27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 9:15 AM WIB

Diskors Dua Tahun Tanpa Alasan Jelas, Atlet Karate Denpasar Protes

DENPASAR – Atlet karate muda Kota Denpasar Palapa Maha Awatara disanksi skorsing selama dua tahun oleh Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) Bali.

Berdasar informasi, penerapan sanksi mengacu AD/ART FORKI Bali pasal 7 ayat 2 yang menyebutkan bahwa atlet karate yang pindah ke perguruan lain yang tidak mendapatkan

ijin dari perguruan lama tidak dapat/belum berhak mengikuti kegiatan FORKI dengan jangka waktu selama 2 (dua) tahun sebagai wujud saling menghormati antar perguruan.

Namun, pihak keluarga Palapa Maha Awatara menilai keputusan skorsing yang diberikan kepada atlet berprestasi itu diberikan secara sepihak.

Hal ini disampaikan Retno, ibu kandung dari Palapa Maha Awatara. Menurut Retno, sanksi yang dijatuhkan FORKI Bali tanpa mempertimbangkan aspek mental dan prestasi atlet (anak).

“Apalagi Palapa masih tergolong di bawah umur, di mana prestasinya sedang bagus-bagusnya dan berada di usia emas,” kata Retno, di Denpasar, Kamis (28/2) siang.

Atas keputusan sepihak itu, dirinya melakukan berbagai upaya. Termasuk menemui FORKI Bali selaku pihak yang memberikan sanksi.

Pihak keluarga sudah dua kali mengadakan mediasi dengan FORKI Bali. Namun tetap menemui titik buntu. 

Pihak FORKI Bali tetap bersih kukuh mengacu pada AD/ART FORKI Bali pasal 7 ayat 2. Namun anehnya, saat dimintai bukti fisik dari AD/ART FORKI Bali pasal 7 ayat 2, pihak FORKI Bali tidak mau menunjukkan.

 FORKI, menurut Retno, berkilah bahwa lebih baik mengorbankan satu orang (Palapa Maha Awatara) dari pada organisasi. 

“Sanksi selama dua tahun ini berpotensi membunuh karir prestasi para atlet. Tidak hanya anak saya, tapi juga berpotensi terjadi kepada atlet-atlet lain,” tambah Retno.

Sebagai bukti, saat ini karena adanya keputusan pemberian sanksi tersebut, sang anak mulai enggan untuk berlatih lagi.

”Kalau melihat alasan dia keluar perguruan itu karena memang tidak kuat dengan tekanan internal di dalam. Sudah sejak lama dia tahan-tahan.

Belum lagi kejadian serupa banyak dialami anak lain, hanya saja mereka takut mengkritisi hal ini,” tandasnya sembari berharap agar sekiranya sanksi tersebut bisa dicabut. 

DENPASAR – Atlet karate muda Kota Denpasar Palapa Maha Awatara disanksi skorsing selama dua tahun oleh Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) Bali.

Berdasar informasi, penerapan sanksi mengacu AD/ART FORKI Bali pasal 7 ayat 2 yang menyebutkan bahwa atlet karate yang pindah ke perguruan lain yang tidak mendapatkan

ijin dari perguruan lama tidak dapat/belum berhak mengikuti kegiatan FORKI dengan jangka waktu selama 2 (dua) tahun sebagai wujud saling menghormati antar perguruan.

Namun, pihak keluarga Palapa Maha Awatara menilai keputusan skorsing yang diberikan kepada atlet berprestasi itu diberikan secara sepihak.

Hal ini disampaikan Retno, ibu kandung dari Palapa Maha Awatara. Menurut Retno, sanksi yang dijatuhkan FORKI Bali tanpa mempertimbangkan aspek mental dan prestasi atlet (anak).

“Apalagi Palapa masih tergolong di bawah umur, di mana prestasinya sedang bagus-bagusnya dan berada di usia emas,” kata Retno, di Denpasar, Kamis (28/2) siang.

Atas keputusan sepihak itu, dirinya melakukan berbagai upaya. Termasuk menemui FORKI Bali selaku pihak yang memberikan sanksi.

Pihak keluarga sudah dua kali mengadakan mediasi dengan FORKI Bali. Namun tetap menemui titik buntu. 

Pihak FORKI Bali tetap bersih kukuh mengacu pada AD/ART FORKI Bali pasal 7 ayat 2. Namun anehnya, saat dimintai bukti fisik dari AD/ART FORKI Bali pasal 7 ayat 2, pihak FORKI Bali tidak mau menunjukkan.

 FORKI, menurut Retno, berkilah bahwa lebih baik mengorbankan satu orang (Palapa Maha Awatara) dari pada organisasi. 

“Sanksi selama dua tahun ini berpotensi membunuh karir prestasi para atlet. Tidak hanya anak saya, tapi juga berpotensi terjadi kepada atlet-atlet lain,” tambah Retno.

Sebagai bukti, saat ini karena adanya keputusan pemberian sanksi tersebut, sang anak mulai enggan untuk berlatih lagi.

”Kalau melihat alasan dia keluar perguruan itu karena memang tidak kuat dengan tekanan internal di dalam. Sudah sejak lama dia tahan-tahan.

Belum lagi kejadian serupa banyak dialami anak lain, hanya saja mereka takut mengkritisi hal ini,” tandasnya sembari berharap agar sekiranya sanksi tersebut bisa dicabut. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/