwa orang yang mengalami disosiasi dia melakukan semua secara otomatis, tidak tumpul, tidak bisa merasakan, tidak bisa mengevaluasi.

“Oleh karena itu, apapun yang terdakwa lakukan saat itu di luar kehendak bebasnya karena semua sudah dikuasai oleh trauma-trauma tersebut,” jelasnya.

Kuasa hukum juga mengutip keterangan Budi Wahyuni dari Komnas Perempuan yang sempat hadir di persidangan.

Budi menyatakan terdakwa banyak mendapat perlakuan diskriminasi dari keluarganya.

“Diskriminasi terakumulasi dan terdakwa sudah tidak bisa menahannya sehingga terjadi kejadian seperti sekarang,” jelasnya.

Dengan kesaksian dan bukti visum itu, kuasa hukum menyimpulkan empat hal kepada majelis hakim yang diketuai, Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Wija dengan anggota Wawan Edy Prastyo dan Diah Astuti.

“Terdakwa mohon majelis hakim menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi, menyatakan; pertama, terdakwa tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur pasal 340 KUHP,” desak kuasa hukum Ary Pramayanty.

Poin kesimpulan kedua, menghukum terdakwa dengan hukuman seringan-ringannya. “Ketiga, melakukan rehabilitasi dan pengobatan untuk pemulihan kejiwaan terdakwa,” jelasnya.

Dan keempat, menetapkan negara membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

Diberitakan sebelumnya, Septiyan membunuh ketiga anak kandungnya di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali pada Februari lalu.

Tiga anak kecil itu meninggal setelah dibekap ibu kandungnya di dalam kamar. Ketiganya yakni Ni Putu Diana Mas Pradnya Dewi (6), I Made Mas (4) dan I Nyoman Kresnadana Putra (2).

Setelah membunuh ketiga buah hatinya, Septiyan juga sempat bunuh diri dengan menenggak Baygon dan menyayat tangannya menggunakan pisau. Namun, aksi bunuh diri Septiyan gagal.

Pada sidang sebelumnya, terdakwa dituntut jaksa penuntut umum dengan hukuman 19 tahun penjara.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/